OLS~19

5 3 0
                                    

Enjoy your reading 💗

**

"HEH! MALAH PACARAN!!"

Kedua remaja yang di jemur itu menoleh ke belakang dan mendapati pak Joko tengah berdiri menatap tajam ke arah mereka. Beliau berjalan menghampiri keduanya.

"Kalian ini di hukum!! Bukan di suruh pacaran!!"

"Kita ga pacaran, pak."

Lapangan terlihat mulai ramai dengan para siswa yang berkumpul di sana. "BUBAR GA LO SEMUA!!!" Salah satu siswa yang berada di pojok lapangan menunjuk melingkar dengan suara lantangnya.

"Sok banget anjir"

"Iya, semua cowo di embat sama dia"

"Makin-makin tuh cewe"

"Gila si, semua cowo tunduk sama dia"

"Gatel"

Huuu

Huuu

"KALIAN BISA DIAM TIDAAKKK??!!!!!"

"WOY!!" Teriak Langit lantang. "SEKALI LAGI LO NGOMONG HAL BURUK TENTANG NARA, LO BERURUSAN SAMA GUE!! INGET ITU!!!"

"BUBARRR!!!" Teriakan terakhir pak Joko membuat semua siswa di sisi lapangan mulai pergi satu persatu. Sedangkan Langit, pemuda itu berlari ke arah Nara dan menggandeng tangan kecilnya.

"Pak, maaf ya, saya harus bawa Nara pergi."

"Iya mas, silahkan"

Abi terlihat mengernyit mendengarkan percakapan dua lelaki di depannya. Mudah banget?

"Abi sekarang masuk kelas, kerjain tugas kamu dengan benar, dan lain kali jangan di ulangain."

"Baik, pak." Pemuda itu sekarang berlari melewati lorong kelas yang sudah mulai kosong dengan tatapan mengarah pada dua remaja di depannya.

**

"Lo tenang aja, mereka cuma iri sama lo," ucap Langit ketika mereka sudah memasuki kelas. Gadis yang dirinya ajak bicara masih diam bergeming.

"Nara, Lo ga papa kan?" Tanya El yang terlihat khawatir.

"Yang ngomong duluan itu si viona, 11 IPS3 bukan si?" Jana berdiri dari duduknya. Wajahnya terlihat merah padam. "Gue samperin juga tu orang, lama-lama makin ngelunjak aja,"

"Biarin aja." Semua mata tertuju kepada Nara yang baru saja buka suara. "Lagian dia ga salah," sambung gadis itu.

"Ga salah gimana, Naraaa?! Dia udah bener-bener keluar bates, dia bikin orang berfikiran buruk tentang lo! Sadar Nara, sadar!!" Jana masih terlihat menggebu-gebu.

"Gue salah, gue minta maaf."

Nara mendongak mendapati Abi yang berdiri di depannya. Pemuda itu menunduk dengan wajah yang merasa bersalah. "Semuanya gara-gara gue, harusnya gue ga gitu."

"Lo cuma mau bantu gue, gue ga masalah." Sahut Nara membuat Abi melihat ke arahnya.

"Gue mau ke kantin, Lo mau di beliin apa? Ga boleh ikut! Gue ga mau sahabat gue kena serbu satu kantin gara-gara masalah yang di bikin anak baru itu!" Nara menoleh melihat Jana yang menatap Abi nyalang.

"Sorry"

"Sorry lo ga mengubah apapun yang baru terjadi!!" Jana berdiri di depan Abi-mendongak menatap pemuda yang lebih tinggi darinya itu. Tangannya menunjuk dada bidang pemuda di depannya. "Sekali lagi lo bikin masalah, lo berurusan sama sama gue! Denger itu!!"

"Jana, sstt." El menarik pergelangan tangan sahabatnya membawanya sedikit menjauh. "Somay sama pop ice taro." El kemudian menarik Jana keluar kelas. Dan kini tinggal Nara, Langit, dan Abi.

Abi berjalan pelan menuju tempat duduknya. Rasa bersalah tiba-tiba menghantui dirinya, dengan bayang-bayang orang yang tengah berkumpul mengelilingi dirinya dan Nara.

Sorry banget Ara, gue ga maksud.

"Nara, tadi ada tugas geografi dari Bu Alma, katanya harus di kumpul sebelum bel masuk."

"Halaman berapa?"

"Di buku ga ada."

"Maksudnya?"

Langit tersenyum sambil memperhatikan netra coklat Nara. "Di tulis di papan tulis, terus udah di hapus,"

Sebuah decakan keluar dari mulut Nara yang membuat Langit terkekeh. "Tenang, gue udah salin di buku gue, bentar gue ambil." Langit berdiri kemudian berjalan ke arah tempat duduknya. Dirinya berjongkok dengan tangan yang terulur mengambil buku yang berada di dalam laci.

"Nih." Pemuda itu meletakkan bukunya di meja Nara-kembali duduk di sampingnya. "Udah ada jawabannya juga,"

Nara menoleh dan mendapat sebuah senyum simpul. "Ga papa?"

"Ya ga papa lah, buat CALON CEWE gue."

"Dih"

"Bercanda, eh tapi jangan di anggap bercanda juga"

"Bisa encer ya lo, ternyata."

"Bisa, Lo kan anget,"

"APA LAGI INI, ANGET-ANGET?! DIKIRA, NARA GORENGAN APA?!"

" Santai Jana," seru Langit membuat Nara dan El terkekeh.

"Nih," El meletakan sebungkus somay dan pop ice taro kesukaannya. "Di makan, terus kerjain tugasnya, pasti Langit, dah ngasih tau kan?"

Nara meminum pop ice taro miliknya, kemudian mengangguk membuat El tersenyum. Gadis itu duduk di kursinya diikuti Jana.

"Abi?"

"Serah dia lah," sahut Jana ketus.

"Jana, ga boleh gitu."

"Biarin."

"Jana," tekan El ketika gadis itu malah melihat ke luar jendela. "Abi, lo kan belum nyatet soalnya, liat punya gue nih."

***

"Buketu, sorry banget kita ga bisa nolongin," ucap Rey ketika pelajaran ketiga masih berlangsung. Nara berbalik menghadap dua remaja di belakangnya.

"Sans aja, gue juga gapapa."

"Bos Al, gimana keadaannya?" Janu menggaruk tengkuknya. "Sorry juga kemaren ga jadi jengukin."

"Wkwk, padahal Al, udah nunggu."

Tak

Nara menoleh dan menemukan sebuah kertas di atas mejanya. Gadis itu melirik Langit yang tersenyum ke arahnya.

Jawaban tadi ga gue kasih cuma-cuma
Gue mau nanti Lo temenin gue ambil gitar di tempat perbaikan alat musik samping toko buku,
Dan Lo, gue anter pulang.

"Apa?"

"Gue pulang sama Langit, dan gue harap kalian ga kasih tau Al soal ini, ngerti?"

"Loh, kenapa?" tanya Janu dengan alis tertaut.

Nara menyerahkan kertas itu, dan membuat dua remaja itu mengangguk.

**

"Ayo naik."

"Gue-"

**

Bersambung....

OUR LOVE STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang