Re-Fourteen

6 2 2
                                    

***

Aku duduk di bangku besi hitam di taman, tempat yang selalu menjadi favoritku untuk merenung. Udara sejuk malam ini membawa ingatanku kembali ke momen-momen berharga itu. Suara gemericik air dari kolam kecil, desiran angin yang membawa aroma bunga, dan cahaya sepia dari lampu taman yang menyinari pepohonan-semuanya terasa sama seperti saat aku dan Arya duduk di sini, membicarakan hal-hal sederhana yang terasa begitu berarti.

Setahun sudah berlalu kala itu, di mana aku-pun sudah berada di kelas XI IPA 1, tak banyak yang berubah semenjak hari itu, aku masih berada di kelas yang sama dengan teman-teman yang dulunya pernah dekat dengan-ku, hanya saja, Aku berada di kelas yang sama dengan Ridho dan Putra. Memang ada sebagian teman lain yang tidak lagi sekelas dengan ku, tetapi itu tak menjadi sesuatu yang membuat semua terasa berbeda, mungkin hanya aku tidak begitu akrab dengan mereka.

Saat itu, aku masih ragu dengan perasaanku sendiri. Arya selalu bersikap baik dan ramah pada semua orang, dan aku takut salah mengartikan kebaikannya sebagai sesuatu yang lebih. Namun, dalam percakapan kami yang berlangsung berjam-jam di taman itu, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Cara Arya menatapku, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutku, seolah-olah aku adalah satu-satunya orang di dunia ini-semua itu membuat hatiku bergetar.

Namun, meskipun ada perasaan itu, aku tidak pernah benar-benar berani mengungkapkan-nya. Bahkan ketika Arya mengajakku untuk lebih sering bertemu, aku masih menyimpan semuanya dalam hati, takut jika kenyataan tak sesuai dengan harapan.

Setiap momen bersama Arya-baik itu kebahagiaan atau kekecewaan-hanya membuat perasaanku semakin kuat. Aku ingat hari itu, ketika jam sekolah berakhir, tepat seminggu sebelum ujian. Arya berpamitan padaku, mengatakan bahwa ia tidak bisa menemaniku pulang seperti biasanya. Ia bilang akan pulang bersama Ridho dan Putra karena ada urusan. Aku hanya bisa percaya dan membiarkannya pergi, meski di dalam hati terasa ada yang berbeda. Lagi pula, meskipun kami dekat, aku tak punya hak untuk melarangnya.

Hari itu, aku keluar kelas lebih lama karena tugas piket. Saat berjalan menuju gerbang, suasana sudah cukup sunyi. Namun, ketika sampai di gerbang, aku melihat Arya sedang mengobrol dengan seorang perempuan dari kelas lain. Mereka terlihat sangat akrab, dan tawa lembut gadis itu terdengar di antara percakapan mereka. Jantungku berdetak lebih cepat.

Tidak ingin terlihat mencurigakan, aku mempercepat langkah. Namun, sebelum aku bisa melewatinya, Arya menoleh dan tersenyum padaku. "Hei, Sinta, baru selesai?" tanyanya ceria.

Aku mencoba tersenyum meski hatiku terasa berat. "Iya, piket hari ini," jawabku sambil melirik gadis di sebelahnya. "Kamu masih di sini?"

Arya mengangguk lalu memperkenalkan gadis itu. "Ini Sari, dia anggota OSIS. Dia mengajakku untuk bergabung."

Aku mengangguk, merasa sedikit lega. "Oh, OSIS ya," kataku, berusaha terdengar biasa saja.

Setelah beberapa basa-basi, aku memutuskan untuk tidak memperpanjang waktu di sana. "Aku duluan ya, masih ada yang harus ku-kerjakan di rumah," kataku dengan wajah datar.

Arya mengangguk, lalu kembali fokus pada percakapan mereka. Saat aku berjalan menjauh, aku bisa merasakan sesuatu yang mengganjal di hatiku. Apa yang sebenarnya aku rasakan?

Tanpa sadar, kakiku berbalik dan aku berjalan kembali ke arah Arya. Dorongan kuat muncul dalam diriku, sesuatu yang tak bisa lagi aku tunda. Tanpa berkata apa-apa, aku meraih tangan Arya dan menariknya. "Aku perlu bicara denganmu. Sekarang," kataku dengan nada serius.

Arya terkejut, begitu pula dengan Sari yang hanya bisa menatap kami dengan bingung. "Maaf ya, Sari. Kita lanjutkan besok saja," ucap Arya sebelum mengikutiku.

Aku membawanya ke taman yang selalu menjadi tempat kami berbagi cerita. Terik mentari masih terasa cukup hangat waktu itu, menambah ketegangan di antara kami. Setelah sampai di taman, aku melepaskan genggamanku dan berdiri di hadapannya. Kini, saatnya untuk mengungkapkan semuanya.

Remove MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang