Part 14

32 6 0
                                    

Rahang yang tersangga dengan kedua tangan sembari memejamkan mata, dalam pikirannya ramai seperti pasar. Keningnya berkerut secara tiba-tiba dan kemudian menggeleng dengan sendirinya, helaan nafas pelan juga terlihat membuatnya seperti banyak menanggung beban.

Dalam ruang kelas yang hanya terdapat dirinya sendiri di pojok belakang samping jendela, karena tidak ada siapapun kelas sangat tenang. Hanya ada suara burung yang bercicit samar dan detakan jarum jam yang berada di atas papan tulis.

Tempat yang cocok sekali untuk dirinya sekarang yang banyak pikiran.

"Sekarang tidak mungkin aku keluar dari Dennan, di masa depan aku akan menghindari mereka sebisa mungkin. Ku rasa aku tidak akan pernah terlibat karena sekarang aku masuk di klub terburuk, lagipula jika aku bertemu El aku akan baik padanya."

Wajahnya cemberut lucu "Apa aku tidak perlu mencari di mana makam keluarga ku?. Aku tidak menyangka mereka sudah meninggal, saat aku lulus aku akan menjalani jalan yang ku inginkan."

"Aku akan mencari banyak uang untuk diri ku sendiri, hehehe. Tapi aku ingin punya keluarga yang menyayangi ku, siapa yang tidak akan meninggalkan ku?" Wajahnya berubah menjadi sedih.

"Apa yang kau pikirkan sampai kau sedih seperti ini?" Nio menempelkan sekotak susu strawberry dingin ke pipi Saka.

"Kau sudah datang, kenapa kau berangkat pagi sekali?" Menerima susu strawberry yang di berikan Nio.

"Hanya ingin saja." (Mendapat telepon dari Denka kalau Saka berangkat pagi-pagi sekali)

"Ah, begitu ya."

"Begitulah. Apa kau punya masalah?"

Saka menatap Nio, menatap bola matanya dengan serius "Nio, menurut mu jika kau bukan anak kandung keluarga mu apa yang akan kau lakukan?"

"Itu pasti sangat berat, namun jika keluarga angkat ku menyayangi ku setidaknya hanya satu orang saja di sana itu sudah lebih dari cukup karena ada tempat untuk ku pulang." Nio menjelaskan dengan tersenyum lembut.

"Di rumah ada Kak Denka dan Yirin... Apakah itu cukup? Tidak itu lebih dari cukup untuk sekarang."

"Terima kasih sudah menjawabnya Nio."

"Saka, ketahuilah bahwa aku menyayangimu. Apapun yang terjadi jika kau merasa tidak punya tempat ke mana kau harus pergi, aku selalu bisa menjadi tempat mu untuk pulang."

Tawa keras Saka membuat Nio mengernyit heran, apakah perkataannya hanya di anggap sebuah lelucon?.

"Aku serius!"

"Hihihihi, iya aku tahu. Terima kasih banyak Nio."

Tersenyum tipis "Apa kau sudah sarapan?"

"Eum... Belum, aku langsung berangkat kemari tadi."

"Kebetulan Ibu memberikan uang saku lebih." Nio berdiri membelakangi Saka dan menengok ke belakang pada lelaki imut yang masih terduduk "Aku yang traktir."

"Kau memang yang terbaik!" Wajah sumringah tercetak jelas, siapa yang akan menolak gratisan?.

Berpindah tempat pada ruangan yang sangat besar dan luas, terdapat meja dan kursi panjang yang tertata dengan rapi serta bersih. Karena masih sangat pagi hanya ada orang-orang yang bekerja di bagian kantin dan dapur.

Dua orang yang memiliki tinggi badan yang berbeda itu berdiri di depan pemesanan makanan, seorang wanita yang tidak lagi muda memakai celemek, sarung tangan, dan surgical bouffant berdiri di dalam.

"Silahkan memilih apa yang akan di makan." Bibi mempersilahkan dengan ramah dan tersenyum.

"Saka, apa yang akan kau makan?"

Diary BookWhere stories live. Discover now