O9 - DILUAR NALAR (2)

218 92 144
                                    

"Gak usah khawatir, sayang. Kata lo wajah gue udah kayak om-om? Ya udah ketimbang bayar tukang pecel, biar gue aja yang jadi bokap lo!" lontar Al menyunggingkan senyumnya. Dia berada di ruang BK sekolah Ghea seraya bersidekap dada dengan kaki bersila menunggu guru itu datang.

Al bahkan niat sampai ijin libur bekerja hanya untuk membantu gadis itu berakting menjadi orang tua Ghea. Ia juga sampai memakai kemeja dengan dasi coklat agar mendukung penampilannya menjadi tua dengan sepatu formal berwarna hitam.

Ghea keringat dingin di tempatnya, keringatnya terus bercucuran karena ia tidak yakin Al bisa berakting bagus. Bahkan melihat wajahnya saja, membuat Ghea kesulitan menelan salivanya sendiri.

"Jangan sayang-sayang doang lo! Akting yang bener!" ketus Ghea cemas.

"Gue gak akan malu-maluin lo, Ghea. Ketimbang lo halu kuburan bokap lo di bawa ke sini, mending gue aja yang gantikan peran orang tua lo."

"Gantikan peran? Maksudnya lo yang mati dan bokap gue yang hidup, gitu?" tanya Ghea.

"Bukan gitu, bego! Maksud gue–" Al mendadak menghentikan ucapannya karena suara pintu terbuka terdengar di telinga keduanya membuat Al langsung memasang tampang serius.

"Benar Anda orang tua Ghea, Pak?" tanya Bu Amira kepada Al.

Sedangkan Al sibuk menyingkap lengan bajunya ke atas membuat Ghea menginjak kaki laki-laki pelan.

"Jawab!" gertak Ghea berisik, menyenggol lengan Al.

"Ekhem.. gue– eh, iya! Benar saya orang tua Ghea," jawab Al langsung. Meski terbata-bata, laki-laki itu berusaha untuk tidak menampakkan wajah gugupnya.

"Bukannya salah satu orang tua Ghea sudah tiada?" tanya Bu Amira curiga.

"Hidup lagi, lah!" pekik Al sangat lancar membuat Ghea melototkan mata.

"Eh? Maksud saya.. saya ini Ayah tiri Ghea, Bu!" koreksi Al kembali.

Bu Amira memicingkan mata karena Ghea tersenyum kikuk membuatnya curiga. Dia bukan tipe guru yang mudah dibohongi apalagi harus percaya sama murid yang namanya Ghea ini.

Melihat Bu Amira hanya diam saja akhirnya Ghea bergerak cemas. "Sebenarnya dia bukan Ayah tiri Ghea, Bu. Dia om saya!" ungkap Ghea jujur membuat Bu Amira menghela napas panjang. Al yang berada di sampingnya langsung kaget.

"Ghe?" Al terkejut karena Ghea tiba-tiba mengungkap kebenaran membuat dirinya 'lumayan' malu.

"Om?!" tanya Bu Amira.

Ghea mengangguk-angguk.

Om pribadi saya.

"Adiknya almarhum Papa Ghea, Bu. Maaf Ghea berbohong, soalnya kalau manggil Ayah tiri, Ghea sungkan. Ghea gak sedekat itu sama beliau," ungkap Ghea lagi membuat Al menoleh padanya sebab Ghea mengucapkannya dengan sangat serius.

"Ya sudah, tidak masalah. Yang penting kamu ada walinya!" lontar Bu Amira.

"Jadi, saya bermaksud mengundang anda kemari karena ada hal yang harus saya luruskan." Al mengangguk mendengarkan. "Aturan di sekolah ini sangat ketat, kalau poin siswa sudah lebih dari 65, maka sekolah akan memanggil orang tua siswa tersebut. Seperti Ghea ini."

"Selama kelas sepuluh, dan sekarang, poin Ghea sudah mendekati 100 poin, Pak. Kemarin ini, keponakan Bapak membuat ulah sampai membuat temannya sendiri masuk rumah sakit."

"Mantan saya!" koreksi Ghea langsung. "Bukan teman."

"Diem Ghe, nyimak aja," tegur Al pelan. Dia tidak menyukai nada Ghea seolah gadis itu membela mantannya.

TANTAN ; with you [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang