~ Part 12 ~

405 20 2
                                    

Niatnya setelah pulang sekolah seperti biasa Aizha akan mandi. Namun niat itu ter urungkan ketika tak mendapati satu pasang pun bajunya di dalam lemari. Padahal seingat nya kemarin ia telah melipatnya rapi.

Cukup lelah ia mencarinya. Gadis itu hendak mencari Verren. Siapa tahu pemuda itu tahu di mana baju-bajunya berada?

Baru selangkah ia memasuki perkarangan belakang apart-nya. Matanya membola tak percaya apa yang baru saja ia lihat sekarang. Seorang pemuda berdiri tanpa ekspresi di depan kobaran api yang menyala. Menatap datar baju baju yang ia cari tadi mengenaskan didalam kobaran api tersebut.

"Lo gila hah?! Itu baju gue! " bentak Aizha berusaha mengambil baju-bajunya yang ada di dalam api tersebut.

Namun apalah daya kobaran api tersebut terlalu besar dan telah melalap semua bajunya. Ia menatap marah si pelaku yang hanya dibalas tatapan dingin oleh Verren.

"NGAPAIN LO BAKAR HAH? JAWAB! GAGU LO?!" Marahnya tak tertahan.

"Tau kan siapa yang punya?ngapain naruh di lemari gue?" Balas Verren dingin.

" Lah terus gue harus naruh di mana? Kloset? Nggak usah pura-pura bego lo tentang hubungan kita. Sekarang gue tinggal di sini dan itu keputusan lo juga!"

" Ayah lo yang nyerahin lo ke gue kalo lo lupa. So, sekarang hidup lo ditangan gue!"

"SIALAN! INI HIDUP GUE GUE YANG ATUR!"

Rahang Verren mengeras mendengar Aizha yang tak henti-hentinya membentaknya membuat emosi pemuda itu mendidih. Dan tanpa perasaan ia mencengkeram lengan gadis itu. Menariknya kasar hingga jarak tubuh keduanya tersisa beberapa senti saja.

Gadis itu meringis pelan pasalnya tangan Verren yang mencengkeramnya tepat di bagian luka melepuh tadi hingga membuat luka yang hampir mengering kembali lecet.

"Berhenti. Ngebentak. Gue!" Tekannya semakin mengeratkan cengkramannya.

"A-aww lepas Ver sakit..." ringis Aizha.

"Denger baik baik! Tentang hubungan kita ini. Gausah berharap lebih" bisiknya tajam

"Karena sekalipun lo mati... Gue. Gak. Peduli!"

Ia melepas kasar tangan Aizha kasar kemudian berlalu dari gadis itu yang mematung ditempat nya.

Aizha menatap benci pintu kamar Verren yang baru saja ditutup kasar hingga membuat bunyi gaduh. Kemudian beralih senduh pada baju bajunya yang hangus. Ternyata ini lebih buruk dari yang ia pikirkan.

*****

Semalam gadis itu memilih tidur di sofa. Miris sekali padahal ada banyak kamar yang tak berpenghuni. Hanya saja semua kunci kamar tersebut ada ditangan Verren. Tak mungkin ia menemuinya yang notabenya ini dalam masa perang dingin.

Ia melangkah ke dapur menyiapkan sarapan yang sudah menjadi bagian rutinitasnya setiap pagi semenjak ia menikah. Selesai berkutat dengan bumbu dapur. Ia meletakkan dua piring berisikan nasi goreng di atas meja. Satu untuknya dan satu lagi untuk Verren. Sekalipun ia benci pada pemuda itu Ia tetap ingat kewajibannya sebagai istri. Kalaupun Verren tidak memakannya, terserah. Lagipula semua bahan-bahan di dalam kulkas Verren yang membelinya. So? Kalau enggak makan dia juga yang rugi.

Gadis itu telah lengkap dengan seragam sekolahnya. Untung saja semua buku-buku dan seragam miliknya masih ada di dalam koper hingga tak ikut dibakar oleh Verren.

Langkahnya terhenti didepan kamar pemuda itu. Sedikit menghela sebelum mengetuk pintunya. Niatnya hanya ingin membangunkan pemuda itu. Bahkan ia pun bertanya pada dirinya sendiri kenapa dia harus peduli pada pemuda itu?

Titik AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang