Ch.14 Sssttt

10.4K 313 30
                                        


PIJAT TURUNAN BAPAK

CHAPTER 14

RONI P.O.V

Aku membersihkan burung Bapak dengan lap, daging tebal miliknya yang tadi licin dan mengkilap kini sudah kembali kesat, ia masih memejamkan matanya, burungnya sedikit melemas, tidak setegang tadi, dengan cepat aku menggenggam penisnya, tidak akan aku biarkan burung Bapak melemas lagi, akan aku jaga selalu tetap tegang ketika bersama denganku.

Kenyal dan hangat digenggaman tanganku, kepalanya besar dan bagus, rapih, dua bola menggantung, bersentuhan langsung dengan kasur, besar bola itu, apa ya? Kalo bahasa sundanya ya itu 'ngagayot', aku memijat pelan kedua bola itu, karena aku tahu, itu adalah bagian yang sensitif, jika terlalu keras ku pijat akan terasa sakit. Wajahku aku dekatkan ke arah kedua bola itu, menghirup aroma yang khas, meskipun sebagian besar tubuh Bapak wangi sabun mandi, tetapi tetap saja, bagian dua bolanya masih saja mengeluarkan aroma yang khas, sedap sekali, aroma keringat selangkangan yang terkurung celana dalam ketat, sedikit lembab dan lengket, hidungku semakin aku dekatkan, menyentuh kulit dari bola milik Bapak, haaaahhh, aromanya membuatku memejamkan mata.

"Wangi?." Ujar Bapak, aku segera melihat ke arahnya, aku kira Bapak sadar dan menatapku, ternyata ia masih terpejam.

"Banyakan wangi sabunnya Pak, Roni kurang suka wangi sabun, lebih enak wangi keringet." Jawabku, ia terkekeh.

"Tau gitu Bapak nggak mandi aja tadi."

"Besok besok gitu aja Pak, gak usah mandi kalo mau Roni pijet." Ia menganggukan kepalanya.

Wajahku aku dekatkan lagi di area buah zakarnya, mulutku kini membuka, memasukan satu buah bola itu kedalam mulutku, hangat, asin dan gurih, bersih sekali tidak berdaki, karena memang Bapak ini orang yang paling no satu dalam kebersihan tubuhnya, setiap mandi aku yakin dia tidak pernah lupa pada setiap sisi tubuhnya, selalu digosok bersih.

Mulutku bergerak seperti sedang menghisap permen, tidak aku kuatkan hisapanku, ini hanya hisapan main main saja, lembut dan pelan tapi sanggup membuat Bapak mendesis. Bergantian aku masukan buah zakar Bapak, satu persatu, ingin aku masukan keduanya tapi tidak muat, terlalu besar.

Kini buah zakar Bapak mengkilat dan basah oleh liurku, tanganku mengocok burungnya, naik turun perlahan, bibirku yang tadi menciumi kedua bola miliknya kini naik, mulai menciumi batang milik Bapak, dari ujung batang hingga ke ujung kepalanya aku ciumi, tepat diujung kepala burung Bapak, lidahku aku keluarkan, kujilati lubang itu, asin cairan Bapak terasa dilidahku, nikmat rasanya, paha Bapak terasa bergetar, geli mungkin.

Perlahan aku masukan kepala burung Bapak kedalam mulutku, disertai dengan hisapan kuat yang langsung aku lakukan, kini desisnya berubah menjadi desah, wajahnya meringis, mulutku turun, berusaha memasukan seluruh daging tebal Bapak kedalam mulutku, hanya bisa setengah saja masuk, sisanya sedikit susah, karena memang daging milik Bapak itu panjang dan tebal, seperti bukan burung milik Indonesia, warnanya tidak gelap, tapi cokelat terang, dengan kepala yang sedikit pucat, lidahku memutar dibatangnya, menjamah seluruh area itu selama beberapa menit.

Kaki Bapak yang tadinya lurus terlentang kini menekuk dan menjepit kepalaku, tanganya yang tadi diam saja kini menekan kepalaku turun, sedikit aku tahan tangannya karena ia begitu memaksa untuk memasukan seluruhnya, takutnya aku malah muntah, ini saja sudah membuat mataku berair dan mulutku terbuka lebar.

PIJAT TURUNAN BAPAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang