OLS~22

6 0 0
                                    

Enjoy your reading

***

Nara berjalan di lorong kelas yang masih sepi karena gadis itu berangkat cukup pagi. Bukan, dirinya hanya tak ingin berpapasan dengan si egois Iyan, ralat, maksudnya Al. Iyan hanya panggilan saat sedang sayang saja dan kini gadis itu masih marah. Eh?

Nara terkekeh dengan pikirannya yang seolah sedang mengingatkannya bahwa dirinya pernah sayang—ah udah.

Gadis itu berhenti di ambang pintu ketika melihat seorang pemuda tengah duduk manis di samping tempat duduknya, earphone putih terpasang pas di telinganya, tapi tak membuatnya seolah fokus karena saat Nara membuka pintu, pemuda itu menoleh dan tersenyum.

Gerakan tangan pemuda itu beralih dari ponselnya kemudian melepas earphone di kedua telinganya. Al berdiri dan berjalan ke arah Nara, menggenggam tangan Nara dan menariknya masuk ke dalam kelas. Tas Nara di lepasnya kemudian memegang pundak Nara untuk duduk di tempat duduknya.

Wajahnya masih memancarkan senyum seolah tengah menatap sesuatu yang menyenangkan ada di depannya. Nara diam dengan wajah datar ketika Al berlutut dan memegang erat kedua tangannya. Mengusapnya dengan wajah mendongak menatap Nara.

"Nara, aku mau minta maaf," ujar Al pelan dengan wajah berseri.

Tapi, apa katanya? Maaf? Kemarin bilang apa?

"Giwi milis dibit, jingin ginggi giwi dili."

Al menyemburkan tawanya. Dikira lucu apa?

Nara memutar matanya malas kemudian menarik tangannya menjauh. "Siapa yang minta sadarin kesalahan? Siapa yang minta jangan di ganggu? Lagi malas debat kan? Sama. Jadi mending lo jauh-jauh deh, males gue—"

Gerakan telunjuk Al yang menempel pada bibir Nara berhasil membungkam dan menghentikan ocehan panjang gadisnya. Al masih tersenyum, dalam hal seperti ini dirinya harus bisa mengontrol emosinya dan mengesampingkan sifat egoisnya.

"Iya sayang, maafin Iyan, yaa, Narayang mau apa? Hem?"

Apa inii? Jangan tanya keadaan Nara kini. Pipinya memanas mungkin terlihat sangat memerah jika gadis itu bisa melihat wajahnya. Nara menunduk membuat rambutnya ikut jatuh menutupi wajahnya.

"Di maafin ga? Ha? Narayang? Kenapa? Hey, Narayang kenapa?" Al menunduk mencoba mencari wajah Nara yang tertutup oleh rambut gadis itu. Oke, Al diam hingga Nara Kemabli mendongak.

"Ga di maafin, tunggu gue mood."

"Nara—"

***

Semua murid mulai duduk rapih ketika Bu Nani datang dengan buku tebal di tangan kanannya. Suara sepatu pantofel memenuhi ruangan yang hening. Semua murid terdiam begitu juga Al dan Nara yang kini duduk semeja kembali.

"Pagi."

"Pagi," jawab sebagian murid. Sedangkan sebagian lagi seolah takut-takut untuk mengeluarkan suara walau sekedar menjawab sapaan Bu Nani, sang guru BK.

Bu Nani berdehem dan menatap sekeliling. "Kemarin ibu ada kasih tugas, sekarang kumpulkan." Kalimat pertama yang meluncur dati guru di depan mampu membuat seisi kelas berkeringat dingin.

Nara melirik Al yang kini berbalik menghadap tas dengan keadaan tergesa mencari sesuatu, pasti, pemuda itu tak membawa bukunya. Yang lain mulai maju dan mengumpulkan tugas mereka begitu juga Nara yang kini mulai berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OUR LOVE STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang