~ Part 17 ~

419 18 0
                                    

Air wajah Aizha berubah seketika mendengar ucapan santai dari bu Dian selaku kepala sekolah dari Sma Batavia yang sekaligus ibu kandung dari Lauren. Bagaimana tidak? Hanya karena kejadian tadi yang bahkan pelakunya belum pasti. Dengan sekenanya bu Dian mengatakan akan mencabut beasiswa milik Aizha yang otomatis bisa saja membuatnya tak bersekolah. Ia belum mampu sekolah melalui jalur mandiri seperti siswa pada umumnya.

"Bu gak usah bercanda. Gada yang tau pasti pelakunya. Saya ini dijebak" Bu dian memutar bola matanya dibalik kacamata mengkilap nya.

"Kalau memang kamu dijebak. Kamu pasti tau siapa saja yang masuk ke dalam kelas waktu itu"

"Saya ketiduran bu" Aizha berusaha memelas untuk meluluhkan hati kepsek matre itu.

Bu dian lagi lagi menatapnya malas mendengar alasan gadis itu yang terdengar seperti bualan semata.

"Saya gak mau tau! Sebelum kamu memenuhi syarat yang ada di sekolah ini. Jangan harap kamu bisa menginjakkan kaki kamu lagi disini" tegas bu Dian

"Tapi bu... Ini gak adil saya gak mencuri apa apa. Saya berani sumpah! Bahkan siswa lain yang memang sudah terbukti mencuri. Hukumannya hanya diskorsing beberapa hari aja!" Protesnya tak terima.

Bu dian sontak menggebrak meja kebesarannya membuat Aizha langsung menunduk takut.

"Kamu pikir siswa lain dengan siswa beasiswa seperti kamu bisa disamain?! Nggak usah terlalu berharap kamu!"

Aizha semakin menunduk dalam, meremat kuat roknya hingga kusut. Ucapan bu dian benar benar sedang merendahkan status keluarga nya.

"Lagian sudah banyak laporan buruk tentang kamu. Dari mulai para wali siswa dan siswa lainnya sendiri mengenai tak nyamannya mereka karena kehadiran kamu. Ditambah lagi skandal tentang Ayahmu itu"

"Dan jangan lupakan kamu selalu berbuat kasar pada Lauren"

Kali ini dia terkekeh lalu mengangkat pandangannya cepat.

" Jadi selama ini jika Lauren menampar saya itu bukan kekerasan? Atau mungkin.. Kekerasan yang dimaklumi karena anak dari kepsek sekolah ini" ucapnya sedikit menjeda beralih meremehkan wanita itu.

"Jaga ucapan kamu Aizha!"

"Gak semua kok benci sama saya. Buktinya saja saya masih punya teman" sergahnya cepat mengindahkan ucapan dan raut wajah Bu Dian yang semakin memerah karena marah.

"Ibu ngomong kayak gini karena anak ibu benci sama saya! Hh sebenarnya keluarga yang hina di sini siapa?" Aizha mengeluarkan smirknya.

"Keluarga saya. Atau keluarga ibu hm?"

Brak!

"KELUAR KAMU DARI RUANGAN SAYA AIZHA!!"

*****

Disisi lain. Diantara kekhusyuan siswa yang sedang belajar, seorang pemuda dengan jaket hitam yang tak pernah lepas dari tubuhnya. Duduk dipaling pojok, terus menatap layar hitam ponselnya. Menunggu chat atau panggilan seseorang yang tak pernah luput sekalipun dari memberi kabar untuknya tentang istrinya yang berbeda sekolah dengannya. Entah sejak kapan ia mulai memikirkan gadis itu bahkan menunggu kabar dari Heaven.

Getaran dari ponselnya membuat helaan nafas lega dari Verren keluar terlebih lagi melihat nama kontak dari panggilan itu yakni "Heaven". Sebelum ia mengangkat panggilan itu terlebih dahulu ia memastikan sekitarnya lalu menekan icon hijau yang tertera disana hingga panggilan itu beralih keperangkat headsetnya agar tak ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Hm?" Ia berdehem pelan, takut takut kedapatan oleh wali kelasnya yang tengah menjelaskan di depan.

"...Aizha Verr.." Dari nada suara Heaven sudah bisa ditebak pemuda itu sedang panik.

Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang