Chapter 22. Wait For Me

137 11 0
                                    

Melidas telah tertidur karena kelelahan. Reona menghampiri neneknya yang sedang mencuci piring didapur untuk meminta penjelasan atas apa yang baru saja didengarnya tetapi sang nenek justru mencari-cari alasan sampai tanpa sengaja melihat kalung yang melingkar dilehernya. Dia langsung meraih kalung tersebut, memperhatikannya lama lalu mulai menangis tersedu-sedu. Reona merasa heran dibuatnya. Sang nenek menanyakan asal usul kalung tersebut sehingga dia terpaksa berkata jujur meski sesekali sempat berbohong untuk menyembunyikan beberapa hal yang berhubungan dengan kematian adiknya.

Setelah bercerita panjang lebar, alangkah terkejutnya Reona mengetahui sang nenek dan Dilon telah lama saling mengenal. Dia amat bersyukur mendengar pria itu masih hidup. Reona menjadi penasaran tentang hubungannya dengan keluarga Vertozch. Dia memberanikan diri untuk mencaritahu dengan menanyakan sosok sang lady yang membuat neneknya sontak bereaksi.

Pada awalnya sang nenek hanya mencari-cari alasan tetapi melalui permainan kata yang tepat, Reona berhasil membuatnya keceplosan dengan mengungkapkan sebuah rahasia yang selama ini telah disembunyikan darinya. Sang nenek menjadi kebingungan. Tidak tau lagi harus membuat alasan seperti apa. Dia sudah terlanjur mengatakan sesuatu yang memicu kecurigaan Reona hingga sekarang cucunya itu mendesaknya mati-matian.

Beberapa saat kemudian, "Berhenti membuat alasan, Carla." Sang nenek tersentak setelah Reona mengubah cara bicaranya.

"Apakah dengan berpura-pura menjadi nenekku, tidak cukup bagimu?" tanyanya. Sang nenek langsung terdiam seribu bahasa.

"Sejak kapan?" Dia menatapnya dengan ekspresi merasa bersalah. Bukannya menjawab, Reona justru mengatakan hal lain yang membuatnya semakin tidak bisa berkutik.

"Berbohong tentang ayahku, tidak cukup untuk kalian?"

Sang nenek langsung terbelalak sejadi-jadinya. Saat ini tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Beberapa hal tidak bisa lagi ditutup-tutupi seperti sebelumnya. Tentu saja, dia sadar kebenaran akan terungkap pada waktunya. Wanita tua itu memejamkan matanya rapat-rapat. Dia menggenggam kalung tersebut dengan erat, mengharap dorongan untuk membuatnya tetap tegar.

"Benar. Aku dan ibumu telah berbohong," ucapnya lirih. Reona masih tidak bereaksi.

"Aku memang bukan nenekmu tetapi seorang pelayan. Ibumu Rosie juga bukanlah rakyat jelata melainkan seorang putri bangsawan yang sangat hebat. Dia adalah Lady yang dicintai semua orang dan kau telah mendengar nama aslinya," ungkap si nenek.

Bak tersambar petir disiang bolong. Kini justru Reona yang terkejut sejadi-jadinya. Dia tentu tau betul siapa yang dimaksud oleh wanita tua itu. Reona sontak menggertakan gigi dengan keras. Carla terus melanjutkan ceritanya hingga akhir.

"Lalu, apa yang terjadi setelah itu?" tanyanya.

"Setelah itu, kami bersembunyi diwilayah ini lalu bertemu nona Firea. Dia banyak membantu kami. Dia jugalah yang membantu proses persalinan lady karenanya kami menjadi seperti keluarga. Nona Firea menikah dengan Duke Termaine pada masa itu. Aku dan ibumu turut menghadiri pernikahannya. Disanalah lady bertemu Count Ashtarte. Mereka saling jatuh cinta kemudian menikah setelah itu kalian pergi keselatan. Nona Firea begitu baik. Saya pikir, lady sudah berada ditempat yang aman sehingga tidak perlu lagi terlalu mencemaskannya karena itu saya memilih tetap tinggal untuk melayani nona dan juga putranya yang sebentar lagi akan lahir...," jelasnya panjang lebar.

Setelah menyelesaikan ceritanya, Carla langsung berlutut dihadapannya. Reona tersentak. Dia berusaha menariknya kembali tapi wanita tua itu tetap kukuh. Reona hanya mengusap wajahnya kasar. Hal-hal mengejutkan yang diterimanya secara bertubi-tubi membuat kepalanya terasa pening.

'Aku ingin memeluk Melidas.' Batinnya.

"Jadi, margaku adalah Vertozch?" Carla mengangguk masih dalam posisi yang sama.

Reona memejamkan matanya rapat-rapat. "Vertozch," ucapnya lirih. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, mengetahui bagaimana nasib mengenaskan keluarga itu dan sekarang diberitahu bahwa dirinya adalah bagian dari mereka. Betapa hancur perasaannya membayangkan seluruh keluarganya terpanggang dalam kobaran api pada masa itu. Seketika hatinya memanas, amarah menggerogoti jiwanya. Reona yang masih terbelenggu dengan kematian adiknya malah menerima fakta lain yang membuatnya semakin terpuruk.

Ketika sedang memikirkan semua itu, rasa sakit diperutnya tidak lagi tertahankan. Reona langsung jatuh tidak sadarkan diri. Carla yang memeriksa keadaannya sontak terkejut mengetahui kondisi tubuhnya yang sebenarnya.
Beberapa saat kemudian, Reona kembali sadar. Hal pertama yang dilihatnya adalah Carla yang sedang berkacak pinggang dengan wajah murkanya yang amat menakutkan.

"Jelaskan apa sudah terjadi, Lady Reona Vertozch!" ucapnya dengan nada tegas yang terkesan memerintah.

Reona tersentak melihatnya sudah kembali seperti biasa. "Apa kau sudah lupa siapa aku?" tanyanya.

"Tentu saja tidak. Lady adalah majikan baru saya tetapi anda juga seorang putri yang telah dipercayakan oleh majikan lama saya. Hal-hal seperti ini saya tidak bisa menerimanya," jawab Carla.

Reona menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Mau tidak mau, dia menceritakan semuanya. Tidak ada lagi yang ditutup-tutupi termasuk kebenaran tentang kematian Liv yang membuat Carla langsung jatuh melemas.

"Apa yang terjadi dengan keluarga ini? Kenapa begitu banyak penderitaan yang mereka alami?" gumam wanita tua itu sembari terisak lalu beralih menatap kearahnya.

"Sekarang apa yang harus saya lakukan kepada lady. Darah anda telah tercemar. Seluruh jaringan tubuh anda mulai kehilangan fungsi. Jika racunnya tidak segera dikeluarkan, anda akan menderita dengan rasa sakit yang tidak tertahankan tetapi...."

"Tetapi apa?"

"Tetapi ada efek samping untuk mengeluarkannya secara paksa. Apa anda siap berkorban sebanyak itu?"

Reona terdiam selama beberapa saat. "Efek samping yang kau maksud itu, apakah aku akan menjadi mandul untuk selamanya?" Carla mengangguk dengan pelan.

"Lakukan!"

"Apa anda yakin?"

"Persetan dengan semua itu. Selama aku masih bisa bergerak...itu sudah lebih dari cukup," ucapnya tanpa ada keraguan sedikitpun.

Hari ini begitu melelahkan. Sepanjang malam Reona memikirkan ucapan Carla sembari memainkan kalungnya.

(Suara pintu terbuka)

Reona mendatangi Melidas dikamarnya. Tentu saja, dia sudah tau semuanya bahkan tentang apa yang disembunyikan pemuda itu darinya selama ini. Dia duduk ditepian kasur, memandangi wajah rupawan yang telah membuatnya jatuh hati, tangannya terangkat untuk membelai rambutnya yang halus. Seketika dia tersenyum mengingat pertemuan pertama mereka.

"Bersabarlah. Aku akan segera kembali," bisiknya tepat ditelinga pemuda itu yang langsung menggeliat merasa terganggu. Reona hanya terkekeh lalu mengecup keningnya lama setelah itu mendatangi Carla dikamarnya.

"Apa keputusan Lady?"

"Mereka akan membayar semuanya," ucapnya dengan nada yang begitu dingin.

Wanita tua itu mengangguk dengan puas. "Maka, ini waktunya melakukan bagian saya."

THE THRONE RESERVED [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang