Harya duduk tenang, menatap Sherlina yang sedang meneguk wine langsung dari botolnya. Mengundang Harya ke condo-nya, berdalih ada hal penting untuk di bicarakan. Sherlina mengerling, menunjuk gelas berisi wine diatas meja. "Minum, Har. Kita gak bisa bicara serius tanpa bantuan alkohol."
Harya mengibaskan tangan. "Tidak, terima kasih. Saya tidak biasa menerima tawaran dan percaya dengan mudah pada orang lain. Katakan saja keperluanmu." Sherlina mendengkus kesal, masih berusaha menahan diri. Dia meletakkan botol wine, sedikit kasar ke atas meja. Sherlina lalu berdiri, berjalan mendekat pada Harya dengan gerak tubuh yang sangat tidak alami di mata Harya. Duduk di sebelah laki-laki itu dengan lipstik merah yang sangat cocok di bibirnya. Dress bodycon yang malam ini dia kenakan membungkus tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan aset-aset femininitas paling menarik dari tubuhnya. Kakinya yang jenjang, dadanya yang penuh, dan pinggangnya yang ramping.
"Aku mau kita lebih dekat dari sekarang, saling mengenal satu sama lain. Kita akan menjadi pasangan, Har."
Harya menggeser duduknya, tak nyaman dengan sikap Sherlina.
"Sher."
"Iya, Harya."
"You're beautiful. But I am not sexually or emotionally attracted to you. In case, yang sedang kamu lakukan sekarang adalah menggoda saya."
(Kamu cantik. Namun saya tidak tertarik padamu).
Sherlina mencakar permukaan sofa dengan kuku-kuku panjangnya, hingga menimbulkan bunyi yang mengganggu di telinga. Mukanya merah karena amarah, bola matanya melebar. Tentu saja ucapan Harya menyakiti egonya.
"Begitu, ya" bibir gadis itu menyungging sebelah. "Kamu pikir saya tidak tahu ya, Har. Perempuan yang ada di otak kamu.
Harya balik mengulas senyum. "Bagus kalau kamu sudah tahu. Saya juga tidak berniat menyembunyikan apapun. Itu artinya kamu tahu konsekuensi dari pernikahan kita. Terima dan lakukan peranmu dengan baik dan jangan berharap apapun dari saya."
"Aku bisa melukai perempuan itu, Harya. Untuk mengganggumu."
Sherlina tertawa.
"Try me, Sher. If you lay a finger on her, I swear I'll make you suffer in ways you can't even imagine. Saya yakin kamu tahu setiap hal ada konsekuensinya" Harya balik tertawa, terlebih melihat Sherlina mengertakkan giginya geram.
(Lakukan saja, Sher. Tapi seandainya kamu menyakitinya seujung kuku saja, saya bersumpah akan membuatmu menderita dengan cara yang tidak akan pernah bisa kamu bayangkan).
Sherlina menegakkan tubuh, menyilangkan kedua kakinya.
"Jangan kamu pikir aku akan mundur, Har."
Harya berdiri, mengancingkan jasnya.
"Kamu bisa lari kalau takut, Sherlina. If not, then welcome to hell."
(Jika tidak, selamat datang di neraka).
Harya masih bisa mendengar pekik teriakan Sherlina dan suara botol wine yang beradu dengan lantai sebelum menutup pintu condo. Setelah menikah, dia dan Sherlina harus tinggal jauh dari kedua orang tuanya demi menjaga kesehatan jantung mereka. Karena Sherlina sangat menyukai kekerasan.
-Right Person, Wrong Time-
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Person, Wrong Time.
RomanceThe crossing of path between two who may not end up together. Right Person, Wrong Time. *Disclaimer: Setiap karakter dalam cerita ini fiktif, tidak mengacu maupun terinspirasi dari tokoh manapun. Latar belakang budaya-sosial Pura Mangkunegaran atau...