PIJAT TURUNAN BAPAK
CHAPTER 20
RONI P.O.V
"Lagi sibuk apa Ron?." Tanya Pak RT kepadaku, kini kami sedang duduk diteras halaman rumahnya, sambil ngopi, berdua saja karena Ceu Kokom telah selesai melakukan tugasnya dan pulang ke rumah, Pak RT bilang jika Ceu Kokom akan datang lagi ketika istrinya juga sudah pulang, biasanya menjelang sore atau malam hari, membereskan rumah sebentar lalu pulang lagi, tidak sampai menginap dirumah Pak RT.
"Biasa Pak, masih nganggur aja saya, palingan kalo ada yang mau pijet, baru deh tuh ada kegiatan, atau kayak Bapak barusan, istilahnya jadi lelaki panggilan Pak!." Ujarku sambil bercanda, Pak RT terkekeh mendengar candanaku, ia menyesap kopinya.
"Ah sama aja Ron, Bapak juga gitu, ngurus bisnis, ngurus bisnis padahalmah kebanyakanya nongkrong aja sama komunitas."
"Malah lebih sibuk Ibu ya Pak?!." Ujarku.
"Heem, malah Ibu yang lebih sibuk, kumpul mulu, perempuan mah banyak banget kegiatanya, arisan lah, pkk lah, tapi nggak apa-apalah, kasian juga soalnya kalo dirumah terus, nggak ada temen, sama suami terus juga kayaknya udah bosen Ibu, udah puluhan tahun ketemu mulu tiap hari." Ujar Pak RT, kali ini giliran dia yang bercanda.
"Ya iya atuh Pak, namanya juga suami istri, ya ketemu tiap hari lah, malah bingung kalo ketemu tiap hari tapi bukan sama suami atau istri." Jawabku sambil terkekeh. Kaki Pak RT tidak pernah diam ketika kami berbicara, bergerak terus, membuka dan menutup, seperti sedang membiasakan lagi perasaan baru dari kakinya, soalnya tadi kan ia merasakan sakit di kakinya, dan sekarang sudah sembuh, pasti masih merasa aneh, salahnya adalah, kami duduk diteras saling berhadapan, ia bersandar pada tembok rumah, sedangkan aku duduk dihadapanya, celana jeans yang dipakainya membentuk jelas gundukan selangkangannya, mengembung mengempis setiap kali kakinya bergerak menutup dan membuka, membuat aku sulit untuk fokus pada perbincangan kami, malah mataku yang menatap lurus ke arah gundukan Pak RT.
"Masih sakit kakinya emang Pak?." Tanyaku.
"Hmm?, oh ini ya, kaki Bapak gerak gerak mulu?." Pak RT balik bertanya, aku mengangguk.
"Udah enggak Ron, kamu pinter banget balikin jari bengkok gini kayak tadi, udah nggak sakit Ron, cuman kayak ada yang ilang aja rasanya." Jawab Pak RT.
"Rasa sakitnya kan ilang Pak!." Jawabku.
"Nah betul itu, jadi kayak biasain dulu ini mah." Aku menganguk mengerti.
"Oh iya Ron, Minggu depan Bapak ada acara gowes sepeda nih, mau ikut nggak?." Tanya Pak RT mengajak, sebenarnya mau mau saja, tapi rasanya aku begitu malas untuk berkegiatan, selain itu juga aku tidak punya sepeda.
"Jangan mikirin sepeda, bisa nyewa kok dari panitia." Seperti membaca fikiranku, itulah yang pertama Pak RT ucapkan saat aku diam belum menjawab pertanyaanya.
"Minggu depan mah Roni ada janji mijet Pak, kayaknya nggak bisa." Tolakku halus, berbohong saja sebenarnya, aku tidak memiliki janji dengan siapapun, siapa juga yang mau membuat janji pijat denganku, sehari hari saja sangat jarang ada yang datang untuk pjat, sepertinya terdengar mustahil bila sampai ada yang harus membuat janji.
"Oalah gitu ya Ron, lain kali aja kali ya Ron." Aku mengangguk, Pak RT berdiri kemudian membuka kemeja batik yang dia pakai, melemparkan kemeja itu ke atas kursi, menampilkan tubuh bagian atasnya dihadapanku, mungkin bagi orang lain ini adalah hal yang biasa, tetapi bagiku, ini berbeda, sebuah pemandangan sepsial lebih tepatnya, mataku berbinar melihat tubuh Pak RT, coklat bersih, sedikit berbulu, ketiaknya hitam lebat, ia kemudian kembali duduk.
"Gerah banget ni udah beberapa minggu, kemeja bagus sayang kalo kena keringet." Ujarnya, memang benar sih, hawa selama beberapa minggu ini begitu terasa panas jika disiang hari, dan begitu dingin dimalam hari, badan Pak RT sudah mengkilap karena berkeringat.
"Iya Pak, kalo siang aduh panasnya, gersang banget lagi Pak, tapi kalo malem, dinginnya minta ampun, bikin males gerak." Ujarku, Pak RT mengangguk setuju sambil terkekeh.
"Iya, kalo malemnya dingin banget, tapi Bapak seneng, soalnya kalo pelukan jadi lebih enak, jadi sering 'pengen' juga Ron, kan kalo dingin dingin mah enak gitu." Ujarnya sambil menaikan sebelah alis, aku tertawa mendengar ucapan Pak RT, tapi apa yang diucapkannya adalah sebuah fakta, malam yang dingin adalah malam yang enak untuk berpelukan, apalagi dengan orang yang bertubuh gempal, rasanya lebih hangat, ah andai saja jika Kang Maman mau menginap, ingin rasanya tidur hingga siang hari, ah sepanjang hari, dipelukan Kang Maman.
Memikirkan Kang Maman tetapi mataku tidak prenah lepas dari puting Pak RT yang kecil, bagus sekali, dadanya bidang, kurus tapi tidak sampai membuat tulang rusuknya terlihat, masih berdaging, tapi tidak gempal, ideal lah ya istilahnya tubuh Pak RT ini.
"Liatin apa Ron? sampe melotot gitu?." Tanya Pak RT, eh, seperitnya dia sadar bahwa aku sedang menatap fokus ke arah putingnya.
"E-eh-h, A-anu Pak."
"Liatin anu Bapak?." Ucapnya lagi dengan nada bercanda sambil mencangkup area selangkanganya.
"Duhhh b-bukan Pak, itu, puting Bapak kok ada bulunya?." tanyaku berpura pura mengalihkan suasana, aku sudah tahu, sebagian pria pasti memiliki bulu diarea putingnya, tapi kali ini aku pura pura polos saja, agar Pak RT tidak curiga.
"Ini?." Ujarnya sambil menyentuh putingnya sendiri, aku mengangguk.
"Biasa aja ah, emang gini Ron kalo punya banyak bulu, ditiap tempat ditubuh pasti aja ada bulunya." Jelas Pak RT.
"Punya Roni nggak ada tuh!." Ujarku, menaikan kaos yang aku pakai lalu memperlihatkan bagian dadaku yang montok dan berdaging kepada Pak RT.
"Ya belum aja itu mah Ron, nanti juga bakal muncul kok"
"Gitu ya Pak?." Ia mengangguk, aku masih memegang kedua dadaku bersamaan sambil menggerakanya dihadapan Pak RT, sesekali aku melihat ke arahnya, matanya fokus menatap ke arah dadaku.
"Pak?." Tanyaku sambil menurunkan kaosku.
"Liatin dada Roni sampe fokus begitu." Ia kembali terkekeh canggung.
"Iya Ron, aneh aja gitu, kamu kan cowok, tapi kok dada kamu montok begitu ya?." Tanya dia, kali ini giliranku yang tertawa.
"Kan Roni emang montok Pak!, montoknya sebadan badan, bedaging, enggak cuman didada aja." Jawabku, ia mengangguk mengerti.
"Pak, Bapak kan udah mendingan nih, Roni mau izin pulang aja deh Pak, keburu sore."
"Iya iya silahkan Ron, eh, ini Ron lupa Bapak." Ujarnya, ia masuk kedalam rumah, mengambil kemeja batik yang ia lempar ke atas kursi tadi, merogoh saku kemejanya kemudian mengepalkan selembar uang kedalam genggaman tanganku.
"Buat jajan." Ujarnya, aku menatap ke arah genggamanku, terlihat sedikit muncul berwarna merah dari sela jariku.
"Makasih banyak Pak!." Ujarku, ia tersenyum kemudian mengangguk.
"Roni pulang ya Pak!." Pamitku.
"Yooo, hati-hati, jangan sampe jatoh kayak Bapak!." Aku hanya tertawa sambil mengacungkan jempolku ke arahnya.
***************
Update update!!!!
Selamat membaca yaaa, semoga kalian suka, dua chapter sama yang kemaren masih pendekatan sama Pak RT, next kembali lagi ke Kang Maman dulu yaaaa.
Jangan lupa di vote dan komen yaaa.
Ilysmguys!!!! ♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️

KAMU SEDANG MEMBACA
PIJAT TURUNAN BAPAK
RomanceRoni, pemuda yang baru saja lulus sekolah memutuskan untuk membuka jasa pijat di kampungnya, ilmu memijatnya diturunkan dan diajarkan langsung oleh Bapaknya sendiri, metode pijat yang bisa menyembuhkan segala masalah pada tubuh, serta gaya pijat sen...