Part 1

114 10 3
                                    

Nama ku Saka Swastor Ferrance , anak bungsu dari empat bersaudara di keluarga terpandang yang menguasai dunia real estate. Jalan hidup yang ku tempuh sangatlah mudah karena semuanya bisa di selesaikan menggunakan {uang}.

Hukum?, pendidikan?, tindak kejatahan?, bahkan... Kekuasaan. Itu yang ku lihat dari keluarga ku dan ajaran yang di berikan sejak aku masih kecil. Ternyata semua sirna ketika saat itu di mulai, di mana cinta yang ku inginkan tidak bisa ku dapatkan melalui uang.

Aku... Berpikir bahwa semua ini terasa sia-sia, semua hal yang ku perjuangkan hanya untuk dirinya. Nyatanya bukan aku yang dia cinta, melainkan Ellino Cill Heinz.

Ku tatap pada kedua kaki ku yang telanjang tanpa alas kaki membuatnya tampak kotor dan lecet, hembusan angin yang agak kencang menerpa surai rambut perak lepek tak terurus. Bibir kering yang terlihat haus serta mata sayu yang terlihat kehilangan arah tuju.

Dalam rengkuhan tangan kanan ku, ku pegang erat buku diary yang menjadi teman setia ku, yang menjadi tempat ku berkeluh kesah dengan bebas. Buku yang menjadi saksi bisu kehidupan perjalanan ku yang kelam dan penuh siksaan ini

Ku tatap diri sendiri dalam genangan air di bawah ku, dulu aku yang selalu memakai pakaian mahal bermerek kini terlihat seperti pengemis jalanan yang lusuh. Bibir kering ku membentuk senyuman getir dan mata ku memburam karena air mata yang membendung.

Berjalan kearah tebing dan menatap bebatuan di bawah sana membuat bulu kuduk merinding, mendongakkan kepala menatap luasnya langit biru bersama awan putih yang cerah. Bahkan saat dirinya kedinginan karena rasa sepi dunia tetap saja menghangat seperti tak peduli ada manusia malang di sini.

Mungkin ini jalan terbaik yang bisa di lakukan, bukan jalan terbaik, tapi keputusasaan yang tak tahu harus bagaimana.

"Selamat tinggal, Zedd Cavero Brexley".

Terasa tubuhnya seakan melayang di udara dan suara benturan keras terdengar membuat burung di sekitar terbang sebab terkejut, mulai merasakan rasa sakit yang tidak bisa di utarakan hingga pandangannya mulai berat seperti kantuk.

"Jika ada sekali lagi, bisakah aku...".

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"...Da".

"...Muda".

"Tuan muda!".

"Huh?, suara Yirin?".

"Saya mohon sadarlah Tuan muda" Panggilnya di sertai isakan.

"Rin...".

"Tuan muda!. Apakah Anda baik-baik saja?" Raut khawatir terlihat jelas pada wajahnya.

"Di mana ini?".

"Pasti Anda sangat terkejut, tapi syukurlah dokter bilang Anda baik-baik saja".

Menatap sekeliling "Tunggu, ini kamar ku?".

"Tuan muda, apakah ada yang sakit?".

"Kenapa aku di sini?".

"Anda jatuh dari tangga kemarin".

"Terjatuh dari tangga?".

"Apa Anda tidak ingat?".

"Aku melompat dari tebing karena aku sudah tidak memiliki harapan hidup lagi, kenapa aku bisa di rumah?. Rasa sakit sebab tubuh ku hancur jelas-jelas itu nyata".

"Saya akan memanggil dokter!".

"Ah, tu-tunggu Yirin...".

"Bagaimana mungkin aku bisa di sini?, seharusnya aku sudah mati. Tapi yang lebih mengejutkan ku kenapa Yirin masih hidup?. Bukankah dia sudah meninggal karena kecelakaan?".

Diary BookWhere stories live. Discover now