Part 7

34 7 0
                                    

"Kau sampah!" Mendorong tubuh yang kurus tak terawat.

"Dasar tidak tahu diri!, keluarga kami harus memelihara orang seperti mu, orang asing!" Teriaknya lantang di depan lelaki yang terduduk di lantai yang dingin.

"A-apa maksud perkataan Kak Jiji tadi?" Wajah imutnya terlihat sangat syok.

"Kau bukan anak kandung keluarga Ferrance, keberadaan mu tidak menguntungkan untuk keluarga ini. Justru sebaliknya, dengan mempertahankan mu di keluarga ini hanya akan mendapat rugi" Jiji menatap dingin.

"Kau paham sekarang?. Jangan pernah datang ke keluarga ini lagi" Denka menekan.

"La-lalu aku harus bagaimana Kakak?. Siapa keluarga ku yang asli?" Memegang kaki Denka.

"Jangan menyentuh ku!" Menendang Saka hingga tubuhnya terdorong agak jauh.

"Keluarga asli mu bahkan tidak menginginkan anak gagal dan menyedihkan seperti mu".

Wanita berambut biru turkis panjang yang mengatakannya, wanita yang Saka tahu selama ini adalah Ibunya. Sosok Ibu yang dingin dan tak pernah sekalipun memberikan kasih sayangnya.

Setelah sekian lama tak berjumpa akhirnya wanita yang di panggil Ibu menampakkan batang hidungnya dengan mengatakan hal yang seharusnya tak di katakan pada momen ini.

"I-ibu" suaranya bergetar.

"Aku bukan Ibu mu, jangan memanggil ku Ibu mulai sekarang".

"Pergilah sekarang juga!" Denka menyeret Saka keluar dari mansion.

Sampai di depan mansion Denka mendorong Saka dengan kuat hingga lututnya lecet dan memar.

"Kakak..." Saka menatap Denka dengan memelas.

Denka mengepalkan tangan dan mendekati Saka, menarik bajunya dan melayangkan pukulan di pipi kiri sekuat tenaga hingga bibirnya mengeluarkan darah.

"Selama ini aku menyayangimu seperti adik kandung ku sendiri, tapi aku tidak pernah menyangka akan di khianati seperti ini. Pergilah yang jauh dan jangan pernah muncul di hadapan ku".

Denka meninggalkan Saka yang terduduk di tanah, nafasnya terasa tercekat mengetahui fakta ini. Memegang kepalanya sendiri dan menarik rambut peraknya kuat-kuat, kebenaran yang sangat sulit di terima ini rasanya membuat Saka gila.

Sampai-sampai rasa sakit di pipinya tak terasa, kini tak punya apa-apa dan siapa-siapa yang ada di sisinya. