Re-Sixteen

5 2 3
                                    

"Terkadang berharga tidak-nya sesuatu itu, bukan tentang apa yang dia bawa, melainkan dari siapa kamu menerima."


***

Begitulah bagaimana menjadi awal kami mulai menjadi sepasang kekasih. Memang semua tak berjalan begitu mudah, setiap saat di dalam ketidak jelasan itu selalu menjadi pendorong yang cukup bagiku untuk berhenti berharap kepada Arya. Bahkan aku tak begitu mengerti bagaimana aku bisa bertahan saat itu.

Udara dingin di taman ini-pun perlahan menghampiri keheningan-ku, suasana mulai terasa sepi malam itu, kucoba melihat jam di ponselku yang menunjukkan 23:00, lalu memutuskan untuk beranjak pulang, Aku berdiri dari tempat duduk-ku, dengan langkah santai melewati bangku-bangku taman, aku mendongak menatap langit, di sana tampak cahaya bulan terkawal oleh ribuan bintang.

Semua banyak berubah semenjak hari itu, semuanya datang dan pergi, bertambah dan berkurang, bahkan taman ini, jauh berbeda dari taman yang ku kunjungi untuk pertama kali, Aku ingat perkataan yang pernah dia ucapkan di taman ini,kami duduk bersama di bangku itu, ketika aku melihatnya sedang memandangi bintang-bintang di angkasa, membuatku  bertanya kepadanya kenapa dia begitu suka menatap langit? Yang dia jawab dengan menghela nafas barat, sekilas tersenyum kepadaku.

"Semua hal mungkin dapat berubah, merekan tumbuh dan pergi, bahkan kota ini, sudah jauh berbeda, tetapi langit yang aku lihat dulu, tak pernah berubah, Ia masih sama seperti awal aku mengenalnya, itulah mengapa aku begitu menyukainya."

Aku melangkah perlahan meninggalkan taman, udara malam yang dingin menggigit kulitku, tapi hatiku jauh lebih dingin. Jalan setapak yang dulu selalu kulalui bersama Arya kini terasa begitu sunyi. Setiap langkahku membawa ingatan yang masih segar, tentang masa-masa di mana kami berjalan bersama, saling menggenggam tangan, dan berbicara tentang masa depan yang sekarang terasa seperti mimpi yang pupus.

Angin malam berhembus lembut, membuat daun-daun di pepohonan berbisik. Aku merapatkan jaket, berharap kehangatan dari luar bisa meredam dinginnya hatiku. Aku tahu semuanya telah berubah, sejak malam itu ketika kami memutuskan untuk berpisah. Perpisahan yang dipenuhi dengan kata-kata ragu, dengan alasan yang masih menyisakan tanda tanya di benakku.

"Semua ini terjadi terlalu cepat," batinku, menatap jalanan kosong di depanku. Jalan yang dulu terasa penuh kenangan kini tampak begitu asing dan tak ramah.

Lampu-lampu jalan yang redup menambah suasana melankolis. Di persimpangan yang dulu menjadi tempat kami berpisah setiap malam, aku berhenti. Aku ingat bagaimana Arya selalu memastikan diriku aman sebelum pergi ke arah yang berbeda. Tapi malam ini, tak ada Arya, hanya diriku sendiri yang harus menavigasi perasaan hampa yang menggantung.

Ponselku tiba-tiba bergetar, mengeluarkanku dari lamunan. Sebuah pesan masuk dari seorang teman, menanyakan kabarku. Aku menatap layar ponselku, tapi tidak segera membalas. Rasanya semua perhatian dan kekhawatiran itu datang terlambat. Sekarang, yang kubutuhkan hanyalah ruang untuk menerima semua yang telah terjadi.

Aku melanjutkan langkah, menelusuri jalan yang semakin sepi. Setiap sudut yang kulewati mengingatkanku pada momen-momen kecil yang dulu kuanggap remeh—senyum Arya, tawa kami, janji-janji yang pernah kami buat di bawah langit yang sama. Tapi sekarang, semua itu hanya bayangan dari masa lalu yang perlahan menghilang.

Aku tiba di depan rumahku, mengangkat wajah untuk melihat langit. Bintang-bintang masih bersinar di sana, seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi di bumi. Langit tetap sama, seperti yang Arya pernah katakan, tetapi hidupku tidak. Kini, aku harus belajar hidup tanpa Arya, menemukan cara untuk menyembuhkan lukaku sendiri.

Remove MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang