Kereta kuda memasuki pintu gerbang istana barat. Caryle bergegas keluar untuk menyambut sang majikan.
"Selamat datang kembali, Duchess!" ucapnya seraya membungkukkan badan dengan sopan. Reona hanya mengangguk lalu berjalan memasuki istana. Caryle dan Valmira langsung menyusul, mengikuti disebelah kanan dan kirinya, ketiganya berjalan dengan tempo yang sama.
"Pagi ini seorang utusan datang membawa surat untuk anda," ucap Caryle yang bertugas mengawasi istana selama kepergiannya.
"Dari mana?" tanya Reona sembari melepas mantelnya lalu memberikannya kepada Valmira.
"Dari selatan. Pangeran kedua Heinry Northery yang mengirimnya," jawab Caryle. Reona hanya mengangkat sudut bibirnya lalu masuk keruang kerjanya begitu saja.
Tepat setelah itu,
BUGHHHH."Ack."
Valmira melayangkan tinjunya kepada pemuda disampingnya. "Dasar bodoh! Ini adalah salahmu!" kesalnya pada Caryle yang tampak kebingungan."Memangnya, apa yang sudah kulakukan?" tanya pemuda itu sembari meringis dan memegangi perutnya.
"Kau pikir berapa hari duchess tidak tidur!!!" teriak Valmira.
Detik itu juga, Caryle memahami situasinya dan sontak merasa tidak terima dengan apa yang baru saja dialaminya. "Aku hanya menyampaikan informasi yang sangat penting, memangnya apa salahku melakukan itu?" ucapnya.
Valmira sontak mencibir kearahnya. "Hmphh...penting apanya. Kau hanya membuatnya terjaga karena terlalu bersemangat."
"Jadi, itu salahku? Kau adalah asistennya. Itu tugasmu untuk mengatur jadwalnya," balas Caryle yang tidak mau kalah.
"Berisik!" singkat Valmira yang kemudian pergi setelah memberikan 'bonus' kepadanya.
Sore menjelang malam, Valmira mendatangi Reona untuk mengantarkan teh dan kudapan seperti biasa. "Apa yang sedang anda lakukan, Duchess?" tanyanya, melihat sang majikan hanya duduk bersandar pada kursi lalu memandangi surat yang tergeletak diatas meja sembari memainkan pulpen dengan kedua tangannya.
Tidak ada jawaban.
Valmira sontak menghela napasnya. "Saya masih tidak mengerti. Anda jelas-jelas memiliki masalah dengan permaisuri tapi sampai sekarang anda masih belum mengambil tindakan yang pasti untuk menyelesaikannya. Sekarang, seseorang muncul dan menghalangi jalan anda tapi anda malah diam saja. Sebenarnya, apa yang anda pikirkan? Saya benar-benar tidak bisa memahaminya," ucapnya sembari menuangkan teh kedalam cangkir lalu menyerahkannya kepada Reona."Jika hiu mendadak muncul saat kau memburu paus. Apakah kau bisa mengabaikannya?" Valmira mengeryitkan alisnya tidak mengerti.
"Perebutan tahta selalu terjadi, Val. Tak peduli siapapun yang mendudukinya. Jangan terlalu dipikirkan! Selain itu...masalahku dengan Delphine adalah persoalan pribadi. Aku bisa membunuhnya kapan saja tapi ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan secara sembarangan."
"Saya masih tidak mengerti."
"Sebenarnya, aku tidak peduli jika dia ingin menghancurkan kekaisaran ini tapi...." Reona menjeda ucapannya.
"Tapi...?"
"Lupakan saja!" ucapnya lalu beranjak dari posisinya, berjalan keluar kemudian pergi begitu saja, meninggalkan Valmira dengan ekspresi penuh tanya.
Reona pergi kekamarnya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur, menutup kedua mata dengan lengan tangan kanannya kemudian menghela napasnya kasar. Tak berselang lama, dia kembali membuka mata setelah merasakan keberadaan seseorang disekitarnya.
"Yo!" sapa Razel yang sudah berada didalam kamarnya. Reona langsung mendengus dan memutar bola matanya malas.
"Tidak bisakah kau masuk melalui pintu?" tanyanya sembari beranjak dari posisinya, berjalan menuju sofa lalu mempersilahkan pria itu duduk tepat didepannya.
"Bagaimana situasi di timur?" tanyanya to the point seperti biasa. Razel yang sempat cengengesan langsung berubah menjadi serius.
"Seperti rumor yang beredar, Duke Esthertove terluka lalu Della Morte mengambil alih istana. Rudeus sedang berusaha mengendalikan situasi tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Pergerakan Timur telah sepenuhnya terkunci." Reona hanya diam menyimak penuturannya dengan tenang.
"Beberapa waktu lalu setelah eksekusi Soleion Mavaer, beberapa keluarga bangsawan yang kuat seperti; Count Marchilles di Timur, Viscount Abraham dan Count Delford di Selatan masih tetap kukuh menentang Permaisuri tapi sekarang semuanya mendadak bungkam. Mungkin situasinya hampir sama," tambahnya.
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Tidak ada." Pria itu sontak mengeryitkan kedua alisnya.
"
Tidak ada yang perlu dilakukan. Biarkan saja semua berjalan sebagaimana mestinya." Reona menoleh, melihat kearah luar jendela lalu beralih menatap pria didepannya.
"Habitat hiu dan paus adalah laut. Tidak perlu cemas, biarkan saja mereka makan sampai puas. Jika masanya telah tiba...nelayan akan menangkap keduanya," ucapnya lagi dengan raut wajah kelewat santai.
"Hiu adalah golongan predator. Itu tidak akan mudah, bukan?" celetuk Razel.
Reona menyeringai kecil. "Manusia menduduki puncak rantai makanan, Razel. Apa kau telah lupa?" Pria itu sontak merasa malu.
"Lalu, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Camkan itu baik-baik," sambungnya dengan gestur telunjuk yang mengarah kepelipis kepalanya.
Razel hanya tersenyum kecut. "Tidak ada yang bisa mendebatmu..." ucapnya yang sontak membuat Reona terkekeh.
"Kalian berdua sama saja...terlalu memikirkan hal-hal yang tidak perlu."
Razel hanya mengangguk-anggukan kepalanya kemudian terdiam. Reona mengamati perubahan ekspresinya. Dia tau, pria itu sedang mencemaskan adiknya. "Jangan khawatir! Valmira dalam perjalanan menuju ke timur." Reona memberitahu. Seketika wajah pria didepannya itu kembali cerah lalu sedetik kemudian dia mendengus kesal.
"Haihhhh...kenapa kau harus mengirim wanita gila itu?" protesnya.
---
Suatu waktu Reona pernah memasangkan keduanya untuk menemukan sarang bandit yang telah lama meresahkan penduduk wilayah barat. Tugas mereka hanyalah melacak dan memberikan laporan kemudian Caryle yang akan meringkus para bandit tersebut untuk dihukum sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Tetapi, para bandit itu telah menculik seorang gadis dan menjadikannya budak pelampiasan hasrat seksual mereka.
Valmira bertemu dengan gadis itu dipinggir sungai yang tak jauh dari tempat persembunyian kelompok tersebut. Seorang gadis desa yang sangat lembut dan penuh kasih bernama Lenia. Gadis yang baru berusia 15 tahun itu sempat mengobrol dengannya bahkan mereka sempat tertawa bersama. Sayangnya, tak berselang lama dari pertemuan tersebut, Valmira menemukannya telah menggantung diri disebuah pohon dipinggir sungai yang sama.Kala itu, Razel masih mengintai para bandit ditempat persembunyian mereka. Tiba-tiba saja, Valmira kembali lalu menerobos masuk kedalam sana mengabaikan tujuan awal keduanya. Dia menghajar satu-persatu para bandit dengan tangan kosong. Razel tidak tau apa yang sedang terjadi. Dia tidak bisa menghentikannya. Mantan pembunuh kawakan sepertinya bahkan begidik ngeri menyaksikan satu persatu anggota kelompok tersebut dibantai habis dengan cara yang brutal dan tidak manusiawi.
---"Valmira adalah yang terbaik dalam bidang ini. Kau juga tau, bukan?" ucap Reona menanggapi protes pria dihadapannya.
"Ah, apakah mungkin si phoenix dari TIER merasa tidak nyaman dengan pelayan biasa sepertinya?" sambungnya setengah mengejek.
Razel sontak menghela napas kasar. "Biasa dengkulmu! Kalian berdua benar-benar tidak waras," ucapnya lalu beranjak bangun kemudian pergi lewat jendela seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE THRONE RESERVED [ON GOING]
Fantasía⚠️ FEMALE DOM | MALE SUB Mereka bilang 'Orang pendiam adalah yang paling berbahaya'. Itu benar. Reona Vonn Ashtarte yang lemah berubah menjadi lebih kuat dari siapapun. Demi menguak misteri kematian adik tercintanya, Livera Ashtarte. Dia menghalalk...