35. Puzzle Piece

4.3K 145 73
                                    

Hampir 3k kata, dibaca pelan-pelan aja, ya

Selamat membaca ^^

Raihan meletakkan dua kaleng soda di meja, lalu duduk di samping Jeremy yang netranya menatap lurus ke arah televisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raihan meletakkan dua kaleng soda di meja, lalu duduk di samping Jeremy yang netranya menatap lurus ke arah televisi. Series Emily in Paris season pertama berputar di sana, menunjukkan tingkah polah tokoh utama yang menjengkelkan sejak kemunculan perdananya. Namun, baik Jeremy dan Raihan tidak terlalu menyimak isi cerita apalagi mengkritik Emily yang selalu membuat gerah, merekaㅡterlebih Jeremyㅡhanya butuh pengalih dari riuhnya isi kepala.

Sudah satu bulan sejak pertemuan terakhir Jeremy dan Anata, selama itu pula, beberapa hari di tiap minggunya, Jeremy akan menginap di rumah Raihan sebab tidak sanggup untuk pulang ke rumahnya. Terlalu banyak kenangan yang mengekang Jeremy untuk bertingkah seperti tidak ada apa-apa, kembali ke rumah Daniar malah lebih mengerikan, sebab emosi pria itu bisa mudah meluap hanya dengan melihat ibunya. Jeremy tahu berlarut marah pada Daniar hanya akan menambah dosa, tetapi keadaan memang mengenaskan sebab sang ibu adalah penyebab perceraiannya.

"Udah telepon Anata?" tanya Raihan, memecah kesunyian setelah bermenit-menit larut menonton serial yang berpindah ke episode tiga.

Jeremy embuskan napas pelan. "Belum. Enggak sanggup."

"Karena kamu udah digugat cerai?"

Jeremy mengangguk lesu, sebab faktanya memang begitu. Dua hari lalu Anata memberi tahu bahwa dia sudah membuat gugatan untuk proses perceraian mereka. Proses selanjutnya adalah mediasi yang masih menunggu jadwal.

"Jadi masuk Duda Club, nih?" Raihan yang hendak tertawa seketika mengatupkan bibirnya saat Jeremy menatapnya dengan amat tajam. "Maksudnya ... beneran mau pisah?" Raihan mengoreksi dan Jeremy menjawab tanpa perlu waktu lama.

"Anata tetep mau pisah. Aku udah minta tolong Papa sama Mama buat bujuk juga gagal. Anata nggak berubah pikiran."

"Tapi udah ketemu Anata? Selama ini 'kan bekel dari dia cuma dikirim lewat ojol. Kali aja diem-diem temu kangen. Masih sah, sih, harusnya."

Benar, Anata memenuhi janjinya mengirim bekal setiap hari untuk Jeremy. Bila dendeng jadi menu utama, maka Anata akan menyiapkan lebih banyak agar Raihan bisa ikut menikmatinya. Yah, meski faktanya semua dendeng itu Jeremy makan tanpa dibagi pada temannya.

"Aku takut nangis kalau ketemu," aku Jeremy jujur. "Inget mukanya aja udah bikin sedih. Denger suara dia juga nggak kuat."

Raihan manggut-manggut. Berbeda dengan perceraiannya yang terasa ringan saat dijalani, proses perpisahan Jeremy lebih menyakitkan untuk dihadapi. Dalam keadaan carut marut begini, Jeremy sebetulnya butuh minuman yang lebih keras dibanding sekadar soda. Sayang temannya ini sangat menjauhi hal-hal terlarang, jadi Raihan tak bisa menawarkan sedikit kesenangan untuknya.

"Kali aja Anata berubah pikiran setelah ketemu. Ajak dia juga ke rumah kalian, biar kamu nggak di sini mulu."

"Kenapa?" Jeremy yang sensitif menangkap maksud lain dari ucapan Raihan. "Kamu nggak rela aku numpang di sini?"

Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang