BAB 13 (3)

186 4 3
                                    

-MILLA POV-

Aku terbangun dengan perasaan campur aduk. Mataku perlahan membuka, menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang lembut masuk melalui jendela kamar. Tubuhku masih terasa hangat di bawah selimut tebal, tapi hati dan pikiranku penuh dengan kenangan semalam.

Aku menoleh perlahan ke samping, melihat wajah mas Rio yang masih terlelap. Ada ketenangan di wajahnya yang membuatku tersenyum malu. Aku menyadari tubuh kami masih sama-sama telanjang di bawah selimut. Kami tidak sempat memakai setidaknya pakaian dalam karena terlalu lelah.

Tapi karena itulah, aku menyadari bahwa tadi malam itu bukan mimpi. Kenyataannya lebih nyata daripada yang pernah kubayangkan. Ingatan tentang malam tadi berputar kembali di kepalaku, membuat pipiku terasa sangat panas. Aku akhirnya menyerahkan diriku sepenuhnya pada mas Rio.

Aku mendengar mas Rio bergerak pelan di sampingku. Aku dengan cepat memejamkan mata lagi, berpura-pura masih tidur. Aku penasaran apa yang akan dia lakukan jika dia mengira aku masih terlelap.

Mas Rio menghela napas pelan, mungkin berusaha agar tidak membangunkanku. Perlahan, aku merasakan dia menyingkap sebagian selimut dan bangun dari tempat tidur. Tapi sebelum benar-benar bangun, dia mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku bisa merasakan kehangatan napasnya di pipiku.

Tanpa peringatan, mas Rio menempelkan bibirnya dengan lembut di dahiku, memberi ciuman penuh kasih sayang. Jantungku berdebar keras, dan aku harus berusaha keras agar tidak tersenyum atau membuka mata. Setelah itu, aku mendengar langkahnya menuju kamar mandi.

Aku tetap diam dan mendengarkan suara air mengalir dari kamar mandi. Pikiranku berkecamuk antara malu dan bahagia. Aku tidak bisa menahan senyum kecil yang mulai muncul di wajahku.

Beberapa menit kemudian, mas Rio keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya. Aku mencoba untuk mengintipnya dengan  mataku yang setengah terbuka. Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk lain, tampak segar dan bersih.

Mas Rio duduk di pinggir tempat tidur, menatapku dengan tatapan lembut.

"Ayo bangun. Saya tau kamu udah bangun, Milla," katanya dengan suara penuh kelembutan.

Aku terkejut dan membuka mata, menatapnya dengan pipi yang mulai memerah. Tapi aku masih berusaha untuk berpura-pura baru bangun tidur.

Rio tersenyum dan mendekat lagi.

"Kamu tidak pernah bisa berpura-pura dengan baik di depan saya," godanya

Aku merasa malu dan tidak berani menatapnya langsung.

"Maksud kamu apa mas? Aku beneran baru bangun kok..." ucapku masih mencoba mengelak.

Pipiku semakin panas, dan aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Sedangkan mas Rio tertawa pelan, lalu memelukku erat.

Aku merasa malu saat mas Rio memelukku erat. Setelah beberapa saat, aku memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Namun, begitu aku duduk, aku merasakan sakit di bagian kewanitaanku, sisa dari malam tadi. Aku langsung meringis menahan rasa sakit dan perih, aku tak bisa menahan desahan pelan yang keluar dari bibirku.

Mas Rio, yang memperhatikan gerakanku, langsung terlihat khawatir.

"Kenapa??" tanyanya dengan nada serius.

"Masih perih mas, badan aku juga linu banget rasanya," keluhku sambil terus meringis.

"Maaf ya, Milla. Saya gak bermaksud buat kamu jadi sakit," katanya dengan nada penuh penyesalan sambil menggenggam erat tanganku.

Aku menggeleng pelan, berusaha tersenyum meski rasa sakit masih terasa.

"Gapapa, mas. Aku gapapa kok. Cuma emang masih perih aja, terus jadi ngerasa aneh aja, soalnya kan aku baru pertama kali," jawabku dengan suara lirih.

MY FIRST AND LAST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang