~ 47. Posesif ~

396 17 9
                                    

Kedua sejoli, Verren dan Aizha sampai di Sma Batavia. Tentunya sudah menjadi rutinitas Verren untuk mengantar istrinya terlebih dahulu yang berbeda sekolah dengan dirinya.

Sebelum sampai mereka sempat bertemu dengan ketiga kunyuk yakni Gerald dan kawan kawan. Untung saja Verren berhasil sampai duluan mendahului mereka yang heboh di tengah tengah padat lampu merah meneriaki pasutri itu.

Sesaat Aizha turun dari motor Verren dengan cekatan membantu gadis itu melepas pengait helm yang dikenakan lalu memperbaiki rambut Aizha yang sedikit acak acakan.

"Roknya dibenerin Aizha" tutur Verren lembut melihat rok itu sedikit tersingkap.

Buru buru Aizha yang mendengarnya memperbaiki letak yang tersingkap tersebut. Yang memperlihatkan paha mulus paha mulus gadis itu. Untung saja pekarangan sekolah belum ramai.

"Kok bisa sependek itu?" tanya Verren sedikit tak terima.

Apakah Aizha yang bertambah tinggi atau Verren yang baru menyadari kalau rok seragam Aizha hanya sebatas atas lulut saja?

"Pendek gimana? Emang gini kok" balas Aizha.

"Turunin dikit" titah Verren.

Baru saja Aizha hendak membantah namun tertahan melihat tatapan Verren berubah datar membuat Aizha langsung menurut tanpa suara.

"Lagi!"

"Yang ada melorot, Verren" kesal Aizha.

Benar juga.

Mau tak mau Verren mengalah pasrah. Jangan. salahkan sifatnya yang tiba-tiba posesif seperti ini. Siapa yang rela melihat tubuh istrinya terekspos seperti itu yang bisa saja menjadi bahan dari mata para buaya di luar sana. Salahkan saja sekolah itu yang memberi para siswi seragam kurang bahan.

Brum!

Sebuah motor baru saja sampai mengalihkan atensi pasutri tersebut. Pengendara tersebut tak lain adalah Diksa dan Abel. Biasanya sih mereka bertiga dengan Aizha. Tapi mengingat Aizha yang telah menikah perlahan kebiasaan aneh mereka itu hilang. Bisa ngamuk Verren kalau melihat Aizha digonceng oleh pria lain.

Diksa yang melihat kehadiran pasutri tersebut refleks mendekati mereka tak lupa menarik tangan Abel menyuruhnya ikut bergabung meski  hanya ingin sekedar menyapa biasa. Tidak tahu saja Diksa apa yang terjadi di antara mereka bertiga akhir-akhir ini.

"Adem banget gue liat kalian" sapa Diksa sekedar basa basi.

Aizha melempar senyum pada keduanya yang hanya dibalas oleh Diksa karena Abel tiba-tiba saja menunduk malu. Terutama melihat kehadiran Verren juga.

"Verren kan? Gue udah denger banyak tentang lo dari Aizha" Diksa mencoba mencairkan suasana.

Namun bukannya cair justru semakin terasa canggungnya. Apalagi Verren yang sama sekali tak menggubris ucapan itu dan yang Aizha hanya menyimak. Abel pula masih tetap menunduk. Sebenarnya ada apa dengan suasana ini? pikir Diksa.

"Verren" sahut Abel tiba tiba.

"Gue min--

"WOI JORAYSEN NIDAY CEPETAN TOLOL!!!"

"LO JUGA SATRIA LEMOT"

Perkataan Abel terhenti mendengar kehebohan itu. Terlihat dari ujung jalan tiga orang pemuda berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka. Dua diantaranya memegang beberapa mangga ketiga pemuda itu adalah Gerald Satria dan Jora. Entah masalah apalagi yang mereka perbuat pagi ini.

Mereka bertiga berhenti tepat di sebelah Verren sesekali berbalik seperti mengecek situasi dengan nafas mereka yang terengah-engah.

"Napa lo?" tanya Diksa.

Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang