Part 24 Dampak

52 4 0
                                    

"Di diamkan itu, tidak enak!"
~▪•°•▪~
Happy Reading

Apakah Lyora sejahat itu di mata mereka? Hanya karena satu kesalahan yang tak disengaja, apakah dirinya pantas disebut biang masalah, seperti yang dikatakan Keyla siang tadi dan Renaldi pada waktu itu.

Memang Lyora akui dirinya salah melamun ditengah praktik berlangsung, tapi tak semuanya Lyora yang salah karena dirinya memang benar tak sengaja melakukan itu.

Lyora menghela napas panjang dan menelungkupkan wajahnya dilipatan tangannya. Dua hari satu malam Naca tak pulang kerumah dan siang tadi pun Naca tak datang kesekolah, mungkin Naca menemani Rara di rumah sakit. Pikirnya.

Ceklek...

Sehingga suara decitan pintu terbuka, mampu membuat Lyora mendongak lalu menoleh kearah pintu yang saat ini terbuka sempurna.

Melihat siluit jangkung yang baru saja masuk kedalam rumah. Tanpa berpikir apapun lagi, Lyora berlari menghampiri orang yang sudah dua hari tak menampakan batang hidungnya.

"Naca!" Seru Lyora yang tak Naca gubris.

Lagi-lagi Lyora menghela napas berat melihat Naca berlalu begitu saja menaiki tangga hingga memasuki kamarnya.

Lyora merasa sedih ketika Naca mendiamkannya. Bila orang lain tak menyukainya tak apa, asalkan jangan Naca.

Lyora yang tak sanggup melihat raut wajah dingin Naca bila mengikuti Naca kedalam kamar. Lebih baik Lyora menjauh dari Naca tuk sementara.

Untuk itu Lyora memilih ruangan TV guna menghindari Naca serta menenangkan diri.

Setelah didalam ruangan, Lyora mendudukan bokongnya diatas karpet depan TV dan punggungnya Ia sandarkan di kaki sopa.

Lyora memeluk lututnya lalu menelungkupkan wajahnya di lipatan lututnya yang Ia tekuk.

Lyora menangis! Entah apa yang harus Ia lakukan.

Orang-orang membencinya dan menjauhinya, sahabatnya pun Abian ikut membencinya. Kepada siapa Ia harus bersandar, bila orang yang setiap hari selalu bersamanya pun ikut membencinya. Naca.

Lyora menangis terisak tanpa menimbulkan suara yang akan terdengar oleh Naca. Lyora tidak mau Naca melihatnya menangis.

Jika saja hari itu Lyora tak melihat foto tersebut, mungkin kejadiannya pasti tak akan seperti ini. Lantas siapa orang yang menyimpan amplop tersebut di dalam loker nya?

○•°

Tengah malam Naca menuruni anak tangga, ingin mengisi air minumnya yang sudah habis. Lalu setelah menuangkan air kedalam gelas, berniat akan kembali kekamar.

Namun dianak tangga. Entah kenapa benaknya tiba-tiba terbersit nama wanita yang Ia diamkan sedari tadi, Lyora.

Seolah ada yang menggerakan, Naca melangkahkan kakinya mencari Lyora diruang utama, tapi tak mendapati Lyora disana. Lalu pada saat Naca ingin mengecek di ruang TV, langkahnya mendadak berhenti.

"Kenapa aku harus mengkhawatirkannya!" Gumam Naca yang entah mengapa malah melanjutkan langkahnya ke ruang TV, seperti ada magnet yang menariknya.

Di dalam ruangan tersebut, Naca melihat Lyora tengah tertidur dengan posisi duduk diatas karpet beserta wajah yang di telungkupkan diatas lutut yang ditekuk.

"Cckk.. menyusahkan." Naca berdecak melihat posisi tidur Lyora yang akan membuat dirinya kesakitan esok hari.

Naca mendekat dan menarik pelan lengan Lyora yang terlipat, sehingga  dengan refleks Naca meraih tubuh Lyora yang terhuyung kesamping.

Terlihat jelas sudah wajah Lyora merah-merah sehabis menangis, tangan Naca terulur menyeka sisa air mata yang akan jatuh dari pelupuk mata Lyora yang terpejam.

"N-naca, maafin Lyo." Dalam tidurnya Lyora berguman seraya sesenggukan sehabis nangis.

"J-jangan tinggalin Lyo." Guman Lyora lagi ketika Naca akan membawa tubuh Lyora kepangkuannya.

Naca bisa merasakan hembusan napas teratur dan tangan yang mengerat di lehernya.

Sebelum melangkahkan kakinya, Naca melirik sekilas kebawah menatap Lyora yang bergerak mencari kenyamanan ditengkuknya. Lalu Naca berjalan membawa Lyora kedalam kamar.

Saat ingin menidurkan Lyora di atas tempat tidur, lagi-lagi Lyora meracau panjang sambil meraih lengan Naca yang hendak berdiri. "Maafin Lyo Naca, jangan marah, Lyo takut Naca pergi, jangan tinggalin Lyo, Lyo ngak salah Naca, Lyo ngak salah."

Naca hanya bisa menghela napas panjang mendengar racauan Lyora yang tengah memeluk lengannya.

Apalagi lengan Naca tepat berada ditengah belahan dada Lyora, membuat dirinya harus menahan diri merasakan benda empuk tersebut.

Tidak mau terlalu lama tersiksa dengan posisi seperti ini, Naca mencoba menarik lengannya yang dipeluk oleh Lyora.

Tapi karena Lyora memeluk tangannya sangat erat, mau tak mau Naca mengurungkan niatnya dan membiarkan lengannya menjadi tumbal atas gesekan yang memabukan.

Naca membaringkan tubuhnya disamping Lyora dengan lengannya yang masih dipeluk oleh Lyora, Naca mengangkat tengkuk Lyora, mencoba membenarkan letak posisi ternyaman bagi Lyora dan dirinya.

Ditatapnya wajah Lyora dari samping yang mengingatkannya kepada kejadian beberapa hari yang lalu di lapangan, saat itu Naca sangat panik melihat Rara terkapar dengan bersimbah darah karena tendangan keras Lyora.

Sebelum kejadian itu terjadi, Naca sempat memperhatikan Lyora yang terlihat gelisah dan banyak melamunnya.

Entah apa yang dipikirkan gadis itu, yang pasti Naca melihatnya sangat aneh. Sehingga kejadian itu terjadi, Naca tidak menyangka akan berakibat seperti ini.

Naca tahu Lyora tak sengaja melakukannya, namun entah mengapa Ia merasa marah kepada Lyora yang tidak bisa berhati-hati.

Sudah dua hari Ia tidak pulang karena menemani Rara di rumah sakit, lukanya tidak parah. Namun hanya perlu banyak istirahat agar bisa cepat sembuh, dan menjalani aktifitas seperti biasanya.

Dan Naca memutuskan pulang karena khawatir dengan Lyora yang sendirian dirumah. Walaupun Naca sangat marah kepada Lyora, Naca masih memikirkan Lyora. Bukan apa, karena Naca masih ingat dengan janjinya yang harus menjaga Lyora.

***

LyoCa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang