Bab 5: Keadaan di Rumah Karel

22 11 1
                                    

Setelah malam itu, ketika Yitzhaq berhasil melarikan diri, rumah besar milik Karel yang biasanya sunyi mendadak penuh dengan ketegangan. Karel baru kembali dari pesta yang ia hadiri, dan begitu ia mendapati kamar Yitzhaq kosong, kemarahannya meledak seperti api yang menyambar kayu kering. Suasana rumah yang tadinya hening seketika berubah menjadi keributan penuh amarah dan panik.

Langkah-langkah Karel terdengar berdebam keras saat ia melangkah cepat dari satu ruangan ke ruangan lain, membuka pintu-pintu dengan kasar, mencari tanda-tanda keberadaan Yitzhaq. Nafasnya memburu, dan setiap pintu yang ia buka, ia benturkan dengan keras hingga terdengar suara menggelegar di seluruh rumah. Keheningan yang biasanya menenangkan kini berubah menjadi gema kebisingan yang menakutkan. Di setiap sudut, bayang-bayang tampak menari-nari, seolah-olah mengejek usahanya yang sia-sia untuk menemukan bocah itu.

"Di mana dia?! Di mana bocah itu?!" Karel menggeram, matanya menyala dengan kemarahan yang sulit disembunyikan. Ia hampir tidak bisa berpikir jernih, dan setiap detik yang berlalu tanpa melihat jejak Yitzhaq membuatnya semakin gelisah. Ia merasakan rasa takut yang merayapi hatinya-bukan hanya karena kehilangan kendali atas Yitzhaq, tetapi juga karena ancaman yang lebih besar menantinya jika Yitzhaq tidak ditemukan.

Pelayan rumah hanya bisa berdiri dengan wajah tegang, tidak berani menjawab atau menunjukkan ekspresi apapun yang bisa memicu kemarahan Karel. Beberapa dari mereka bahkan menahan napas, berharap bisa menghindari kemarahan majikan mereka yang meledak-ledak. Namun, ketakutan mereka tidak bisa menandingi ketakutan yang dirasakan Karel. Pelayan-pelayan itu hanya khawatir akan kehilangan pekerjaan atau mungkin menghadapi hukuman ringan. Sedangkan Karel... Karel tahu bahwa jika Yitzhaq tidak ditemukan, maka seluruh karier dan hidupnya akan berada dalam bahaya besar.

Ketika akhirnya ia menyadari bahwa Yitzhaq benar-benar melarikan diri, wajah Karel memucat. Ia tahu bahwa ini bukan hanya masalah kehilangan seorang budak. Yitzhaq adalah tanggung jawabnya, dan jika ia tidak bisa mengembalikannya, Karel tahu bahwa ia akan berurusan dengan Pastor Willem-seseorang yang memiliki pengaruh besar dalam kariernya. Pastor Willem-lah yang membantu Karel mendapatkan pangkat sehingga ia bisa pindah ke Hindia Belanda, dan kehilangan Yitzhaq akan menjadi kesalahan besar yang bisa menghancurkan semuanya.

Karel memikirkan bagaimana Pastor Willem telah membuka pintu-pintu peluang bagi dirinya. Dengan dukungan sang pastor, Karel mampu mencapai posisi yang lebih baik, meninggalkan Eropa yang dilanda perang untuk memulai kehidupan baru di Hindia Belanda. Tapi sekarang, semua yang telah ia bangun bisa hancur dalam sekejap. Satu kesalahan ini bisa menjadi akhir dari segalanya.

Tanpa pikir panjang, Karel memerintahkan beberapa pelayan untuk segera mencari Yitzhaq di seluruh kota. Ia sendiri juga bersiap untuk bergabung dalam pencarian tersebut, mengumpulkan semua kekuatannya untuk mengatasi masalah ini secepat mungkin. Karel menyadari bahwa ia tidak punya banyak waktu. Setiap detik yang berlalu tanpa menemukan Yitzhaq membuat Karel semakin panik. Ia merasa bayang-bayang kegagalan dan kekecewaan dari Pastor Willem mengejarnya, menghantui pikirannya dengan ketakutan akan hilangnya kekuasaan dan kedudukannya.

Saat Karel hendak keluar dari rumah, salah seorang pelayan, dengan suara gemetar, akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Tuan... Saya melihat sesuatu tadi malam... Saya rasa itu Tuan Yitzhaq..."

Karel menghentikan langkahnya dan menatap pelayan itu dengan tajam. "Apa maksudmu? Apa yang kau lihat?"

Pelayan itu menelan ludah, merasa terintimidasi oleh tatapan penuh amarah Karel. "Tadi malam, sebelum Tuan kembali... Saya melihat Tuan Yitzhaq keluar melalui pintu belakang... menuju taman. Ia berjalan cepat, seperti sedang melarikan diri... Lalu, ia menghilang di kegelapan, Tuan. Saya tidak melihat ke mana ia pergi setelah itu."

Wajah Karel semakin memerah. "Mengapa kau tidak segera melaporkannya, bodoh?! Kau tahu apa akibatnya jika kita tidak menemukannya?!"

Pelayan itu gemetar ketakutan, hanya bisa menundukkan kepala, tidak berani menatap Karel. Ia tahu betapa berbahayanya situasi ini, baik bagi dirinya maupun bagi Yitzhaq yang telah kabur. Dalam hatinya, pelayan itu berdoa agar Yitzhaq selamat, meski ia tahu bahwa kemungkinan besar bocah itu akan mengalami nasib buruk jika ditemukan.

Karel menggertakkan giginya, amarahnya semakin membara. Tapi lebih dari itu, ia merasakan ketakutan yang semakin besar. "Aku tidak bisa kehilangan dia. Tidak sekarang. Aku harus menemukannya... aku harus!" Dengan itu, Karel bergegas keluar dari rumah, bertekad untuk menemukan Yitzhaq sebelum semuanya terlambat.

Malam semakin larut ketika Karel akhirnya kembali ke rumah setelah berjam-jam mencari Yitzhaq tanpa hasil. Kakinya lelah, wajahnya tampak tegang, dan amarah yang sebelumnya meledak-ledak kini beralih menjadi kecemasan yang mendalam. Peluh dingin membasahi pelipisnya saat ia menyadari bahwa pencariannya sejauh ini sia-sia. Setiap sudut kota telah ia telusuri, setiap lorong dan gang kecil ia periksa, tetapi Yitzhaq seolah-olah menghilang tanpa jejak. Bayang-bayang malam menyembunyikan anak itu, dan setiap usaha Karel untuk menemukannya berakhir dengan kegagalan.

Ia duduk di kursi ruang kerjanya, menatap kosong ke dinding, mencoba menyusun rencana. Ruang kerjanya yang biasanya menjadi tempat ia merenung dan merencanakan langkah-langkah strategis, kini terasa seperti penjara yang mencekiknya. Pikiran-pikiran berputar di kepalanya, tapi tidak ada satu pun yang memberinya rasa lega.

Karel tahu, jika Pastor Willem mengetahui bahwa Yitzhaq hilang, konsekuensinya akan sangat serius. Pastor Willem bukan hanya tokoh berpengaruh di gereja, tetapi juga orang yang berperan besar dalam karier Karel. Berkat bantuan Pastor Willem, Karel bisa mendapatkan pangkat dan kesempatan untuk pindah ke Hindia Belanda-sebuah langkah yang mengubah hidupnya. Jika Yitzhaq tidak ditemukan, hal itu bisa merusak hubungan baik mereka dan menghancurkan karier yang susah payah ia bangun.

Ia membayangkan kemungkinan Pastor Willem menghubunginya dalam beberapa hari mendatang, menanyakan kabar Yitzhaq. Bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa anak itu telah melarikan diri? Bagaimana ia bisa menyampaikan berita buruk itu tanpa kehilangan dukungan dari Pastor Willem? Karel merasa terjebak dalam situasi yang tidak mungkin.

"Jika dia bertanya... apa yang harus aku katakan?" Karel bergumam, suaranya penuh keraguan. Ia mencoba memikirkan berbagai skenario, mulai dari berbohong dan mengatakan bahwa Yitzhaq telah dikirim ke tempat lain, hingga mengarang cerita tentang Yitzhaq yang sengaja pergi tanpa memberi tahu siapa pun. Namun, setiap rencana yang terlintas di benaknya tampak rapuh dan penuh risiko.

Dengan frustrasi, Karel menyandarkan kepalanya di kursi, menutup mata sambil menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa waktu terus berjalan, dan semakin lama Yitzhaq hilang, semakin besar kemungkinan Pastor Willem akan curiga. Karel harus menemukan jalan keluar sebelum situasi ini menjadi semakin tidak terkendali.

Namun, untuk saat ini, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menunggu dan berharap bahwa Yitzhaq akan ditemukan-atau bahwa ia bisa menyusun rencana yang cukup kuat untuk menyelamatkan dirinya dari kehancuran yang tampaknya semakin dekat.

Bettelheim [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang