Chapter|05

7.3K 806 15
                                    

"Minum dulu.." Lir Keningar membuang muka, menyembunyikan tangannya yang tremor di balik saku. Menolak tawaran sebotol air mineral dari Harya, yang terpaksa laki-laki itu letakkan di atas meja.

"Kita harus segera melaporkan kejadian ini."

Terdengar decak lirih dari bibir Harya. "Melapor ya? Sepemahaman saya, Kyomi meminta pendampingan pengacara dari kamu karena gak mau urusan ini panjang, which is to say.. dia gak mau kalau sampai kejadian ini bocor ke keluarga. Apalagi media. Tapi kamu justru mau kita lapor?"

"Enam jam! Enam jam anak itu gak sadarkan diri! Kamu sadar kemungkinan terburuk yang bisa terjadi? Saya yang akan membujuk Kyomi, seperti yang kamu katakan barusan kalau dia meminta pendampingan pengacara dari saya. Saya tidak sedang meminta persetujuan. Saya cuma ingin memberitahukan agar pihakmu juga bersiap-siap" bukannya menjawab, Harya justru menatap lekat-lekat pada Lir Keningar yang berapi-api di hadapannya.

"Saya tidak yakin kalau Kyomi akan setuju. Penyalah-gunaan narkoba, keluarga Basuki tidak akan bisa mentolerir hal ini. Begitu pun dengan saya."

Lir Keningar menggigit bibir. Pelupuk matanya hampir basah saat mengingat isi perut yang dia keluarkan di toilet hingga ulu hatinya terasa perih. "Oke lupakan! Saya akan bicara sendiri dengan Kyomi. Saya lupa. Seharusnya saya tahu percuma bicara denganmu karena semua tentu berorientasi pada untung-rugi. Bahkan meskipun ada nyawa manusia yang sedang dipertaruhkan."

Lir Keningar berbalik cepat, meski Harus berhasil menyusul dan mencekal tangannya sebelum gadis itu membuka pintu. "Ayo berpikir rasional dengan kepala dingin, dokter sedang berusaha menyelamatkan anak itu" terdengar seperti menghardik, Harya menolak melepaskan Lir Keningar yang memberontak. Mengurung gadis pengacara itu pada tembok sekuat tenaga karena nyatanya Lir Keningar cukup punya kekuatan sebagai seorang perempuan.

"Saat kita menyia-nyiakan waktu berpikir, semuanya mungkin terlambat. Cepat lapor dan segera kita bawa anak itu ke UGD."

Lir Keningar masih memberontak, balas menghardik Harya. Saat memasang ancang-ancang untuk menendang kaki Harya karena kalah kuat adu tenaga, tapi kakinya lebih dulu diapit ketat di bawah sana.

"Harya.." kehadiran seorang perempuan dalam gaun seksi dalam keadaan setengah mabuk, serta rambut dan lipstiknya berantakan memaksa Harya melepaskan Lir Keningar. Berbalik, Lir Keningar mengusap-usap pergelangan tangannya yang memerah. Tiba-tiba merasa canggung, bagai merasa kepergok berduaan dengan seseorang yang tak seharusnya, untuk alasan apapun itu.

"Hmm.. Kamu beneran datang."

Lir Keningar sontak menjauh saat mendengar racauan perempuan itu disertai suara kecupan mesra di pipi Harya.

"Cut it out, Sherlina."

(Hentikan, Sherlina).

"Don't mess up with me, Harya!" hardikan Harya dibalas lebih keras oleh perempuan bernama Sherlina itu.

(Jangan macam-macam denganku/Jangan menganggap enteng diriku).

"It has really pissed me out¹. Kenapa kamu berlagak seolah cuma keluargaku yang membutuhkanmu, huh? Kamu tidak menghiraukanku sejak rencana pertunangan kita. Semalam aku sudah bilang akan datang pada sekretaris bodohmu itu, aku pikir kamu juga bakal datang. You arrogant ass²."

(Ini menyebalkan untukku¹).

(Dasar bajingan sombong²).

"Saya punya masalah lebih besar untuk diselesaikan sekarang, Sher."

Berusaha menjauhkan Sherlina yang masih kacau di bawah pengaruh narkoba, juga bau tak sedap dari banyaknya alkohol yang ditegaknya, Harya mencuri pandang sebentar pada Lir Keningar yang memunggunginya. "Don't screw up on this stupid issues, Har³. Anak itu? Tidak ada yang memaksanya minum. Dia meneguk sendiri gelas-gelas yang kami berikan karena butuh uang. Dia merangkak seperti anak anjing saat taruhan kita mencapai angka 50 juta. Sayang sekali kamu gak lihat itu, Har."

(Jangan pusing dengan masalah receh ini, Har³).

Tangan Lir Keningar semakin mengepal karena emosi, mendengar perkataan Sherlina yang diucapkan di sela-sela tawanya yang memuakkan. Lir Keningar merasa dia tak sanggup lagi mendengar ocehan sampah dari perempuan setengah sadar ini, menyayangkan empati Sherlina yang hampir bisa dikatakan nol. Entah apa yang lucu dari seorang laki-laki miskin yang sedang berjuang antara hidup dan mati? Cuma untuk kesenangan anak-anak orang kaya pecandu narkoba. Lir Keningar berbalik cepat menuju pintu balkon. Langkahnya memelan saat Kevin lebih dulu tampak berlari dari arah pintu. Degup jantung gadis itu mulai berpacu tak karuan, penuh harap agar Kevin tak membawa berita buruk. Jika tidak, Lir Keningar merasa dia akan membuat perhitungan dengan orang-orang ini.

"Puji Tuhan, anak itu sudah sadar. Ambulans akan segera tiba. Saya sudah memerintahkan pemindahannya ke rumah sakit."

Serempak, Lir Keningar dan Harya yang baru berhasil lepas dari pelukan Sherlina keluar dari balkon dan berlari menuju ruang anak itu mendapatkan perawatan. Disusul Kevin di belakang keduanya. Teriakan kesal Sherlina menggema di sepanjang lorong yang kosong. Umpatan demi umpatan pun lolos dari mulut perempuan yang mengaku sebagai calon tunangan Harya itu. Entah bagaimana nasib Sherlina di sana? Lir Keningar hanya berharap perempuan yang masih teler itu tak akan terjatuh dari atas balkon.

oooo

Menaiki jeep tua bapaknya, Lir Keningar keluar dari gerbang Rumah Sakit Pemulihan di daerah Bogor. Langit yang mendung, menandakan hujan hendak membasahi bumi. Cuaca yang memperkeruh pikiran Lir Keningar.

"Kak, saya menghidupi tiga adik saya. Saya tidak mau masalah ini panjang, saya cuma mau cepat kembali bekerja. Saya bersedia menerima kompensasi yang diberikan mbak Kyomi dan mas Harya. Uang ini besar sekali buat saya. Bisa untuk tabungan pendidikan adik-adik saya. Kalau mau mengejar keadilan seperti yang kakak bilang, butuh berapa tahun sidang di pengadilan? Walaupun ada yang bersedia mendampingi saya tanpa bayaran, tapi saya juga sangsi bisa menang melawan mbak Kyomi dan mas Harya. Belum lagi saya harus kehilangan pekerjaan, juga terancam terjerat hukum karena saya memang mengonsumsi narkoba tanpa paksaan. Saya khilaf, karena saya dibutakan uang. Saya juga diterima bekerja di resort setelah lama menganggur karena phk, kak. Jadi pekerjaan ini satu-satunya harapan saya dan adik-adik saya yang masih kecil."

Apakah hukum selalu menciptakan keadilan? In a way, but in other way, not. Jika membicarakan keadilan, staf resort ini selayaknya menuntut orang-orang di pesta ultah Kyomi. Mereka hampir menghilangkan nyawanya, menghilangkan nyawa seorang kakak laki-laki yang menghidupi tiga adiknya. Artinya mereka mengancam nyawa empat orang sekaligus. Namun bagi staf resort itu, menuntut keadilan di persidangan justru bukan suatu keadilan. Sebab dia tahu, ada banyak hal yang akan dia pertaruhkan. Baginya, uang sekian ratus juta itu lah keadilan. Sepadan dengan nyawanya. Inilah fakta hukum dan keadilan. Pilihan yang terakhir, tentu melukai obligasi moral Lir Keningar baik sebagai manusia maupun sebagai pengacara. Namun memang hukum dan dunia ini, tidaklah adil. Tuhan lah satu-satunya yang memiliki keadilan absolut.

Bunyi dering ponsel yang cukup keras, menginterupsi pikiran Lir Keningar yang mengembara kembali ke Rumah Sakit Pemulihan di daerah Bogor itu. Ditolehnya benda pipih itu di holder, nama Kyomi tertera di layar. Mengulurkan tangan, Lir Keningar menekan tombol hijau.

"Iya, Kyo."

"Ly, thanks ya. Kapan-kapan kita bisa meet up, mungkin buat sekedar lunch bareng gitu. Aku tahu, aku tahu. You don't like to socialize unless it for work. Tapi sekali aja, Ly. Aku cuma pengen ngucapin terima kasih dengan mentraktir makan. Oke, Lily. See you, ya."

Right Person, Wrong Time.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang