Ch.25 Hantaran Untuk Mang Ayi

3.9K 207 25
                                    


PIJAT TURUNAN BAPAK

CHAPTER 25


RONI P.O.V


Rantang alumunium yang sudah lama tidak aku pakai kini ku ambil dari lemari, terakhir aku gunakan ketika mengantarkan bekal untuk Bapak ke ladang, sekarang berdebu dan kusam. Air mendidih aku tuang kedalam ember, memasukan rantang itu kedalam ember, merendam agar hilang bau apek dan kotoran yang menempel. Tidak lama, hanya kurang lebih sepuluh menitan hingga air menjadi hangat, aku basuh dengan sabun dan air bersih, apek hilang dan rantang pun kembali menjadi bersih.


Akan aku gunakan untuk wadah makanan yang akan aku hantarkan kepada Mang Ayi nanti. Di rantang paling bawah aku masukan nasi, dirantang selanjutnya lauk berupa ayam dan sambel, barulah di rantang terakhir aku masukan pisang dan singkong rebus, sebagai pencuci mulut.


Sudah pukul sepuluh pagi, aku memutuskan untuk berangkat saja ke sawah menyusul Mang Ayi. Mengunci pintu, tidak lupa membawa ponsel pemberian dari Kang Maman, takut ada maling jika aku tinggal dirumah.


Jala setapak menyusuri ladang padi yang luas, jembatan sudah aku lewati, cahaya matahari yang tadi hangat menyenangkan kini perlahan lahan sudah mulai terasa menyengat dan terik, sial, tahu begini panasnya aku bawa payung saja tadi.


Tekstur hotmix yang menjadi alas bagiku tadi berjalan kini sudah mulai berubah menjadi tanah setapak yang kering, biasanya ketika musim hujan, sangat susah untuk berjalan lewat sini, licin dan tanahnya mudah amblas. Terlihat dihamparan padi yang luas, seseorang dengan pakaian berwarna oranye menyala dibawah terik matahari, sedang mencangkul tanah, Mang Ayi, sudah semakin dekat ternyata aku. Mang Ayi berhenti mencangkul, berdiri meluruskan pinggangnya, melihat ke arahku, tanganya ia simpan diatas pelipis, menahan silaunya matahari, untuk memastikan siapa yang berjalan ke arahnya. Aku melambaikan tanganku ke arahnya, ketika kami berjarak sepuluh meter, barulah deretan gigi rapinya terlihat, ia tersenyum lebar.


"Mau kemana Ron?." Tanya dia tepat ketika aku berada dihadapannya.


"Kesini lah Mang!." Dahinya mengkerut, bingung.


"Ngapain?." Aku mengangkat rantang yang menggantung ditanganku.


"Apaan tuh?."


"Rantang Mang, isinya makanan, buat Mamang." Jawabku dengan nada senang dan senyum yang lebar. Ia melepaskan genggaman tangannya dari cangkul, naik dari tanah sawah ke atas jalan setapak yang sejajar denganku.


"Kamu bawain bekel buat Mamang?." Aku mengangguk, tangannya ia usapkan dicelananya.


"Repot repot Ron, mana cuaca lagi panas gini, nanti item kamu!."


"Iya Mang, harusnya tadi pake payung aja."


"Ke saung aja yuk!." Ajaknya sambil berjalan melewatiku, berjalan menuju sebuah gubuk yang disebut saung tadi, kecil dan berada diujung kotak sawah yang sedang ia kerjakan, tempat untuk beristirahat memang.

PIJAT TURUNAN BAPAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang