“Kamu ini lucu sekali! Mau jadi pacarku?”
“Hoi!”
Selesai Umemiya bicara. Semua syok ditempat. Suo bahkan sampai kehilangan ketenangan diwajahnya kala itu.
一o0o一
Suasana disekitar dalam sekejap berubah. Ditengah-tengah itu, Sakura adalah yang pertama merespon.
“Bicara apa kau ini?! Apa kau sudah gila?!”
Wajahnya dipenuhi oleh kekesalan. Sakura tidak menahan dirinya sendiri untuk bicara dengan nada tinggi yang penuh emosi. Kenapa semua orang yang berada disekitarnya selalu berbuat seenaknya?! Sialan!
Namun yang mengejutkan semuanya adalah Umemiya Hajime yang tertawa kala itu. Laki-laki itu bahkan dengan santainya menyugar rambutnya ke belakang saat dia tersenyum dengan lebar.
“Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku memacari seseorang tanpa mengenalnya dengan baik terlebih dahulu. Benar bukan, Hiragi?” Umemiya menoleh untuk menatap sahabatnya di belakangnya. Dimana Hiragi Tōma tampak pucat sambil sesekali menelan pil maag yang entah sudah keberapa hari itu. Laki-laki itu menatapnya dengan raut wajah frustasi. Bisa-bisanya laki-laki penyandang marga Umemiya itu bicara begitu setelah memberikan dampak yang cukup besar pada mereka, terutama dirinya. Hiragi bahkan sekilas merasa nyawanya akan tercabut keluar saat dia mendengar ucapan Umemiya tadi. Juga, dia bahkan dengan spontan sampai berteriak. Disisi lain, Hiragi juga memikirkan perasaan Tsubakino kalau seandainya dia tahu laki-laki yang disukainya malah mengajak orang lain berpacaran dengan entengnya. Meskipun hanya sebuah lelucon, tapi itu cukup menyebalkan dan membuat sakit hati bagi orang yang tepat.
“Jangan bercanda terus Umemiya. Kau bisa membuat banyak orang salah paham dan kesal.” Melihat wajah Umemiya cemberut, Hiragi mengernyit. “Ah, sial. Perutku sakit lagi.” Dan dia menelan satu butir lagi.
“Tolong abaikan saja tingkahnya ini. Umemiya memang sering begini.” Setelah sakit perutnya mereda, Hiragi bicara pada keempat pemuda yang duduk dihadapannya. Dimana mereka memberinya respon yang berbeda-beda.
“Tadi itu cukup keterlaluan, Hiragi-san.” Gantian semua pasang mata menatap kearah Suo yang tadi bicara begitu. Dengan ekspresi pemuda itu yang muncul saat ini adalah apa yang belum pernah dilihat oleh ketiga teman sekelasnya sebelumnya.
Suo menatap lurus kearah kedua kakak kelasnya dengan mata delima miliknya yang pekat. Itu seolah menyimpan banyak hal. “Sama sekali tidak dewasa. Kuharap lain kali hal seperti ini tidak akan terulang. Karena itu benar-benar mampu mengacaukan hati seseorang.” Dia melanjutkan. Dengan ketenangan yang kembali muncul secara perlahan diwajahnya. Tidak lupa, seulas senyum tipis terlampir disana.
Sakura Haruka yang duduk di sisinya tampak mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kedua matanya secara jelas melirik pada Suo dengan sorot yang tak tertebak. Yang jelas, perkataan pemuda itu memengaruhinya dengan baik. Sejak awal, Sakura tidak memiliki perasaan lain selain kemarahan saat seseorang yang katanya adalah kakak kelasnya di sekolah memberikan kalimat kurang ajar macam tadi padanya. Dan Sakura tidak pernah menduga bahwa pemuda yang duduk di sisinya ini akan memberikan respon macam begitu. Itu mengejutkannya. Disisi lain, sedikit, uh, membuatnya senang. Namun Sakura masih belum menemukan alasan pasti yang membuatnya merasakan perasaan itu.
Ah, sialan. Segalanya malah semakin rumit. Sakura memalingkan pandangannya. Bertopang dagu dengan menutup setengah wajahnya.
Sementara itu, reaksi yang diberikan Hiragi Tōma kala itu adalah keheranan yang tampak jelas diwajahnya. Pemuda itu bicaranya bijak sekali. Nada bicaranya bahkan sama sekali tidak terdengar menyinggung sekalipun isi dari kalimatnya cukup berat.
Disisi lain, Umemiya Hajime tertawa sekali lagi. Tidak ada kekesalan atau apapun sejenisnya yang muncul diwajahnya kala itu. Dia tampak biasa saja bahkan terkesan senang padahal seorang adik kelas baru saja memberinya kalimat yang terkesan menasehati.
“Kamu ini juga lucu sekali! Siapa namamu?” Dia menatap kearah Suo yang menatapnya tenang.
“Suo Hayato.”
“Ah.” Umemiya tersenyum. Lalu pandangannya bergulir pada dua orang lagi yang duduk didepan Sakura dan Suo.
“Kalau kalian berdua?”
“Oh!” Pemuda yang berambut kuning itu tergagap. “Aku Nirei Akihiko! Salam kenal, Umemiya-san! Hiragi-san!” Karena saat itu Nirei masih memikirkan soal dimana letak lucu dari perkataan Suo barusan sampai kakak kelasnya menganggapnya begitu.
