BAB 8 LDM (3)

191 6 1
                                    

-AUTHOR POV-

Setelah benar-benar pulih, keesokan harinya Milla kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia bertekad untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda dengan cepat.

Milla terus bekerja dengan keras untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Entah kenapa, Milla merasa harus segera menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat. Tidak terlalu terlihat keceriaan di wajahnya. Sehingga, sahabatnya Alda pun terheran melihat perilaku Camilla.

"Lo kenapa sih Mill? Semangat banget kerjanya" Tanya Alda penasaran

"Gak kenapa-kenapa kok. Kemaren kan gua izin, jadi kerjaan gua makin numpuk nih." Jawab Milla sambil tetap fokus pada monitor komputer

"Gak deh Mill. Coba lo berhenti dulu. Terus santai sebentar. Lo gak kayak biasanya deh. Lagi kenapa sih?" Tanya Alda lagi

"Gua beneran gak kenapa-kenapa Da. Gua cuma mau selesai-in kerjaan gua kok." Milla mencoba meyakinkan Alda

Alda pun memilih untuk tidak memprotes ucapan Milla lagi. Tapi dia tetap memantau Milla. Bahkan saat istirahat makan siang pun, Alda sampai menyuapi Milla makanan. Alda merasa heran sekali melihat Milla. Ia terus mencoba mengingatkan Milla.

Sampai akhirnya Alda ingat, jika kondisi Milla sekarang terjadi jika Milla sedang stress. Alda ingat, karena dia sering menemani Milla dan menyuapi Milla makanan jika sahabatnya itu menyiksa dirinya seperti ini.

"Lo lagi stress ya?" Tanya Alda pelan

Sontak saja Milla terdiam mendengar pertanyaan Alda. Ternyata Milla pun tidak sadar jika dia sedang menyiksa dirinya sendiri karena stress. Tanpa sadar pun, Milla meneteskan air matanya.

"Kan!!!" Kesal Alda

"Jadi lo sadar apa gak sadar kalau lo lagi stress?. Lo kenapa?" Sambung Alda masih dengan nada kesal

Milla terlihat gugup dan berusaha menghindari tatapan mata Alda. Tetapi Alda malah menjahili Milla dan menatap mata Milla bahkan berusaha mendekatkan wajahnya agar bisa melihat mata Milla. Akhirnya mereka malah sibuk sendiri hanya gara-gara yang satu menghindar yang satu terus mendekat.

"Udah ahh.. capek. Tinggal jawab aja susah amat lo" gerutu Alda yang lelah dan kembali duduk tenang.

"Lagian lo, gak usah sodorin mata lo juga kali." Omel Milla

"Yang mulai duluan siapa coba? Gua dari awal udah duduk santai aja disini. Lo yang tiba-tiba tutup-tutup mata lo. Kan jiwa-jiwa jail gua bangkit" gerutu Alda lagi

Setelah cukup lama bertengkar, akhirnya mereka tertawa bersama. Alda merasa senang akhirnya Milla kembali tertawa. Tetapi walaupun sudah tertawa, Milla tetap berhutang penjelasan pada Alda.

"Oke, sekarang cerita. Lo kenapa?" Tuntut Alda dengan serius

"Jadi gua kesel banget sama laki gua, karena dia gak ngabarin gua sama sekali. Terus ya, kemaren gua coba chat. Eh cuma dibaca gak dibales sampai sekarang. Ya kesel gua. Trus gua niat kemaren mau kerja keras buat bisa lupain dia gitu. Mungkin karena gua niat kayak gitu, jadinya tanpa sadar gua juga ngelakuin yang kemaren udah gua niatin" jelas Milla panjang

Alda pun bingung harus merespon seperti apa. Yang pasti Alda terus berusaha agar Milla tidak menyiksa dirinya terus-terusan. Akhirnya Alda memberi waktu untuk Milla agar dia bisa menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Tetapi ia tetap terus memantau keadaan Milla.

Sekarang setelah selesai jam kantor, Alda mengajak Milla ke Mall untuk makan malam dan jalan-jalan sebentar. Itu cukup membantu meringankan beban pikiran Milla. Karena Milla bisa bebas bercerita dan bergurau dengan Alda.

Mereka pun saling bercerita untuk melepas stress. Terkadang Milla masih mencoba melihat ponselnya untuk memastikan apakah suaminya sudah membalas pesannya. Lalu Alda pun kembali menenangkan Milla.

Hari pun semakin larut, sudah banyak toko-toko yang mulai tutup. Jadi sekarang waktunya mereka pulang, sayangnya Alda tidak bisa menginap di Penthouse Milla.

****

-MILLA POV-

*Keesokan harinya.

Kemarin benar-benar membuatku lelah, aku benar-benar tidak sadar jika aku bekerja terlalu keras. Untunglah aku mempunyai sahabat rasa saudara seperti Alda. Dia berusaha keras untuk mengalihkan pikiranku dan berhasil. Sehingga aku sudah tidak begitu stress hari ini. Hari ini pun, pekerjaanku sudah tidak terlalu banyak, hingga aku bisa sedikit bersantai. Tetapi aku kembali kepikiran tentang mas Rio.

Aku mengambil ponselku dan kembali melihat ruang chatku bersamanya. Tetapi tetap saja, tidak ada balasan sama sekali. Rasanya aku ingin menangis saja. Sepertinya aku terlupakan. Aku hanyalah seorang istri yang seharusnya memang tidak ada di kehidupannya. Mungkin dia keluar negeri untuk melepaskan diri dariku. Mungkin juga perlakuan manisnya terakhir kali itu hanya tipu dayanya agar aku tidak curiga padanya.

Aku membenturkan kepalaku pelan ke meja. Aku hanya bisa menutup mata dan menyembunyikan wajahku agar tidak ada yang melihat wajahku ini.

Sebenarnya aku juga sudah mencoba menghubungi pak Wisnu karena dia ikut pergi bersama mas Rio. Tapi dia sama aja dengan mas Rio. Lalu aku mencoba untuk bertanya pada mbak Fenny yang tidak ikut pergi. Tetapi mbak Fenny bilang jika dia juga sedang tidak bisa menghubungi mas Rio maupun pak Wisnu. Aku tau semua itu bohong, sangat terlihat jelas jika dia sedang berbohong.

Sekarang aku hanya bisa menundukkan kepalaku di meja kerjaku. Aku tidak peduli lagi pada pekerjaanku yang tertinggal. Aku tidak peduli pada situasi ini. Aku sangat ingin menangis. Aku juga tidak tau kenapa aku sangat mudah menangis setelah menikah. Aku membencinya. Benar-benar membencinya.

Jika dia memang tidak suka padaku, seharusnya dia berterus terang. Dia tidak perlu berpura-pura mengikuti permintaanku. Dia tidak perlu menciumku hanya dengan alasan karena mama sudah tertawa. Dia tidak perlu menggodaku dan menciumku habis-habisan seperti itu. Dia tidak perlu berlagak ingin melakukan hubungan suami istri padaku. Dia seharusnya jujur. Aku membencinya. Tapi aku juga sangat merindukannya. Kenapa aku begitu mudah jatuh padanya?. Aku bukanlah orang yang mudah jatuh cinta. Tetapi kenapa harus padanya?. Apa aku harus meminta kejujurannya? Lalu bagaimana jika dia jujur dan mengatakan dia tidak menyukaiku sedikit pun, apa yang harus aku lakukan? Apakah kami akan berpisah begitu saja? Aaarrgggghhh pikiran ini membuat kepalaku terasa ingin pecah. Kepalaku sangat sakit sekarang.

Tetapi tiba-tiba saja, suasana di ruangan kerjaku menjadi hening seheningnya. Bahkan seperti tiba-tiba semua orang menghilang. Tidak ada suara sama sekali. Aku penasaran dengan situasi ini, tetapi kepalaku terasa sangat berat sehingga aku tidak mengangkat kepalaku.

Cukup lama situasi hening ini berlangsung, aku mendengar suara langkah kaki datang ke arahku. Aku merasa sangat takut sampai aku pun tidak berani menegakkan kepalaku. Aku berusaha terus menutup mata. Langkahnya terhenti tepat di belakangku. Siapa ini? Sepertinya aku akan dimarahi habis-habisan. Aku harus memikirkan alasan untuk membela diriku. Tapi apa ya?. Lalu aku merasakan tubuh orang ini mendekat padaku. Aku bisa mencium wangi parfume-nya.

Tunggu parfume ini, wanginya sangat familiar bagiku. Wanginya persis dengan wangi yang sangat aku rindukan. Tetapi aku tidak mau berharap banyak. Tapi bagaimana ini? Aku harus berbuat apa? Apa harus langsung melihatnya?

Aku mencoba membuka mataku secara perlahan. Dan ternyata dia adalah

MY FIRST AND LAST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang