Sore hari Zeya baru kembali, dia melihat gerbang rumah tidak di tutup dengan benar. Gerbang setinggi bahu orang dewasa itu terbuka sehingga tampak isi halaman rumah.
Satpam yang biasa menjaga gerbang pun tidak ada. Kemana ya?
Zeya berjalan menuju pintu masuk.
Di halaman rumah sudah terparkir mobil Mercedes yang entah milik siapa.Itu bukan mobil oma, karena oma menggunakan mobil SUV.
Tante Nita pun pasti belum pulang.
Semakin menuju pintu Zeya semakin mendengar suara orang seperti sedang bertengkar.
"Saya nggak tahu ma." Itu seperti suara laki-laki.
"Kamu memang tidak perlu tahu!!" Itu suara oma, terdengar meninggi tidak seperti biasanya yang lemah lembut.
"Ma, mama nggak bisa begini." Itu suara tante Nita, berarti tante Nita sudah pulang, apakah itu om Fahmi —suami tante Nita.Tapi sepertinya bukan, Zeya kenal suara om fahmi. Zeya hanya berani berdiri di luar, dia takut masuk ke dalam rumah, mungkin ini masalah orang dewasa. Maka yang bisa Zeya lakukan hanya mendengar suara itu dari luar, tanpa memperlihatkan dirinya.
"Diem kalian keputusan ada di tangan mama!!" Kata oma penuh penekanan, Zeya belum pernah mendengar suara oma seperti itu sebelumnya.
"Sepuluh tahun ma!! Saya pikir kalian sudah menyatu dengan arang itu." Suara laki-laki itu kembali terdengar.
"Kebih baik begitu daripada cucu saya di bunuh oleh musuh bisnis kamu!!" Kata oma dengan keras ditujukan pada laki-laki itu.
"Sebelum Zeya pulang, lebih baik kamu pergi sekarang!!" Petintah oma, namun laki-laki itu masih di sana.
"Ma tidak begini caranya!!" Tante Nita kembali bersuara.
"Kalian tidak pernah paham!!" Kata oma lagi, setelah ini Zeya yakin darah tinggi oma akan kumat.
Karena pembicaraan di dalam rumah ada sangkut paut namanya, Zeya akhirnya memutuskan masuk. Sebenarnya dia lelah menguping. Zeya pun masuk ke dalam. Dan benar saja, orang-orang di dalam tampak terkejut atas kedatangannya yang tiba-tiba.
"Zeya sejak kapan kamu ada di sini?" Tanya oma melihat Zeya masuk tanpa menyalami beliau seperti biasa.
"Zeyaa, kamu masih ada, maafkan saya." Laki-laki itu mendekat ke arah Zeya, dan langsung membawa Zeya ke dalam pelukannya, begitu erat, seolah Zeya tidak akan pernah kembali jika pelukan itu di lepaskan.Zeya bisa merasakan deru nafas laki-laki ini dan irama jantungnya yang berdebar tidak karuan.
Apa yang terjadi sebenarnya, Zeya belum sepenuhnya paham, dua kebingungan dengan sendirinya.
"Oma, ini siapa?" Tanya Zeya, sambil menatap mata keriput oma, yang masih di penuhi sisa-sisa amarah.
"Ini papa Zeya, sayang." Kata laki-laki itu, dia menyebut dirinya papa, ini seperti mimpi bagi Zeya.
"Hah papa." Zeya masih tidak bisa menerima, ini terlalu mendadak untuknya.
"Beneran?" Tanya Zeya kembali.
"Iya." Tante Nita ikut menyahut.
"Papa masih hidup?" Lagi-lagi Zeya bertanya untuk sebuah pembenaran.
"Tentu saja." Sahut laki-laki itu—ternyata papanya Zeya."Jadi selama ini oma udah bohongin aku?" Tanya Zeya pada sang oma.
"Oma nggak bohongin kamu." Kata oma, suaranya kembali lemah lembut, tidak lagi sekeras tadi.
"Kalau saja kamu hidup bersama dia, mungkin kamu benar-benar sudah tidak ada sekarang." Oma kembali memberi sebuah alasan.
"Tapi oma bilang mereka mati." Zeya memberi tahu kan fakta yang selama ini oma gaungkan padanya.
"Ini demi kebaikan kamu sayang." Kata oma lagi, penuh alasan yang tidak masuk akal bagi Zeya.
"Aku nggak baik-baik aja oma." Kata Zeya."Terus mama di mana?" Tanya Zeya, penuh rasa ingin tahu.
"Zafran pergi kamu dari sini." Perintah oma pada orang asing, yang ternyata papanya Zeya.
"Jangan oma." Bantah Zeya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEYA
Teen FictionApa yang kamu tahu tentang seorang Zeya? Jelas saja tidak tahu apa-apa. Bukan hanya orang asing di luar sana yang tidak mengenal Zeya. Bahkan Zeya sendiri tidak kenal dirinya sendiri. Zeya bahkan tidak tahu orang tuanya siapa. Zeya seperti asing bag...