45. Lost

3.5K 89 5
                                    



~~~

Kabut melebur menguasai segala sisi penjuru netra seorang perempuan, remah angan yang tak bisa digapai. Hatinya tandus, kosong, bagaikan ruang hampa yang mencari makna. Bising berbagai bunyi-bunyian yang mendera. Dimana tadi dirinya berada? Dimana kakinya berpijak? Aliran darahnya menjalar untuk mencari kewarasan, nafasnya berhembus bagaikan gelembung-gelembung yang menari di atas awan.

Kalana membuka matanya dengan sangat perlahan. Berapa kali selama hidupnya ia mendapati keadaan asing yang seolah memaksa untuk masuk dalam kehidupan Kalana? Jawabannya sering, ini bukan pertama kalinya.

Namun yang kali ini kenapa rasanya seperti Kalana baru saja terhidup kembali? Seolah iya menjadi kanvas baru yang belum tersentuh satu tetes cat pewarna pun.

Apakah tadinya Kalana berada di dimensi lain? Ditempat pasir nan luas terhampar yang tahu kemana arah pulang.

Kalana mengerjap kecil, berusaha mempertajam untuk melihat sekitar. Oh rupanya Kalana memang kini tengah berada di dunia nyata, iya bukan?

Walau sekujur tubuhnya agak sulit untuk bergerak, namun bagaimana cara indera penglihat dan pencium Kalana bekerja mengindikasikan dirinya kembali pada kehidupan yang selama 21 tahun ini pernah Kalana jalani, tempat dimana Kalana hanya menjalani harinya seorang diri.

"Dokter, pasien di kamar VIP 701 sudah siuman," entah suara siapa yang masuk ke rungu Kalana, itu suara perempuan, hanya itu yang dapat Kalana tangkap. Pun Kalana tak mengerti apa tengah dibicarakan.

Kalana juga masih belum tahu persis dimana ia berada.

Serta merta tak berapa lama seorang laki-laki dengan jas putih, berkacamata, dilengkapi dengan stetoskop yang tersampir pada bahunya, berusia sekitar 40 tahunan, mungkin. Semua hal tersebut kini menyapa pandangan mata Kalana.

Kalana tak tahu apa yang orang itu tengah lakukan, tubuh dan pikiran Kalana masih belum bisa bekerja dengan baik untuk merespon semua yang tengah terjadi.

"Sus, karena keluarga pasien belum dihubungi, tolong panggilkan orang yang menjamin pasien yang tadi duduk diluar ya."

Pembicaraan yang bisa Kalana tangkap mengarah pada satu tempat dan situasi, yakni rumah sakit.

Kalana yakin ia tengah berada di rumah sakit. Lalu apa yang terjadi?

Yang Kalana ingat terakhir kali hanyalah ia yang begitu bahagia saat berjalan-jalan dan menikmati kuliner di daerah Sanur. Bukankah hari Kalana seharusnya sangat sempurna dengan semua rencana yang sudah ia susun? Kemana sunset yang ingin Kalana nikmati keindahannya?

Apa yang terjadi hingga hari sempurna Kalana malah berakhir di rumah sakit? Kenapa Kalana harus terbaring lemah pada tempat yang sama sekali tak ada dalam daftar rencana Kalana.

Suara hentak langkah kaki yang memasuki ruangan dapat di dengar.

"Dok gimana keadaan pasien?" Oh itu suara laki-laki, Kalana belum bisa melihat siapa di balik suara tersebut karena pandangannya terhalang oleh keberadaan sang dokter.

Suara ini bukanlah suara Adam, ini suara laki-laki yang terasa sangat asing namun anehnya juga cukup familiar di telinga Kalana secara bersamaan.

"Pasien masih dalam kondisi syok, ada beberapa luka dalam yang masih perlu waktu untuk pulih. Namun syukurnya secara garis besar semua keadaan pasien sekarang baik-baik saja kecuali satu hal yang tadi sudah saya sampaikan sebelumnya. Sebaiknya keluarga pasien bisa segera dihubungi agar tindakan pembersihan yang juga tadi saya katakan bisa segera dilakukan. Terlalu lama dibiarkan tidak akan baik."

"Biar saya coba ngomong dulu sama pasien dok."

"Baik, tapi tolong jelaskan dengan perlahan karena kondisi pasien yang cukup rentan dan masih syok, takutnya akan memicu reaksi lain."

Like A Star (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang