Chapter 32. Where's Your Man?

102 8 0
                                    

Keesokan paginya, diwilayah barat. Reona masih tertidur dengan pulas hingga alam bawah sadarnya memberitahukan keberadaan orang lain didalam kamarnya. Dia langsung bangun lalu melumpuhkan si penyusup dengan mencekik lehernya. Si penyusup kehabisan napas dan tidak sadarkan diri.

Disisi lain, Valmira yang mendengar keributan dari dalam kamar sontak membawa beberapa penjaga untuk pergi memeriksa. Mereka datang tepat saat Reona mematahkan leher si penyusup dengan tangan kosong.

"Ah. Saya minta maaf," ucapnya.

"Tidak masalah. Bawa 'serangga' ini keluar!" Reona melemparkan si penyusup lalu kembali tidur.

"Apa kau melihatnya tadi? Duchess sangat cantik meskipun bangun tidur," ucap salah satu penjaga.

"Memang benar. Duchess sangat cantik dan juga menakutkan hiiiii...," timpal penjaga lain seraya mengusap-usap lengannya merasa ngeri.

"Kalian merasa takut tapi malah membicarakannya," ucap penjaga lainnya yang baru saja datang.

"Itu karena Duchess benar-benar luar biasa. Bagaikan seorang malaikat."

"Malaikat maut," timpal penjaga yang lain lagi. Mereka sontak tertawa terbahak-bahak dan baru berhenti setelah Valmira mendatangi ketiganya.

"Apa yang lucu?" Para penjaga itu langsung kicep. Tidak ada satupun yang berani membuka mulutnya.

"Jika ada penyusup yang masuk karena kalian tidak berjaga dengan benar, aku akan memberitahu komandan kalian!" ancamnya. Mereka sontak berlutut memohon ampun.

Dikamarnya, Reona sudah benar-benar bangun dan sedang menikmati makan siang dengan tenang sampai seseorang masuk melalui jendela kamarnya untuk merusak suasana. Orang itu tidak lain adalah Razel yang baru terlihat setelah sekian lama.

"Wah. Kau benar-benar sesuatu. Bagaimana bisa kau menipuku seperti ini? Apa kau tau...aku benar-benar bertaruh untuk melakukan semua ini," ucapnya.

"Memangnya siapa yang memintamu," cuek Reona.

"Itu karena kau tidak memberi kabar sama sekali dan aku penasaran dengan rumor yang beredar." Reona tidak peduli dan hanya ber'Oh' ria sebagai jawaban.

"Kepribadianmu semakin buruk saja," ucap pria itu.

Tidak ingin terlalu berbasa-basi, Reona langsung to the point menanyakan hasil penyelidikannya.

"Mereka benar-benar menjaga kerahasiaan pelanggannya, tidak mudah mendapatkan informasi secara cuma-cuma." Razel menghela napasnya

"Jadi, kau tidak mendapatkan apa-apa?" tanya Reona.

"Siapa bilang?" sahut Razel dengan cepat.

Reona hanya mengangguk secara singkat. "Lalu?"

"Ada 2 pelanggan yang mencolok diantara yang lainnya. Seorang wanita bangsawan yang hanya datang sekali sekitar beberapa tahun yang lalu kemudian, seorang pria aneh yang menjadi pelanggan tetap hingga sekarang. Ah— tidak ada pelanggan dengan tato bunga lily yang mendatangi mereka," jelasnya.

Reona mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa dengan si pria aneh?"

Razel mengangkat bahunya tidak tahu. "Mereka hanya mengatakan, pria itu bisa muncul dan menghilang begitu saja." Reona hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Omong-omong, dimana kekasihmu?"

"Siapa?"

"Si bocah dari utara itu. Bukannya dia seorang duke? Siapa namanya, Me— Melidas?" Pria itu sengaja menggodanya. Reona hanya memutar bola matanya malas lalu memalingkan wajahnya kearah lain, bersikap seakan tidak tertarik. Seketika tawa Razel langsung pecah.

"Baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi," ucapnya sembari beranjak dari posisinya.

"Aku lupa memberitahumu satu hal. Akhir-akhir ini, aku mendengar desas-desus aneh diwilayah selatan sepertinya terjadi pemberontakan didalam istana. Para anggota keluarga kekaisaran ditahan dikamarnya masing-masing. Sedangkan, kaisar menjadi boneka tanpa nyawa." Razel langsung pergi setelah mengatakan hal itu.

Tidak lama kemudian, seekor burung bertengger dijendela kamarnya. Reona langsung menghampirinya. "Kau pasti kesal dengan majikanmu. Benarkan? Dia memaksamu terbang sejauh ini berkali-kali," ucapnya seraya mengambil gulungan kecil yang diikat dikaki burung tersebut.

Semuanya sudah siap. Kami akan menunggu perintahmu.

Seketika senyumnya mengembang. "Majikanmu terlalu bersemangat untuk sebuah perang, bukan begitu?" Dia mengelus-elus burung tersebut.

"Yah. Biarkan saja. Perang akan tetap terjadi tapi tidak sekarang. Kita masih harus menyaksikan pertunjukan menarik yang digelar secara cuma-cuma. Apa kau setuju?" Dia tersenyum manis sampai kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit.

"Tunggu disini!" Reo bergegas menuliskan surat balasan, mengikatnya ke kaki burung tersebut lalu membiarkannya terbang kembali kepemiliknya setelah itu menjatuhkan diri diatas tempat tidur dengan perasaan senang.

Ditengah malam, Reona masih berada diruang kerjanya. Dia terpaksa lembur setelah bersantai selama seharian penuh.

BRAKKK.

Suara benda jatuh terdengar dari luar ruangannya. Reona meraih pedang miliknya lalu membuka pintu memeriksa keadaan diluar sana.

Gelap.
Sayup-sayup suara langkah kaki terdengar olehnya. Reona langsung mengusap wajahnya kasar sembari mengumpat dalam hati. Akhir-akhir ini semakin banyak penyusup diistananya tapi kebanyakan dari mereka datang hanya untuk mencaritahu seperti apa rupanya. Tentu saja, kali ini pun akan sama.

'Kenapa semua orang tertarik dengan wajahku?' Batinnya.

Reona merasa kesal. "Permainan kucing dan tikus seperti ini sama sekali tidak menarik. Asal kau tau saja." Dia berbicara dengan dirinya sendiri. Reona menghela napasnya kasar. Dia bersembunyi ditengah kegelapan, menunggu si penyusup membuat pergerakan.

Tidak disangka, semua berjalan sesuai yang diharapkan. Suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Reo mengedarkan pandangannya kesekitar, menangkap pergerakan kecil dibalik tiang yang tidak jauh darinya. Dia melayangkan tebasan tetapi si penyusup berhasil menangkisnya. Mereka terlibat duel yang ringan tapi tidak berlangsung lama karena Reona berhasil menjatuhkan senjatanya yang ternyata hanyalah sebuah tongkat. Si penyusup tidak menyerah lantas melakukan perlawanan untuk merebut kembali tongkatnya. Reona reflek mendorongnya kedinding lalu mencekik lehernya cukup kuat.

Malam yang gelap. Bulan purnama menyinari keduanya. Reona langsung terbelalak setelah melihat dengan jelas wajah si penyusup. Dia melepaskan tangannya. Si penyusup sontak terbatuk-batuk. Reona langsung menutup matanya menggunakan telapak tangan.

"Apa yang— "

Si penyusup meronta-ronta berusaha melepaskan diri. "Apa yang kau lakukan? Lepas! Lepaskan aku!"

Tidak ingin mengambil resiko. Reona membuatnya pingsan lalu menggendongnya —ala bridal style— kekamarnya kemudian membaringkannya diatas tempat tidur dengan penuh hati-hati. Seolah membawa sesuatu yang berharga dan rapuh. Dia mengikat kedua lengannya, memilih tali yang lembut agar tidak melukai tangannya lalu menutup matanya menggunakan kain.

Reona berbaring disampingnya, tangannya terangkat untuk membelai rambutnya dengan lembut. "Bagaimana kau bisa sampai kesini, hm?" gumamnya seraya menatapnya dengan lekat.

"Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini. Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu? Kenapa kau selalu kembali kepadaku, Melidas?"

Reona mendekatkan wajahnya, mengecup keningnya lalu turun kehidung, bibir hingga kelehernya kemudian dengan sengaja meninggalkan tanda kemerahan disana. Dia tersenyum bangga melihat hasil kerjanya setelah itu meraih tangan pemuda itu lalu mengecupnya sekilas.

"Selamat tidur, anak manis!" ucapnya setelah itu keluar dari kamar lalu kembali keruang kerjanya

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang