46. Secarik benang menyakitkan

5K 120 0
                                        




~~~

Stefan tak sampai hati ketika mendengar suara tangis Kalana yang menggema di segala penjuru ruang kamar inap perempuan tersebut di rumah sakit.

Satu jam yang lalu proses kuret yang harus Kalana jalani sudah selesai, namun tangis perempuan itu masih tak kunjung reda. Di dalam sana ada Amanda dan juga laki-laki bernama Adam, sedang Stefan hanya termenung, duduk seorang diri di bangku yang terdapat di luar kamar inap Kalana, tak tahu harus melakukan apa agar keadaan bisa lebih baik.

Air mata tak bisa Kalana bendung, meski mencoba untuk tegar namun nyata nya Kalana hanyalah manusia biasa, ia tak sekuat itu.

"Manda, bayi itu satu-satunya harapan aku buat bisa punya keluarga. Tapi kenapa sekarang dia pergi, kenapa dia ninggalin aku sendirian lagi?"

"Dam, aku baru ke dokter minggu lalu. Kata dokter, bayi nya sehat banget kok, terus kenapa dia tiba-tiba udah nggak ada di perut aku?"

Selain tangisan, racauan Kalana juga tak kunjung reda. Sesak dihatinya membuat Kalana mempertanyakan banyak hal, hatinya belum bisa mengikhlaskan kepergian buah hatinya, tentu saja. Amanda dan Adam juga tak mampu mengatakan hal apapun, mereka paham bahwa tak akan ada satupun kalimat yang membuat Kalana bisa merasa lebih baik, meluapkan segalanya sampai dengan puas dan lega adalah satu-satunya cara.

Hanya pelukan dari Amanda lah yang kini terus mendampingi rapuhnya jiwa dan raga Kalana.

Kalana sudah mengikhlaskan tentang semua yang terjadi antara ia dan Ceilo, Kalana sudah mengikhlaskan jalan hidupnya yang tak pernah Kalana rencanakan. Kalana sudah berniat untuk membuka lembaran kehidupan yang baru karena bagaimapun anaknya adalah anugerah yang harus Kalana sambut dengan suka cita.

Meski tak pernah hadir dalam benak Kalana, hamil di usia 21 tahun dengan keadaan belum menikah, namun tetap saja kehadiran sang jabang bayi membawa harapan baru bagi Kalana. Namun kini harapan nya telah hilang, pergi begitu saja tak bersisa.

Bahkan ketika Kalana sudah belajar untuk ikhlas dan ingin menata kehidupan baru, ingin memiliki secuil kebahagiaan dihidupnya, Tuhan kembali mengambil kebahagiaan tersebut.

Salah apa Kalana hingga semua yang menjadi sumber harapan dan bahagia nya pergi begitu saja?

"Manda," Kalana dengan wajah yang masih berbalur air mata sedikit mendongak dan mengambil jarak dari tubuh Amanda yang masih memeluk sisi kiri tubuhnya dengan setia.

"Iya Lan, kamu butuh sesuatu?" Amanda melepaskan pelukannya untuk sesaat, duduk dengan tegap di sisi ranjang inap Kalana.

"Stefan mana? Kamu liat Stefan? Dia utang banyak penjelasan ke aku."

"Lan apa nggak sebaiknya nanti aja buat urusan itu? Kamu belum benar-benar pulih." Tentu saja Amanda hanya ingin menenangkan Kalana dan tak ingin kondisi sahabatnya tersebut bertambah buruk.

"Tolong cariin Stefan sekarang Man, aku nggak tenang kalau aku nggak tau apapun. Aku mohon Manda, aku udah kehilangan anak aku. Seenggaknya aku perlu tau apa yang terjadi."

Amanda tak sampai hati, wajah Kalana yang memelas dan dipenuhi air mata tentu saja membuat Amanda iba. Amanda paham apa yang tengah dirisaukan oleh Kalana, dalam hati ia hanya bisa berdoa semoga apapun yang keluar dari mulut Stefan nanti tak membuat kondisi Kalana semakin memburuk.

"Yaudah, bentar aku panggilin Stefan dulu ya."

Kalana mengangguk tegas, arah pandang matanya dengan lekat tak henti menyorot pada pergerakan Amanda yang akan membawakan Stefan kehadapannya.

•••

Dan disinilah Stefan berada sekarang, berdiri dihadapan Kalana, Amanda dan juga Adam. Rasanya seperti akan disidang padahal Stefan tak memiliki salah sedikitpun dalam kecelakaan ini.

Like A Star (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang