Bab 14: Dua pihak

10 0 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, kelompok diskusi Yitzhaq dan Jonathan semakin berkembang. Kelompok ini terdiri dari siswa dari berbagai latar belakang, termasuk anak-anak Belanda yang mulai menyadari ketidakadilan sistem kolonial. Mereka aktif menyuarakan pandangan mereka melalui mading dan papan informasi di sekolah, gereja, dan asrama. Mereka menempelkan poster yang menampilkan pesan tentang kesetaraan dan perlunya menghormati semua orang tanpa memandang ras atau status sosial.

Di mading sekolah, mereka menempelkan poster bertuliskan, "Kita Semua Manusia - Hormati Setiap Orang!" dan "Kolonialisme: Menghargai Hak Asasi Manusia, Bukan Menginjaknya!" Poster-poster ini menarik perhatian berbagai kalangan, mulai dari siswa sekolah umum, anak-anak asrama, hingga penduduk lokal yang datang ke gereja. Pesan-pesan ini mulai memicu diskusi di antara mereka, membangkitkan kesadaran akan ketidakadilan yang terjadi.

Namun, upaya mereka tidak diterima dengan baik oleh semua orang. Salah satu siswa asrama, Pieter, yang sebelumnya pernah mengejek Yitzhaq di kamar mandi, mulai beraksi. Pieter adalah salah satu anak Belanda yang vokal dan memiliki kelompok teman setia. Ia menganggap tindakan Yitzhaq dan Jonathan sebagai ancaman terhadap kekuasaan kolonial Belanda dan merendahkan prestasi mereka di Hindia Belanda. Pieter dan kelompoknya mulai mengolok-olok Yitzhaq dan Jonathan di belakang mereka, bahkan menuduh mereka membenci kerajaan Belanda.

Pada suatu sore, saat kelompok diskusi sedang berkumpul di perpustakaan asrama, Pieter dan kelompoknya datang dengan penuh kemarahan. Mereka tidak hanya mencemooh tetapi juga menantang Yitzhaq dan Jonathan di depan semua orang.

"Wat denken jullie, dat jullie alles kunnen veranderen met een paar woorden? Jullie zijn maar kinderen die niets begrijpen van hoe de wereld werkt!" ("Apa yang kalian pikirkan, bahwa kalian bisa mengubah semuanya dengan beberapa kata? Kalian hanya anak-anak yang tidak memahami bagaimana dunia ini bekerja!")

Jonathan berdiri untuk menanggapi. "Kami hanya mencoba membuat perbedaan, Pieter. Kami percaya bahwa semua orang, termasuk pribumi, pantas dihormati."

Pieter tertawa sinis. "Hormat? Seharusnya kalian bangga dengan posisi Belanda di sini. Kalian malah menjadi pengkhianat!"

Konfrontasi antara dua kelompok ini semakin memanas. Yitzhaq mencoba menenangkan suasana dengan berbicara lembut, tetapi Pieter semakin intens dan berapi-api. Ketegangan semakin meningkat, dan beberapa teman sekelas yang tertarik dengan diskusi tersebut merasa cemas.

Perdebatan itu tidak berlangsung lama sebelum suara riuh rendahnya menarik perhatian Meneer van der Meer, yang kebetulan lewat di koridor. Ia mendekati perpustakaan dan melihat keributan yang terjadi di dalamnya. Dengan wajah serius, Meneer van der Meer membuka pintu perpustakaan dan memerintahkan semua siswa untuk diam.

"Waarom is het hier zo'n herrie?" ("Kenapa ada keributan di sini?") tanya Meneer van der Meer dengan nada tegas. Ia memandang Yitzhaq, Jonathan, dan Pieter satu per satu, melihat ketegangan yang terhampar di wajah mereka.

Yitzhaq dan Jonathan menjelaskan situasi tersebut, sementara Pieter dan kelompoknya membantah tindakan mereka. Meneer van der Meer mendengarkan dengan seksama, lalu mengeluarkan keputusan. "Saya akan membawa kalian semua ke kantor guru untuk membahas masalah ini lebih lanjut. Keributan semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja."

Di kantor guru, situasi menjadi semakin tegang. Meneer van der Meer duduk di meja kerjanya dengan wajah serius, sementara Yitzhaq, Jonathan, Pieter, dan beberapa teman sekelas yang terlibat duduk di depan meja tersebut.

"Nu, leg duidelijk uit wat er precies is gebeurd," ("Sekarang, jelaskan dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.") kata Meneer van der Meer.

Yitzhaq dan Jonathan menjelaskan niat mereka untuk membuat perubahan positif di sekolah dan bagaimana mereka berusaha memperlakukan semua orang dengan hormat. Mereka mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap perlakuan tidak adil yang mereka saksikan terhadap para pelayan dan bagaimana mereka ingin mempromosikan rasa hormat di kalangan siswa.

Pieter, di sisi lain, mengklaim bahwa tindakan mereka mengancam kekuasaan Belanda dan merendahkan prestasi kolonial. Ia menyatakan bahwa mereka seharusnya lebih menghargai posisi Belanda di Hindia Belanda dan tidak mengkritik sistem yang ada.

Meneer van der Meer memikirkan apa yang telah dikatakan dan akhirnya berkata, "Kita harus menghargai pendapat dan perjuangan setiap orang, tetapi kita juga harus menjaga ketertiban dan tidak membiarkan perbedaan pendapat berkembang menjadi konflik terbuka. Saya akan memikirkan tindakan selanjutnya dan bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih baik."

Setelah pertemuan tersebut, Yitzhaq dan Jonathan merasa sedikit lega bahwa situasi mereka didengarkan, tetapi mereka juga merasa kecewa karena ketegangan antara mereka dan Pieter belum sepenuhnya mereda. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir dan masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai perubahan yang mereka inginkan.

Di sisi lain, Pieter dan kelompoknya tetap merasa bahwa mereka harus melawan apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap kekuasaan Belanda. Ketegangan ini akan mempengaruhi hubungan antara siswa-siswa di sekolah dan menjadi salah satu tantangan besar yang harus dihadapi Yitzhaq dan Jonathan dalam perjuangan mereka untuk membuat perbedaan.

Sementara itu, Yitzhaq dan Jonathan bertekad untuk tetap berpegang pada prinsip mereka dan terus berusaha membuat perubahan, meskipun menghadapi rintangan yang semakin besar. Mereka percaya bahwa upaya mereka akan membawa dampak yang positif, tidak hanya bagi mereka, tetapi juga bagi semua orang di sekitar mereka.

Bettelheim [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang