BAB 11 [alhamdulillah]

103 42 5
                                    



"Rara? " Panggil Kolonel Fathur.

Kolonel Fathur beserta Letda Rayyan segera berdiri dan menghampiri Rara.

"Nak? Alhamdulillah. " Syukur Kolonel Fathur

"Lah anjir? Gue dimana? Kok bisa di infus gini. " Tanya nya spontan

"Zela, Ika tolong panggilkan dokter. Segera ya. " Gumam Letda Rayyan

"Baik Letda. " Tutur Ika, ia pun membuka pintu ruang rawat Rara, dan mencari dokter yang bertugas.

"Rara? Kok bisa nyungsep toh ra? " Tanya Letda Rayyan dengan nada candaan khas miliknya.

Kolonel Fathur pun menyenggol lengan bagian kiri Letda Rayyan.

"Bercanda ndan. " Ujarnya kemudian menyengir.

"Push up dulu sepuluh kali. " Titah Kolonel Fathur dengan wajah datar.

"Siap, laksanakan komandan. "

Dengan segera letda Rayyan mengambil posisi push up nya di lantai.

Kemudian letda Rayyan mulai berhitung dari satu sampai sepuluh.

"Satu... "

"Dua... "

"Tiga... "

"Empat... "

"Lima... "

"Enam... "

"Tujuh... "

"Delapan... "

Sembilan... "

Sepuluh.. "

Hitungnya.

"Berdiri. " Titah kolonel Fathur.

Letda Rayyan pun dengan segera bangkit dari posisi push up nya lalu mengucapkan

"Siap Terima kasih komandan" Ucap Letda Rayyan sembari membersihkan debu yang menempel di telapak tangannya.

"Urwell. " Jawab Kolonel Fathur.

Letda Rayyan pun langsung membelalakkan bola matanya setelah mendengar jawaban dari Kolonel Fathur.

'Mampus, kalah saya dengan komandan.' batin Letda Rayyan.

Sementara itu, Rara yang baru tersadar dari pingsannya dan masih senantiasa memperhatikan interaksi kedua nya pun tersadar.

"Oom kok bisa ada disini? Letda Rayyan juga? Ika sama Zela mana? Kok aku bisa di sini om? " Tanya Rara kepada pamannya.

Jika bersama keluarganya, Rara memang lebih sering menggunakan kata aku atau adek dari pada sebutan lo dan gue.

waktu untuk negara [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang