Chapter|01

13.9K 962 43
                                    

Lir Keningar mengedarkan pandang pada pemandangan kota, duduk di ruang kantor direktur Powerhouse International sedikit tidak tenang. Keningnya berkerut saat pintu membuka dari luar, bukan direktur yang menggugat kliennya yang muncul tapi justru sajian makan siang yang didorong dalam trolly. Lir Keningar berusaha agar tak menelan ludah, meski perutnya yang belum terisi mulai bereaksi melihat makanan. Gadis itu mengalihkan perhatian pada berkas, mengibaskan poni rambut keritingnya yang dipotong shaggy. Saat sekretaris si direktur mengatur sajian makan siang di atas meja.

Lir Keningar sontak berdiri saat sekretaris si direktur menunduk hormat pada laki-laki yang baru saja masuk. "Saya Lir Keningar, pengacara bapak Darwis Nasutio....on" kalimat perkenalan dirinya berjeda saat laki-laki dalam balutan kemeja beige dan celana jeans itu berdiri di depannya. Otak Lir Keningar sontak memutar memori. Dia salah satu dari tiga laki-laki yang membersamai Kyomi Tjahja Basuki di pengadilan beberapa hari yang lalu. "Saya Harya" Lir Keningar kembali fokus saat merasakan tangannya yang terulur dijabat oleh Harya.

"Bisa kita bicara sambil makan siang? Waktu saya tidak banyak."

Lir Keningar mempersilahkan lewat isyarat. Ikut duduk saat Harya, penggugat kliennya itu menarik kursi dan duduk. "Klien saya keberatan dengan gugatan anda kepadanya karena anda berdua sedang berolahraga seperti bias..a" Lir Keningar sekali lagi harus menjeda ucapannya, sebab si penggugat berseru lirih saat hendak melahab sepotong daging. Sudut bibirnya jelas terluka karena perkelahian dengan klien Lir Keningar, sebagaimana klaim si penggugat. Aroma makanan lezat yang terendus indra penciumannya ikut mengganggu konsentrasi Lir Keningar. "Kenapa tidak makan? Mau menu lain? Tidak cocok sama steak?"

Lir Keningar urung membalik berkas yang baru dibukanya. "Bagaimana?" gadis pengacara itu semakin bingung. Tidak hanya sajian makan siang, ketidak-hadiran pengacara dari pihak si penggugat semakin membingungkan. Hari ini Lir Keningar sibuk dengan dua jadwal sidang hingga tak sempat sarapan, lalu pihak penggugat kliennya tiba-tiba meminta bertemu di jam makan siang. Setelah Lir Keningar tiba di kantor Powerhouse International, yang dia temui justru laki-laki yang mengaku super sibuk tapi lebih memilih membicarakan bukan tuntutan tapi menu makan siang. "Tidak, terima kasih pak. Saya masih kenyang."

"Mas."

"Iya?" Lir Keningar bahkan harus mengecek sekali lagi pendengarannya.

"Mas. Panggil saya mas, bapak terlalu terdengar tua."

Kini, tak hanya Lir Keningar tapi sekretaris Harya Anindito Rupadi ikut menajamkan pendengaran. Lir Keningar yakin, perempuan berambut hitam yang berdiri di belakang kursi sedang mengira-ngira makanan apa yang dimakan bosnya ini pagi tadi hingga Harya mulai melantur tak jelas.

"Makan siang dulu, kalau tidak suka steak biar Stefanie pesankan menu yang lain. Setelah itu, kamu bisa membicarakan gugatan saya buat Darwin dengan lawyer saya. Kevin sudah di jalan kan?" perempuan bernama Stefanie, si sekretaris memeriksa jam tangannya. "Seharusnya sebentar lagi sampai, p..pak" dia pun mulai kagok untuk mengucapkan sapaan yang diklaim terdengar tua oleh Harya. Padahal tiga tahun sudah dia memanggil si direktur Powerhouse International dengan kata yang sama.

"Ah, sebagai catatan. Saya tidak main-main. Darwis bisa saya tuntut lebih dari pasal 184 KUHP. Dia mencederai muka saya, dan muka saya ini sama halnya dengan muka Powerhouse International. Artinya sama saja dia mencederai Powerhouse International."

Lir Keningar yang merapikan berkas-berkas ke dalam tas kerjanya, mau tak mau berhenti. Gadis pengacara itu mengedarkan pandangan pada Stefanie yang dengan cepat membuang muka. Dia sedang tak salah dengar, bukan? Mengapa gesekan kecil antar kawan dapat berubah menjadi perkara besar begini? Darwis Nasution, kliennya berkata ini hanya kesalahpahaman antara dirinya dan Harya, si penggugat. Ini hanya akan berakhir lewat perjanjian damai, akuhnya.

Mengapa pula Harya bersikeras agar dia makan? Apa jangan-jangan laki-laki ini menaruh sesuatu di dalam makanan? Apa dia akan mengecil setelah melahab steak yang tampak menggiurkan ini? Lir Keningar mulai waspada. Harya, dia lebih banyak menatap padanya dari pada bicara sejak tadi. Apakah ada yang aneh dari penampilannya hari ini? Ataukah rambut keriting sepanjang bahu ini terlihat konyol? Setahu Lir Keningar, banyak orang mengatakan rambut keritingnya cantik dan sedikit retro. Tentu, dia mewarisi rambut ini dari nenek buyutnya. Kakek buyutnya, adalah cogil pada masanya. Menolak para gadis bangsawan Jawa yang hafal Serat Centini, dan justru menikahi janda cantik keturunan kompeni. Kakek buyutnya cuma menikah satu kali sepanjang hayat, meski praktik memiliki selir pada masa itu sesuatu yang wajar.

"Jadi gimana? Mau pesan menu lain?" oke, Lir Keningar merasa dia tidak akan keluar dari ruangan laki-laki made in Surabaya ini jika tidak mau menyantap makan siang. "Tidak, tidak usah pak. Ini cukup."

"Mmm.." Lir Keningar tak sengaja bergumam lirih. Kedua matanya otomatis menutup saat sesuap daging yang juicy dan dibumbui dengan baik melumer di mulut. Dia menggigit bibir malu, rasa lapar dan kualitas daging yang baik, penyajian yang menggugah selera, saus dan mashed potatoes yang creamy mau tak mau semakin menggugah selera. Untungnya Harya tak menyadari hal itu. Saat Lir Keningar membuka mata, laki-laki itu sedang memeriksa ponselnya. Namun sayang sungguh sayang, pintu diketuk dari luar tepat saat Lir Keningar memotong kembali steak di piringnya yang masih utuh.

"Hai, Kev. Makan dulu!" oke, Lir Keningar diam-diam bersorak dalam hati. Sebab dia butuh energi untuk bicara dengan pengacara bernama Kevin yang baru datang. Saat Stefanie selesai mengatur alat makan Kevin setelah mereka bertukar kartu nama, Lir Keningar pun melanjutkan makan siangnya. Well, meski Lir Keningar harus mengakui bahwa makan siang ini tak jauh lebih kikuk dari pada royal dinner yang pernah dia hadiri bersama kedua orang tuanya di acara perayaan kelahiran Pura Mangkunegaran yang ke-266. Bagaimana tidak? Dia sedang makan siang dengan dua orang laki-laki yang baru dikenalnya, mereka tak jauh lebih asing dari pada keluarga ibunya dari Solo. Namun rasa lapar mengalahkan segalanya.

oooo

"Ada baiknya kita membicarakan perjanjian damai langsung di hadapan Harya dan Darwis. Harya ini orangnya pemaaf, kalau Darwis mau dengan tulus meminta maaf. Saya rasa tidak ada alasan Harya melanjutkan gugatan. Sebaiknya anda membujuk klien anda agar mau meminta maaf pada klien saya" Lir Keningar menjeda langkahnya, hingga Kevin beberapa langkah di depan sana. "Artinya klien saya harus mengakui pula bahwa yang terjadi hari itu perkelahian, bukan sparring atau olahraga seperti biasa. Benar?" Lir Keningar mempercepat langkah hingga sejajar dengan Kevin. "Sebaiknya begitu. Harya tidak akan terluka jika itu cuma olahraga."

"Logikanya, mereka melakukan olahraga berat, terluka sedikit hal yang wajar."

Kevin mengerem langkahnya seketika saat Lir Keningar mengucapkan terluka sedikit, hingga mereka hampir bertubrukan.

"Luka kecil yang berimbas sangat besar, karena Harya ada wawancara dan pemotretan dengan Forbes pagi setelahnya. Sayang sekali! Jadi, kita bertemu lagi setelah klien anda bersedia meminta maaf dengan tulus dan mengakui kelalaiannya. Bagaimana?" Lir Keningar menghela nafas berat. Berdiri di lobby Powerhouse International dengan menimbang-nimbang, haruskah dia mengembalikan komisi besar yang ditransfer Darwis Nasution padanya?

"Saya anggap anda setuju!"

Kevin, pengacara dari firma hukum terkenal ini menjabat tangan Lir Keningar. Senyuman terukir di bibirnya yang tipis.

Right Person, Wrong Time.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang