Aku mendongak dari tempat duduk, memandang ke arah yang ditunjuk oleh Rina. Tetapi seketika melihat ke arah yang ku lihat dan mendapati sosok pria itu. Aku terkejut, jantungku terasa berdegup, rasa dingin menyusup di tenggorokan-ku. Sesaat mencoba untuk mengalihkan pandangan, Akan tetapi, Aku tak cukup cepat melakukannya, Ia menyadari ku terlebih dahulu dan memandang kembali. Meski aku tahu sudah terlambat, masih ku coba mengalihkan pandang kepada Rina yang berada di depan-ku, dengan sedikit menunduk, bermaksud bersembunyi di antara orang-orang yang duduk di sebelahku.
"Itu Dion Rin." Bisikku kepada Rina dengan rasa cemas.
Rina mendekatkan wajah-nya dari tempat duduk-nya dengan meletakkan tangan kanan di samping bibir "Ia, Aku tahu, jadi gimana mau cabut dulu gak?" sahutnya berbisik mengikuti nada yang sama dengan-ku.
"Iya ayo Rin, tapi gimana ni si maya, mau di tinggal?" ucap-ku masih berbisik.
Tiba tiba Maya yang duduk di sebelah, menepuk bahuku "Hei, Apa sih kalian bisik-bisik?" Aku mencoba mengalihkan pandangan, lalu melihatnya tampak berdiri dari tempat duduknya "Pada ngomongin aku ya?" sambungnya tampak kesal.
Tetapi aku tak begitu menggubris apa yang Maya katakan, bahkan aku tak begitu sempat memikirkan apa penyebabnya menjadi kesal, atau mungkin memang tidak peduli. lalu tanpa sadar aku menarik lengan-nya dengan paksa "Stttt diam, udah duduk aja."
"Aduh- du duh." Maya meringis, seketika mendarat dengan keras di tempat duduk-nya "Aw, Sakit." sambung-nya yang membuatku beranjak dari tempat duduk-ku, karena merasa bersalah atas tindakan-ku, sesaat membuatku lupa tentang rasa cemas terhadap Dion.
Dengan memutar badan kesamping, mengarah-kan kedua lutut ku pada Maya dari kursi tempat duduk, dengan sedikit membungkuk, aku meraih bahu Maya. "Maaf, kamu gak apa-apa-kan, sumpah aku gak sengaja, aku gak maksud buat menyakiti kamu kok." Ujar-ku memasang wajah memelas, dengan ucapan lembut.
Tetapi, Di saat masih belum mendapatkan jawaban apapun dari Maya yang masih duduk cemberut di kursinya, Tiba-tiba kami di kejutkan oleh suatu suara, menggelagar di dekat kami, yang aku sadari langsung, Jika suara itu berasal dari meja di depan kami duduk.
Plak!....
Suara itu membuat kami melihat ke arah yang sama bersamaan, terdiam tak bergeming di tempat dudukku, sambil memandang ke arah sepatu skate berwarna putih yang ku kenakan.
Ia masih berdiri tepat di samping ku, yang sedang duduk menyamping di kursi ku, menatap ku semakin dekat, yang aku sadari dari udara nafasnya yang mengenai wajah ku. "Oh rupanya beneran lu ya?." Ujarnya menarik wajah dari dekatku.
Aku hanya diam, bahkan tak mencoba menjawab pertanyaannya, sebab aku tahu menjawabnya-pun bukanlah pilihan yang tepat dan diam juga bukan pilihan yang bagus, tetapi untuk saat ini, bagiku itulah yang terbaik. Jujur saja pada dasarnya yang aku takuti bukanlah orang ini atau apa yang orang ini mampu lakukan padaku, aku tahu betul jika seandainya Ia mendaratkan satu tamparan di pipiku, mungkin saja tiga hari atau seminggu rasa sakitnya dapat hilang atau mungkin lima belas menit cukup.
Akan tetapi jika ada hal yang aku takuti adalah situasi seperti ini, di mana semua mata tertuju kepada-ku, melihat penasaran, seolah itu hal yang penting untuk di lihat, seperti pertunjukan yang merangsang, membuatku merasa di pertontonkan saat telanjang. Itulah kenapa aku begitu takut padanya, Bukan karena Itu Dion, Tetapi karena situasi yang akan terjadi jika aku bertemu Dion.
Aku tak berhenti merasa gugup karena malu, membayang-kan, bagaimana keadaan orang-orang di sekitarku, apakah benar seperti prasangka yang ku miliki?, atau malah tak ada yang peduli?, perasaan penasaran itu-pun mendorong-ku untuk mengintip sekilas, dalam posisi ku yang masih menunduk, dengan mengangkat sedikit lebih tinggi kelopak mataku, dengan cepat berkeliling ke arah Ia bisa bergerak, dan kembali pada sepatu skater putih-ku, Rasa malu itu-pun tumbuh semakin besar, membuatku seakan berkeringat, seketika tahu jika aku sedang menjadi tontonan di kantin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remove Me
RandomRemove Me adalah kisah tentang perjalanan menemukan diri sendiri, mengatasi rasa kehilangan, dan menghadapi kenyataan hidup. Dalam menghadapi tragedi yang mengejutkan dan pilihan yang sulit, Arya harus menemukan keberanian untuk berdamai dengan masa...