Chapter 12. I'll Be Okay

176 11 0
                                    

Setibanya dikediaman perdana menteri. Luke yang baru saja turun dari kereta merasakan adanya tekanan energi aura yang sangat kuat tidak jauh dari lokasinya berada. Pikirannya langsung tertuju pada seseorang. Tanpa membuang waktu lagi, dia bergegas pergi memeriksa. Benar saja. Disebuah hutan yang berada tepat dibelakang kediaman perdana menteri, Reo tengah mengamuk dengan membakar area disekelilingnya.
Entah apa yang terjadi. Luke berteriak memanggil-manggil namanya tapi suaranya tidak bisa mencapainya. Pemuda itu merasa cemas. Dia tidak bisa mendekat karena tekanan energi yang mengelilingi Reona terlalu kuat.

"Lady!? SADARLAH, LADY!!!" teriaknya dari kejauhan.

'Lady kehilangan kendali karena tidak bisa menguasai emosinya. Disaat seperti ini dia tidak bisa mengenali siapapun.' Batinnya.

Reo semakin tidak terkendali. Luke yang merasa tidak tega memberanikan diri mendekatinya dari belakang, mengabaikan rasa sakit disekujur tubuhnya yang sempat membentur pohon sebelumnya. Dia langsung memeluk Reona setelah berhasil mencapainya.

"Shhh...Lady? Tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja. Saya disini. Tidak apa-apa," bisiknya tepat ditelinganya.

Beberapa saat kemudian, Reona mulai tenang. Setelah benar-benar sadar, dia langsung memeriksa keadaan Luke dengan khawatir. Pemuda itu hanya tersenyum. "Saya baik-baik saja," ucapnya dengan lembut.

"Siapa yang menyuruhmu mendekatiku?" tanya Reo dengan suara yang berat.

"Jika saya tidak melakukan itu, Lady mungkin akan menyakiti diri anda sendiri."

"Lalu kenapa jika itu terjadi? Bagaimana kau sangat yakin kalau aku akan menjadi tenang?" tanya Reo.

"Saya hanya bertaruh," ucap Luke sembari tersenyum. Reona tidak habis pikir. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Lain kali jangan melakukannya, bagaimana jika aku benar-benar membunuhmu? Kau pikir aku akan baik-baik saja," lirih Reona.

Luke merasa malu dan memalingkan wajahnya kearah lain. Mereka terdiam selama beberapa saat. "Bagaimana Lady bisa kehilangan kendali?" Pemuda itu membuka obrolan.

"Aku tidak tau," jawab Reo seraya berbaring diatas tanah.

Langit malam gemerlap bintang. Reona menatap jauh keatas sana. "Apa kau takut?" tanyanya. Luke menggeleng kecil.

"Sejak kecil bahkan ketika tubuhku begitu lemah, aku selalu memiliki emosi yang meledak-ledak tapi karena aku begitu payah, emosi itu berubah menjadi rengekan. Sekarang tanpa sadar kebiasaan buruk itu muncul lagi." Reona menjeda ucapannya lalu mendongak.

"Hari ini aku melukaimu, kelak mungkin aku akan menghabisi semua orang. Menurutmu, haruskah aku mati saja?"

"Ap- apa yang Lady katakan? Kenapa anda bicara seperti itu?" Luke melihatnya dengan mata berkaca-kaca.

"Kematian bukanlah jalan keluar. Anda hanya akan menyengsarakan orang-orang yang menyayangi anda," sambungnya seraya menitikkan air mata.

Reona sontak terenyuh. Tak menyangka pemuda itu akan bereaksi demikian. Dia langsung beranjak dari posisinya lalu memeluk pemuda itu sembari terkekeh kecil.

"Anda meledek saya," ucap Luke dengan wajah memerah malu.

"Karena kau sangat lucu. Aku hanya bercanda, kenapa kau menanggapinya dengan serius? Siapa yang ingin mati?"

Luke sedikit memajukan bibirnya, tidak menyangka akan tertipu begitu mudah. Bagaimanapun juga dia telah menyadari perasaannya pada gadis itu. Hatinya merasa sakit mendengar kata-katanya barusan. Begitupun dengan Reo, pemuda itu telah menarik perhatiannya sejak awal pertemuan mereka. Keduanya memiliki ketertarikan yang jelas hanya saja waktunya tidak tepat.

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang