Bab 7

431 43 15
                                    

"Abang rasa udah cukup. Nggak nampak lagi ini merah-merahnya." Benji berkata sambil amati bekas cupang di leher Ara. Matanya sampe memicing saking samarnya. Diam-diam takjub pada sesuatu yang disebut concealer itu.

"Coba, lihat."

Cowok itu kembali arahkan senter hapenya pada Ara biar si cantik berbody seksi itu bisa lihat pantulan leher jenjangnya dengan jelas. "Iya, udah." Katanya, fokus banget ngaca di spion tengah pikap Benji. Lampu di dalam pikap udah nggak berfungsi makanya mereka pake senter hape.

Cup

"Eh? Udahan dong, Abang!"

Bibir Benji nemplok leher Ara lagi. Nggak ada capek-capeknya dia ngelakuin hal itu, apalagi pacarnya kayak sengaja menengadah biar lehernya bisa dicumbu dengan mudah.

"Abang, ihh! Hape Ara geter lagi." Ara menggerutu sebal karna kelakuan Benji. Bukan dia nggak suka, hanya saja jam malamnya udah lewat hampir satu jam, Mama atau Papanya pasti udah berdiri di depan pintu, tunggu Ara pulang buat diomelin habis-habisan.

"Besok pulang kuliah jangan lupa mampir ke tempat Abang."

"Selesainya sore banget, gapapa?"

"Ya nggak apa-apa. Yang penting jangan langsung pulang."

"Kenapa? Justru bagus dong Ara pulang dulu, biar pas ketemu Ara udah wangi, makin enak dicium-cium."

Benji terkekek geli. Tahu aja Ara sama isi kepala pacarnya. Sekedar informasi, body sekal Ara udah berhasil patahkan prinsip Benji. Cowok itu kecanduan sama apa-apa yang ada di tubuh Ara. Bahkan empuk tetek Ara masih kerasa sampe sekarang, rasanya pengen dia kulum habis sampe mulutnya penuh. Tapi sebisa mungkin Benji tahan, soalnya dia masih ingat adik perempuannya di Binjai.

"Kita baru pacaran, hasian. Jangan sering-sering mancing Abang. Habis kau nanti." Balas Benji.

"Tapi Abang suka, kan?"

"Yaa... soalnya Abang normal? Mana ada laki-laki normal nggak suka bersenggama?"

Yang lebih muda dibuat ngakak. Bersenggama banget nih? Mereka nggak sejauh itu kok. Baru ciuman doang, sama cupangan. Eh, sama grepe-grepe dikit.

"Kalo Abang sih bukan cuma suka, tapi doyan. Liat tuh tangan Abang."

Ara kedikkan dagunya, menunjuk tangan Benji yang rupanya masih bertandang di atas paha mulus cewek itu. Benji cengengesan senang, nggak ada niat pindahin tangannya dari sana, justru dia makin berani remas-remas bahkan cubit gemas paha Ara.

"Ngapain sih?!" Protes Ara.

Cup

"Closingan untuk malam ini." Ucap Benji setelah berhasil daratkan bibirnya pada bibir Ara.

"Uhh!" Pura-pura ngambek, padahal kesenangan karna Benji udah berani cium-cium tanpa harus dipancing dulu.

"Mau masuk sekarang aja?"

Ngomong-ngomong pikap Benji parkir di seberang rumah Ara. Agak ke samping dikit biar keluarga Ara nggak curiga. Ara noleh ke belakang, celingak-celinguk pastikan nggak ada orang di halaman rumahnya. Aman, nggak ada siapa-siapa di pendopo dan di teras. Kayaknya dia bisa masuk sekarang.

"Telpon Ara kalo udah sampe." Pesan Ara sebelum turun dari pikap Benji, yang segera disetujui sama cowok itu lewat anggukan kepala. Berjam-jam bareng nyatanya belum berhasil puaskan dahaga mereka.

"Selamat malam, Abang sayang." Ucapan Ara ditutup flying kiss untuk pacarnya.

"Selamat malam juga, sayangnya Abang." Benji membalasnya dengan hal serupa.

Hold fast to loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang