Selama 2 hari terakhir setelah kematian Yirin Saka hanya mengurung diri di kamar tanpa keluar, Denka yang mengunjunginya hanya melihat Saka yang terbaring di kasur dengan lesu.
Tatapannya masih kosong dan hanya tiduran sepanjang hari tanpa melakukan apapun. Semua orang sangat khawatir sekarang, bahkan dengan adanya Nio dan El sama sekali tidak membantu.
Tercetus dalam benak Denka teringat tiket kemenangan di kompetisi renang yang belum di gunakan, Denka membuka pintu kamar Saka perlahan.
Saka tampak sama sekali tidak beranjak dari tempatnya dan masih terbaring di kasur "Saka, ayo kita pergi liburan ke pantai Kulop."
Saka hanya membuka mata dan menatap Denka dengan ekor mata tanpa mengatakan apapun.
"Akan sangat bagus kalau kita pergi menjernihkan isi kepala di sana. Apa kau tidak tertarik?"
Saka kembali memejamkan mata "Kapan?" Suaranya sangat lemas.
Denka saking tidak percayanya sampai melongo "Se-sekarang!" Jawabnya cepat.
Karena tidak ada sahutan dari Saka Denka jadi bingung "Apakah terlalu terburu-buru?"
"Tidak."
"Baiklah, ayo kita pergi."
Semua keperluan Saka sudah di atur oleh Denka sendiri, jika menggunakan pelayan lain takutnya seperti kejadian kemarin. Mungkin masih teringat sosok Yirin, saat pelayan lain menyiapkan air untuknya mandi Saka menangis tanpa suara dalam diam.
Takut hal itu terulang Denka melakukan semua keperluan Saka secara sukarela. Ailane yang menunggu di bawah dengan membawa kotak bekal tersenyum tipis melihat Saka bersedia keluar dari kamar.
"Nak, ini Ibu bawakan bekal untuk mu. Cepatlah pulih."
"Terima kasih." Saka pergi masuk ke dalam mobil tanpa berbicara lebih banyak, semua orang maklum dengan tingkah Saka yang masih berduka.
Denka yang terus mengoceh banyak bicara tidak mendapat tanggapan dari Saka kecuali jika di tanya. Pandangan Saka terus melihat keluar dari jendela mobil, Denka menatap miris melihat kondisinya yang sekarang.
Sesampainya di pantai Kulop Denka menyewa jasa pelayan untuk membawa barang bawaan ke villa mereka menginap.
"Saka, ayo kita makan dulu dan main ke pantai setelahnya." Saka hanya membalas dengan anggukan lemah.
Selama makan masih tetap sama, Saka tetap diam tidak berbicara tapi bukan Denka namanya jika menyerah secepat itu untuk adiknya. Meskipun Denka berbicara dan Saka tidak mendengarkannya tetap ia lakukan.
Sehabis makan mereka berjalan di sepanjang pesisir pantai perlahan, angin berhembus kencang membuat pakaian dan rambut mereka terbawa arus angin.
Di dekat batu karang yang berukuran besar dan indah mereka berhenti, Denka perhatikan Saka yang hanya melihat lautan luas tak berujung dengan tatapan lurus.
"Di sinilah untuk sementara waktu menjernihkan pikiran. Jika sudah selesai kembali ke villa." Denka mengusap surainya pelan tapi tidak ada tanggapan dari orang yang diajaknya bicara.
Denka pergi meninggalkan Saka sendiri untuk memberinya waktu. Hanya berdiri di sana menatap lautan tak berujung nan jauh di sana, air mata keluar membasahi pipi.
Tidak ada isakan maupun suara tangis yang keluar, matanya yang berbicara betapa hancur dirinya sekarang. Saka menatap kakinya yang beralaskan sandal kemudian menatap langit yang begitu luas.
"Apakah mengubah nasib dan menghindari kematian itu memang tidak mungkin? Lalu bagaimana dengan ku sekarang?" Tatapnya pada tangannya sendiri.
"Sudah banyak hal yang berubah. Aku tidak jatuh cinta dan tidak dekat dengan Zedd, aku berteman baik dengan El, sekarang ada Arfie dan anggota klub Fatigue Reliever. Nasib ku yang sekarang berbeda dan jauh lebih baik."
YOU ARE READING
Diary Book
Teen FictionKapan kau akan melihat kearah ku?, apakah aku seperti benda mati di mata mu?, tidak bisakah aku mendapatkan cinta mu?. Sedikit saja, ku mohon cintailah aku. -----------------------16 April 2038--------------------- Pada malam sebelum upacara pernika...