Sementara yang berambut pink tampak cukup santai saat dia mengangkat sedikit tangannya keatas. “Kiryu Mitsuki. Salam kenal kakak-kakak sekalian.” Dia bahkan memberi senyum andalannya.
Umemiya tertawa. Dia ini suka sekali tertawa rupanya. “Ah! Aku punya banyak adik kelas yang menjanjikan, ya! Rasanya senang sekali. Iya, 'kan Hiragi?” Dia sekali lagi menatap pada Hiragi Tōma.
“Uh, mungkin.” Itu adalah respon yang diberikan oleh Hiragi. Mana tahu dia kalau keempat pemuda itu adalah orang yang menjanjikan. Tampang mereka saja beda-beda begitu. Ada yang suka ngegas macam preman, ada yang sinis tapi dewasa, ada yang suka gugup seperti orang culun, dan ada juga yang kelewat santai. Hiragi bahkan masih belum tahu soal adik kelas mereka yang lainnya. Dan bagaimana mungkin Umemiya dengan entengnya bilang begitu?! Laki-laki satu ini memang sungguh sesuatu. Hiragi berpikir.
Dan tepat kala itu, Kotoha datang dengan membawa banyak piring berisi berbagai macam makanan.
“Sudahi bicara kalian. Dan kak Ume juga kak Hiragi, tolong duduk dulu! Kalian ini menghalangi tahu!”
Gadis itu bicara setengah berteriak. Dari tingkahnya, dia tampak tidak mendengar apapun sebelumnya, mungkin.
“Kamu ini tidak sopan sekali pada kakakmu, Kotoha!” Umemiya pura-pura menangis. Disisinya, Hiragi sekali lagi menelan satu butir pilnya.
“Bodo amat! Sekarang duduk!”
一o0o一
Sakura Haruka berbaring diatas futonnya malam itu. Menatap lurus pada atap ruangan kamarnya. Pikirannya menerawang pada kejadian-kejadian yang terjadi sebelumnya. Segalanya membuat perasaannya menjadi rumit dan rumit. Sakura kebingungan untuk bereaksi apa. Terlebih, itu selalu melibatkan Suo Hayato didalamnya.
Sakura tidak pernah peduli pada orang lain. Dia sejak dulu selalu begitu. Namun setelah dia masuk Furin, dia perlahan berubah, dia sadar itu. Hatinya yang dulunya sekeras baja, kini perlahan melemah. Suo Hayato lebih banyak mengambil andil didalamnya. Sakura tidak tahu kenapa pemuda itu bersikap begitu padanya. Seolah-olah dia memperhatikannya. Seolah-olah dia memiliki perasaan yang rumit untuknya. Sakura tidak bodoh untuk menyadari segala sikap Suo yang sangat bertentangan jika itu melibatkannya. Hei, pemuda itu bahkan mencuri satu ciuman darinya! Namun disisi lain Sakura juga berpikir bahwa pemuda itu hanya sekadar bersenang-senang. Mana mungkin dia memiliki perasaan serius padanya? Terlebih, tidak ada satupun dari sikapnya yang mampu membuat orang jatuh cinta.
Sakura akui dirinya kasar dan selalu senang memukul orang. Namun itu dia lakukan hanya untuk membangun benteng yang kokoh agar dia tidak dikucilkan lebih banyak. Perbedaan fisik akibat kedua mata yang berbeda warna, juga perihal rambutnya sudah cukup menjadi alasan dia dijauhi. Bahkan oleh orangtuanya sekalipun.
Jadi, mana mungkin, seseorang akan menaruh minat padanya secara serius? Laki-laki Umemiya itu bahkan membuat lelucon padanya. Sakura tidak sakit hati sedikitpun. Dia hanya marah dan marah karena orang itu seenaknya saja membuat lelucon begitu padanya. Seolah-olah dia mudah untuk diperlakukan begitu.
Sakura mengacak rambutnya sekilas saat amarahnya naik. Namun segera itu menjadi tenang saat ucapan Suo sore tadi terngiang-ngiang di kepala. Bisakah, bisakah, pemuda itu berhenti untuk mencampuri urusannya? Bisakah dia berhenti untuk tidak seenaknya bersikap seolah-olah dia terlibat padanya?
Karena jika dia terus begitu, Sakura mungkin saja benar-benar akan memiliki sesuatu di dalam hatinya akibat dari tindakan tersebut. |tbc.|
note : segalanya perlahan mulai jelas dari pihak sakura, ya. sayangku yang satu itu memang tsun-tsun rupanya. dan dia juga terlalu sering merendah diri:(
btw, satu kata untuk chapter ini? heuheuw. ^^
see you, guyss!
KAMU SEDANG MEMBACA
Call My Name | SuoSaku [✓]
Fanfiction"Belajarlah untuk menjadi dewasa, Sakura. Perhatikan tingkahmu, perhatikan cara bicaramu. Tidak semua orang bisa menjadi toleran." Suo menatapnya dengan sayu. Ekspresinya sedatar tembok dibelakang mereka. "Ha? Apasih maksudmu一" "Atau kamu ingin aku...