Bab 6: Pertemuan Takdir

31 14 1
                                    

Suara paduan suara gereja menggema dalam melodi sakral, menciptakan atmosfer yang khusyuk dan penuh kedamaian. Di tengah-tengah gereja yang megah, semua anak asrama dan anak-anak sekolah berdiri dengan rapi, mengikuti alunan paduan suara yang membangkitkan rasa khidmat. Isaak Meijer-nama baru yang diambil Yitzhaq Bettelheim-berdiri di antara mereka, di samping Dexter, teman barunya yang tempat tidurnya berdampingan dengan Yitzhaq di asrama.

Dexter, dengan senyum ramahnya, berusaha menghibur Yitzhaq yang tampak cemas. Meskipun Yitzhaq merasa sedikit terhibur oleh sikap Dexter, perasaan cemas dan ketidaknyamanan tetap membayangi hatinya. Mengikuti ritual penjamuan kudus, di mana roti dan anggur dibagikan sebagai simbol tubuh dan darah Kristus, adalah hal yang sangat sulit baginya. Sebagai seorang Yahudi, ritual ini bertentangan dengan keyakinannya yang mendalam. Namun, Yitzhaq tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain mengikuti prosedur yang ada demi menjaga keselamatannya.

Saat paduan suara berhenti dan barisan mulai bergerak menuju altar, jantung Yitzhaq berdegup kencang. Setiap langkah terasa seperti langkah menuju jebakan yang siap menghancurkan rahasianya. Papa Heinrich, pendeta Protestan yang telah membantunya dalam menyamarkan identitasnya, berdiri di depan altar dengan tatapan serius dan penuh pertimbangan.

Yitzhaq merasakan tatapan Papa Heinrich yang penuh perhatian dan khawatir. Papa Heinrich jelas memahami betapa berbahayanya situasi ini bagi keimanan Yitzhaq, dan ia tampaknya mengambil langkah preventif untuk melindungi anak yang sedang dalam pelarian. Ketika Papa Heinrich melihat Yitzhaq di barisan, ia dengan cepat membuat keputusan yang bijaksana. Dengan hati-hati, Papa Heinrich memutuskan untuk melewatkan Yitzhaq dalam barisan dan hanya memberikan hosti kepada Dexter serta anak-anak lainnya.

Ketika giliran Dexter tiba dan ia menerima hosti dari Papa Heinrich, Yitzhaq merasakan kelegaan yang mendalam. Rasa cemas yang menggelayuti pikirannya perlahan mereda. Meskipun ia berhasil menghindari situasi yang dapat menggoyahkan keimanannya, Yitzhaq tahu bahwa keputusan untuk tidak menerima hosti bisa menimbulkan kecurigaan jika ada yang memperhatikannya. Ia terus mengelus dadanya dimana liontin bintang daud yang berada di sebalik seragam formalnya berada, berdoa dalam hati agar rahasianya tetap aman.

Upacara penjamuan kudus berakhir, dan anak-anak mulai meninggalkan gereja satu per satu. Yitzhaq mengikuti Dexter dengan langkah pelan, berusaha menyembunyikan rasa lega yang disertai dengan ketegangan. Dexter tampak puas dan tenang setelah ritual tersebut, sementara Yitzhaq merasa beban berat di pundaknya.

Di luar gereja, suasana pagi yang cerah kontras dengan ketegangan yang dirasakannya. Yitzhaq berusaha menenangkan pikirannya sambil mengamati anak-anak lain yang berlarian penuh semangat. Dexter, yang melihat Yitzhaq tampak termenung, memberinya senyuman simpatik. "Kau baik-baik saja?" tanya Dexter dengan nada peduli.

Yitzhaq memaksakan senyuman. "Ya, terima kasih. Hanya merasa sedikit lelah. Aku akan baik-baik saja." Ia berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya dari Dexter, tidak ingin menambah beban temannya.

Setibanya di ruang makan asrama, suasana ramai dengan obrolan dan tawa anak-anak. Yitzhaq mengikuti Dexter menuju meja makan, merasakan kehangatan dari suasana yang penuh aktivitas. Salah satu teman asrama berdiri di depan meja dan mulai membacakan ayat Alkitab sebelum makan. Yitzhaq berdiri dengan khidmat dan menyimak dengan seksama, mencoba mengingat setiap kata dalam doa yang dibacakan, meskipun ia tidak sepenuhnya memahami maknanya.

Setelah doa selesai, anak-anak mulai makan. Yitzhaq menyantap sarapannya dengan tenang, namun pikirannya tetap melayang ke kelas yang akan ia hadapi nanti. Ia berusaha membayangkan bagaimana hari pertama sekolah menengah pertama sebagai Isaac Meijer, anak baru dari Belanda, akan berlalu. Kelas barunya adalah bagian penting dari kehidupan barunya, dan ia harus memainkan perannya dengan baik.

Ia menyadari bahwa ia dan Dexter berada di kelas yang berbeda, yang berarti ia harus memulai perjalanan ini sendirian. Yitzhaq merasa sedikit tertekan memikirkan hal itu. Kelas baru berarti bertemu dengan teman-teman baru, menghadapi tantangan baru, dan mempertahankan rahasianya di tengah-tengah kehidupan sehari-hari yang baru.

Hari pertama di sekolah menengah pertama terasa sangat berbeda dari kehidupan sebelumnya. Setelah mengikuti ritual perjamuan kudus di gereja, Yitzhaq merasakan campuran antara rasa lega dan kecemasan. Ia mengetahui bahwa langkah-langkah kecil seperti ini bisa menentukan keselamatan hidupnya di masa depan.

Di pagi hari, setelah sarapan, Yitzhaq melangkah memasuki lorong sekolah dengan penuh hati-hati. Sekolah ini adalah sekolah Protestan tempat ia akan menjalani kehidupan barunya, berpura-pura sebagai seorang anak pindahan dari Belanda.

Setiap sudut gedung yang terawat rapi, dengan dinding yang tertutup lukisan dan foto-foto, menandakan awal dari babak baru dalam hidupnya.Saat ia memasuki kelas, Yitzhaq merasakan campuran antara kegugupan dan harapan. Guru yang menyambutnya, seorang wanita paruh baya dengan sikap ramah, memandu Yitzhaq ke depan kelas membelakangi papan tulis. Sambil berjalan, Yitzhaq berusaha menenangkan diri dan fokus pada langkah-langkah yang harus diambil.

Ketika guru mulai memperkenalkan Yitzhaq kepada kelas, Yitzhaq berdiri di depan kelas dan menoleh ke sekeliling ruangan. Di dinding kelas, terpampang foto besar Ratu Wilhelmina dengan latar belakang resmi, mengingatkannya pada jati diri dan latar belakang baru yang harus ia terima. Ia merasakan ketegangan yang mendalam saat memandang foto itu, seolah-olah mengingatkan bahwa ia kini berada di dunia yang sangat berbeda dari dunia yang ia kenal.

"Selamat pagi, anak-anak. Ini adalah Isaak Meijer, murid baru kita dari Belanda. Mari kita sambut dengan baik," kata guru dengan suara lembut, memperkenalkan Yitzhaq kepada seluruh kelas.

Yitzhaq menghela napas dalam-dalam dan mencoba untuk tersenyum, meski dalam hati ia merasa cemas. "Halo, nama saya Isaak Meijer. Saya baru pindah dari Belanda dan sangat senang bisa bergabung dengan kalian di sini."

Saat Yitzhaq menyelesaikan perkenalannya, ia melihat wajah-wajah penasaran di sekelilingnya. Tidak lama kemudian, Yitzhaq merasakan tatapan yang tidak asing di wajah Jonathan. Jonathan, anak laki-laki yang pernah ia temui saat melarikan diri dari rumah Karel, berada di kelas yang sama. Jonathan tampak bingung sejenak, seolah-olah berusaha mengingat di mana ia pernah melihat Yitzhaq.

Ketika Jonathan menyadari kehadiran Yitzhaq, dia tampak bingung, seolah-olah memikirkan di mana dia pernah melihat wajah tersebut. Yitzhaq merasa kecanggungan di antara mereka semakin meningkat. Jonathan bukanlah murid pondok seperti Yitzhaq; ia adalah murid harian yang setiap hari diantar jemput oleh pelayan keluarganya. Jonathan duduk di bangku dekat jendela, sementara Yitzhaq diantarkan untuk duduk di bangku seberang Jonathan.

Yitzhaq merasa ketegangan menyelimuti dirinya saat mereka saling berpandangan. Jonathan tampak berusaha mengingat sesuatu, tetapi tidak bisa menghubungkan wajah Yitzhaq dengan pertemuan mereka sebelumnya. Yitzhaq, di sisi lain, berusaha keras untuk menyembunyikan kegelisahannya dan menjaga sikapnya tetap tenang. Kecanggungan di antara mereka sangat terasa, dan Yitzhaq merasakan tekanan untuk tidak menarik perhatian lebih dari yang diperlukan. Kelas dimulai, dan guru mulai mengajarkan pelajaran pertama. Yitzhaq mencoba fokus pada materi yang diajarkan, tetapi pikirannya terus kembali kepada pertemuannya dengan Jonathan.

Bettelheim [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang