21. Batas yang Hilang

1.7K 147 60
                                    

Siapa yang kangen dan siap marah-marah lagi?!

Selamat membaca dan kasih komentar kalian untuk chapter ini <3

Sejak Rabu lalu, kesehatan Jeremy turun hingga harus absen dari pekerjaan dan memulihkan tubuhnya di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak Rabu lalu, kesehatan Jeremy turun hingga harus absen dari pekerjaan dan memulihkan tubuhnya di rumah. Anata juga meninggalkan studio dan melakukan pekerjaan di rumah secara online ketika perlu bertemu klien, dia tidak mungkin meninggalkan Jeremy dalam keadaan yang sangat buruk.

Well, sebenarnya Jeremy hanya demam dan batuk yang sehari saja sudah reda. Namun, bagi laki-laki, demam adalah momok menakutkan seolah esok ajal akan menjemput. Jeremy ikut mendramatisir sakitnya, mengeluh nyeri sana-sini, bahkan beberapa kali menyinggung surat wasiat yang harus dibuat sesegera mungkin. Jelas itu mengerikan, tetapi di satu sisi jadi hiburan dari Jeremy yang tidak terlalu pandai berseloroh jenaka.

Berhari-hari hanya mampu berbaring dan bangkit tak lebih dari sepuluh menit, Jeremy sudah mulai pulih dan mampu berjalan ke sana kemari asal dituntun. Meski sudah membaik, Anata tetap meringis tiap kali melihat penampilan Jeremy yang tidak sebugar hari-hari biasa. Pucat di wajahnya menjadi bukti bahwa Jeremy tak sekokoh yang selalu ditampilkan.

"Harus bubur lagi, ya?" Jeremy sedikit merengek saat Anata hendak menyuapkan sesendok bubur ayam. "Mau dendeng."

"Bubur dulu, nanti kalau udah lebih sehat baru makan dendeng," ucap Anata seraya mengarahkan sendok ke mulut Jeremy. "Aku juga belum belanja, Mas. Isi kulkas udah mau habis."

"Mau aku anter?" tanya Jeremy setelah menelan bubur yang menghangatkan tubuhnya.

"Ngaco. Kamu aja jalan ke meja makan ngeluhnya udah kayak apaan. Yakin sanggup nemenin belanja?"

Jeremy terkikik dan menikmati bubur buatan Anata tanpa melepaskan pandangan dari istrinya. "Berarti kamu mau belanja?"

"Iya, tapi ... nggak apa-apa Mas aku tinggal?" Anata terdengar skeptis. Bagaimanapun meninggalkan Jeremy dalam keadaan seperti ini bukan keputusan yang baik.

"Enggak apa-apa." Jeremy menggeleng dengan enteng. "Aku habis minum obat pasti tidur. Bangun-bangun kamunya juga udah nyampe."

"Beneran nggak apa-apa?"

"Enggak apa-apa, kamu aja kemarin-kemarin sampai nggak kerja buat jagain aku. Sekarang aku bisa sendiri. Tapi jangan lama-lama, nanti aku kangen."

"Iya." Anata mengecup pipi Jeremy yang sedikit lebih hangat, sinyal bahwa tubuhnya belum bisa beranjak selain di rumah.

Rasanya tidak masalah untuk pergi. Anata jadi bisa mempersiapkan sesuatu yang baru-baru ini diyakini telah hadir, sengaja dia tutupi karena menunggu Jeremy makin pulih. Anata cukup yakin hari ini waktunya, siapa tahu kejutan yang dia buat bisa membuat suaminya pulih lebih cepat. Anata mulai membayangkan keindahan dari kabar yang dia buat akan melengkapi kebahagiaan rumah tangga mereka, tanpa mengira bahwa kepergiannya hari ini bisa membawa rentetan petaka.

Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang