Chapter 55. Apologize

85 3 0
                                    

"Kau sudah kalah. Jangan mencoba sesuatu yang mustahil! Jika tidak ingin lehermu tergorok sia-sia!" Reona memposisikan pedangnya tepat didepan leher pangeran mahkota setelah itu dia mendongak keatas.

"Aku tau kau ada disana, Delphine!" teriaknya. Beberapa orang yang ada diatas sana saling menatap satu sama lain.

"Menyerah saja! Kau sudah terpojok. Apapun yang kau lakukan tidak akan berguna," ucapnya lagi.

Tidak lama kemudian, sosok berjubah coklat yang sedari tadi bersembunyi dibalik pilar yang ada dilantai atas menampakkan dirinya. Sosok itu berlari kearah Melidas lalu menendang tongkatnya, membuatnya jatuh terduduk dengan posisi kedua lututnya sebagai tumpuan. Semua orang terkejut setelah sosok itu membuka tudungnya.

"Kau— Delphine, bagaimana bisa kau masih hidup?" tanya kaisar.

Pasalnya, sehari setelah penobatan terjadi kebakaran yang hebat dipenjara bawah tanah tepatnya disel milik permaisuri. Akibatnya, seisi sel hangus. Setelah api berhasil dipadamkan, para sipir hanya menemukan potongan gaun milik permaisuri yang sempat terbakar dan berada ditumpukan abu. Mereka beranggapan permaisuri telah tewas dalam insiden tersebut. Oleh karena itu, mereka sangat terkejut melihatnya masih hidup.

"Sekarang bagaimana, gadis bodoh?" ucapnya seraya mengarahkan sebilah belati kecil keleher Melidas.

"Kau hanya punya dua pilihan...salah satu dari kalian harus mati ditempat ini!" ucapnya lagi. Reona tidak memberikan reaksi apapun. Dia tampak tenang dan terkesan tidak peduli. Seolah ancamannya tidak berarti. Hal itu membuat permaisuri semakin kesal.

"Kalian ibu dan anak selalu saja menghalangi jalanku! Cepat tentukan pilihanmu, dasar gadis rendahan! Jika tidak, kekasihmu ini yang akan mati menggantikanmu!" ucapnya setengah berteriak.

"Lakukan saja apapun yang kau inginkan!"

Reona menampilkan raut wajah tanpa ekspresi. "Tidak ada apapun diantara kami." Dia terdiam sejenak lalu menurunkan pandangannya. "Pemuda itu tidak bernilai sedikitpun bagiku," lirihnya yang masih bisa terdengar dengan jelas.

Melidas hanya tersenyum kecil. Dadanya terasa perih bak sebilah pisau yang menusuk-nusuk. Dia ingin menangis tapi dia tidak berhak melakukannya. Bagaimanapun juga, dialah yang menyebabkan semua itu terjadi. Jelas-jelas, seseorang yang tanpa ragu akan mempertaruhkan nyawa untuknya berada tepat dihadapannya tapi dia justru mempercayai orang yang salah.

'Seandainya, waktu bisa diputar.' Batinnya.

Melidas melirik kebawah lalu tanpa sengaja melihat salah satu ksatria kekaisaran mendekati Reona dari arah belakang secara diam-diam. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari tujuannya yang sebenarnya.

Ketika si ksatria hendak menghunuskan pedangnya, Melidas dengan cepat berganti shift lalu melompat kebawah, menerjang ksatria tersebut yang membuatnya mendapatkan luka tusuk dibagian dada hingga menembus punggungnya. Akibat tersayat belati milik permaisuri, pemuda itu juga mendapatkan luka yang cukup dalam dibagian leher. Melidas ambruk dihadapannya. Semua itu terjadi dalam waktu sekejap. Reona yang belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi hanya bisa terdiam. Sementara itu, Pangeran Mahkota Heinry memanfaatkan situasi untuk kabur dari sana.

"Maaf."

Pemuda itu tersenyum lalu tidak sadarkan diri. Saat itu, entah kenapa rasa hangat dihatinya mendadak hilang tergantikan dengan hawa dingin yang membuatnya menggigil. Reona berjalan mendekati candunya, tangannya terangkat untuk mengelus pipinya dengan lembut.

'Dingin.' Batinnya.

Pemuda itu terlihat pucat. Reona menggenggam tangannya lalu menguncang-guncangkan tubuhnya tapi tidak ada reaksi sedikitpun. Dia mengalihkan pandangannya, memandangi wajahnya yang teduh. Pemuda itu memperlihatkan raut wajah yang damai. Seolah-olah dia tertidur untuk selamanya.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang