Chapter|10

6.3K 787 13
                                    

Lir Keningar segera beberes, menjulurkan kepala agar bisa melihat ke luar jendela kantornya. Harya Anindito Rupadi, sudah berdiri dan menyandar pada BMW hitam di bawah sana. Tak lupa mematikan komputer dan pamit pada pak Ronan di lantai atas yang masih sibuk membaca berkas perkara.

Harya, masih bersedekap. Menghitung langkah-langkah Lir Keningar dari depan firma kecil itu, menuju padanya. Meski kejadian selanjutnya sontak menghapus lipatan mata Harya yang tercipta karena banyak tersenyum saat menunggu Lir Keningar. Tak pernah terbayangkan, Harya harus menyaksikan kejadian ini tepat di depan matanya sendiri. Saat tiba-tiba dua orang laki-laki turun dari motor, dan melempari kaca kantor dengan batu-batu besar. Sedangkan Lir Keningar masih berdiri tak jauh dari sana. Gadis pengacara itu serta merta melindungi kepala dan wajahnya dengan kedua tangan dan tas kerjanya. Berjongkok gemetar karena syok.

Harya berlari, meski kepalanya berdenyut keras karena shock. Diotaknya hanya terpikir, untuk meraih Lir Keningar secepat mungkin sebelum ada pecahan kaca melukai gadis itu. Dua pelaku itu membabi-buta, melemparkan batu-batu besar tanpa ampun dengan sumpah serapah lolos dari mulut mereka. Mereka berhenti dan buru-buru naik ke atas motor, saat kegaduhan mengundang orang-orang di sekitaran area perkantoran dan ruko. "Lily.." membawa Lir Keningar yang gemetar ke dalam pelukan, Harya masih bisa membaca plat motor yang entah asli ataukah palsu itu dan ciri-ciri keduanya. Kepala Harya serasa mendidih, tangannya terkepal kuat-kuat. Baru kali ini, Harya merasa ingin membunuh seseorang.

"Mbak Lily."

Seruan Ronan datang di antara orang-orang yang ikut menyaksikan kejadian. Pemilik firma itu tak kalah syok saat menyaksikan kekacauan kantornya dan keadaan Lir Keningar, partner junior-nya yang tampak begitu terpukul. Harya berdiri, dengan mudahnya membopong Lir Keningar saat gadis itu masih kehilangan kata-kata. "Saya akan mengirim orang ke sini untuk membantu anda setelah mengantar Lily ke rumah sakit" tak menunggu tanggapan Ronan, Harya berbalik cepat menuju mobil. Percakapan orang-orang di belakang, yang turut menjadi saksi kejadian bersahut-sahutan. Orang-orang menceritakan kejadian, dengan versinya masing-masing pada Ronan. Pemilik firma yang malam ini diteror dua orang pelaku tak dikenal.

oooo

"Cek CCTV di pertokoan di setiap jalan yang mungkin mereka lewati. Saya tidak mau tahu, temukan mereka malam ini kecuali kalian semua mau kehilangan pekerjaan."

Harya menutup panggilan telpon sewaktu melihat Lir Keningar keluar dari ruangan dokter. Dahi dan punggung tangannya yang terluka sudah dibalut perban penutup luka. Gadis pengacara itu berjalan keluar tanpa bicara, sudah jauh lebih tenang tapi Harya merasa pikirannya belum jernih.

"Saya antar pulang."

Lir Keningar patuh saja saat Harya menuntunnya kembali ke dalam mobil.

"Istirahat malam ini, jangan memikirkan apapun. Kejadian tadi sudah dilaporkan pada polisi, dan orang-orang saya sedang mencari pelakunya."

"Jangan melakukan apapun."

"Bagaimana?"

Harya memelankan laju kendaraan, ingin memastikan dia tak salah dengar.

"Kami akan menyelesaikan masalah ini secara internal."

"They could fatally hurt you, dan kamu mau saya diam saja?"

(Mereka bisa saja melukaimu lebih parah dari ini).

Harya melirik Lir Keningar yang memejamkan mata, menyandar frustasi pada jok mobil. "Karena aku rasa melaporkan teror tadi akan berujung sia-sia" kali ini Harya benar-benar menghentikan laju mobilnya, berbelok pada halaman hotel milik keluarganya yang kebetulan dia lewati. "Do you know who the culprit is? Apa akhir-akhir ini kamu memang mendapat ancaman?" Harya memberi isyarat pada petugas keamanan hotel yang hendak menghampiri mobilnya, meminta agar tak diganggu. Harya butuh bicara serius dengan Lir Keningar.

(Kamu tahu siapa pelakunya?)

Lir Keningar mengangguk lemah. "Klien kami korban pemerkosaan, tergugat anak pejabat kepolisian."

"Bajingan" Harya meninju roda kemudi.

"Kamu pikir teror satu-satunya ancaman? Bukannya hal semacam ini lumrah di lingkungan sosial kalian? Sudah lupa, kasus pelayan resortmu? Kamu juga ngancam dia kan? Makanya dia menerima uang dan melupakan kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Teror bukan satu-satunya ancaman. Bicara baik-baik, menyodorkan sejumlah besar uang yang tidak mungkin bisa dia tolak, memaparkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi padanya, mendorong seseorang putus asa dengan hukum dan pengadilan juga termasuk ancaman, pak Harya. I'd be very likely to say that you are as down cold as them."

(Bisa aku katakan kalau kamu tidak berbeda/sama mampu dalam hal mengancam seperti halnya mereka).

Harya menyandarkan puncak kepalanya pada jok mobil, sedikit menyerong ke arah kursi penumpang. Lir Keningar menatap ke depan, air mukanya dingin. Membahas masalah lama tentang kejadian yang hampir merenggut nyawa salah satu staf resortnya. "Kamu dan kritikmu itu" keluhnya lirih, tawa gamang turut menyeruak keluar. "I did my best to protect my people, Lir Keningar¹. Yasa, keluarganya penguasa perbankan di Indonesia. Mereka tidak akan memaafkan siapapun yang melukai citra keluarga yang mereka bangun berdekade lamanya. Kyomi, dia mungkin gadis manis tapi tidak dengan keluarga Basuki. Bisnis keluarga mereka di pendidikan dan yayasan sosial, yang mereka jual reputasi. Kamu pikir anak itu akan baik-baik saja setelah menyenggol nama baik keluarga Basuki? Kamu mengkritik saya seolah saya seorang bisa merubah sistem para oligarki dan konglomerat yang sudah mengakar kuat bahkan sebelum saya lahir. I am one of them. That's how I am always being taught². Saya berhenti melawan arus saat saya berkali-kali menemukan kalau bersikap sok pahlawan justru membuat saya kehilangan yang ingin saya lindungi."

(Aku melakukan hal terbaik untuk melindungi orang-orangku¹).

(Saya salah satu dari mereka. Seperti itulah selama ini saya diajarkan²).

"Saya memang suka kamu. But don't judge me unless you've walked in my shoes, Lily."

(Tapi jangan menilai saya kecuali kamu pernah menjadi saya/melewati apa yang pernah saya lewati).

"Okay, I did you wrong. I bet you are sick of me. Sekarang buka pintu, aku mau pulang sendiri" Harya membalas tatapan mata Lir Keningar, bergeming atas permintaan itu.

(Aku berbuat hal buruk kepadamu. Aku yakin kamu muak padaku).

"Why, after everything you have spoken ill of me, I still like you? Am I crazy?" Harya kembali tertawa gamang, bicara dengan dirinya sendiri. Lir Keningar terdiam, kembali menatap ke depan. "Walaupun kamu muak berdua dengan saya, saya tidak akan membiarkan kamu pulang sendiri saat para bajingan itu masih bebas di luar. Don't even think about it!" Harya kembali menghidupkan mesin mobil, memutar kemudi keluar dari halaman depan hotel. Satu-satunya hal yang laki-laki itu lakukan hanya membalas sapaan para petugas keamanan hotel, seterusnya diam hingga tiba di depan kediaman Jenderal Wilalung. Itu terakhir kalinya Lir Keningar bertemu dengan Harya, mereka putus kontak selama beberapa bulan kemudian. Bahkan janji makan malam bersama mereka yang kedua belum terlaksana. Bertengkar saat mereka saja tak terikat hubungan apapun. Pertengkaran itu ajeg, tanpa satu sama lain berusaha menghubungi lebih dulu.

(Kenapa, setelah semua hal buruk yang kamu katakan tentang saya, saya masih suka kamu. Apa saya gila?)

Right Person, Wrong Time.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang