33. Yang Tak Bersalah

1.6K 120 60
                                    

Kalian baca ini jam berapa hayo?

Tolong baca sampai a/n ya karena ada yang mau aku tanyain hehehe

Selamat membaca ❤️

Jeremy tak pernah menduga ada hari di mana dia akan pulang ke rumah ibunya setelah lelah bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeremy tak pernah menduga ada hari di mana dia akan pulang ke rumah ibunya setelah lelah bekerja. Sesuatu yang dulu menyenangkan, kali ini harus banyak perhitungan. Meski ada Anata dan Lina yang menginap, Jeremy tetap harus memikirkan berbagai cara agar ibunya mau lebih ramah pada mereka. 

Jeremy kira Daniar akan bercermin selama sakit, meminta pada Tuhan agar segala kesalahannya bisa diampuni, dan menyesali semua perbuatan buruk yang merugikan banyak hati. Nyatanya Daniar tetap keras, mementingkan Jeremy seorang padahal putranya saja sudah enggan berurusan.

Jeremy tiba pukul delapan, lebih lama dari perkiraan akibat pekerjaan yang menguras. Alih-alih disambut Anata, ada Lina yang duduk di ruang tengah, fokus pada ponselnya sebelum menaruh atensi pada Jeremy setelah menyapanya.

"Malam, Ma. Kenapa belum tidur?"

Lina letakkan ponsel dan tersenyum lebar saat Jeremy menyalami tangannya. "Belum. Papa kamu telepon terus, pengin tahu keadaan Anata."

Papa kamu, menegaskan bahwa Arman juga orang tua Jeremy dan dia masih diakui keluarga hingga saat ini. Sederhana, tetapi Anata belum bisa menerimanya hingga sekarang.

"Istri aku udah tidur?"

"Baru banget tidur, Mama yang suruh karena nggak tega. Tadi mual buat pertama kalinya, tapi nggak parah," adu Lina setengah berbisik. "Ibu kamu juga udah tidur nggak lama setelah minum obat. Udah bisa jalan sendiri ke kamar mandi, nggak mau dibantu, gengsi kayaknya. Kangen kamu, tuh. Nanyain mulu kapan kamu pulang."

Pahit menjadi rasa dalam senyum Jeremy, sebab Anata dan Lina masih bersedia menjaga Daniar, padahal mereka dibuat terluka oleh ibunya. Meski ada sindiran di dalamnya, Anata dan Lina tidak memusingkan itu dan tetap di dekat sumber luka yang tidak seharusnya mereka datangi.

"Ma, makasih udah nyenengin Anata selama di Bogor," tutur Jeremy, membuka pembicaraan pribadi selagi tidak didengar oleh sang istri. "Aku seneng lihat Anata lebih seger, lebih happy juga berkat Mama sama Papa."

"Anata juga bisa happy karena ketemu, Jer. Enggak karena kami doang," koreksi Lina, tak ingin membuat Jeremy merasa tersisihkan. "Malah dia sebenernya baru kelihatan happy setelah ada kamu. Kangen berat, tuh, bumil sama suaminya."

Jeremy tertawa pelan yang meninggalkan pahit di akhir. Andai dalam kondisi yang baik, kebahagiaan Jeremy pasti akan berlangsung lama. Tak ada yang mengganjal setelahnya, percaya saja apa yang dipaparkan Lina. Namun, kebahagiaannya masih menggantung, sebab penyelesaian masalah mereka belum bertemu titik terang. Jeremy merunduk dan meraih lagi tangan Lina, mengusap punggung tangan mertua yang selalu menganggapnya anak.

Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang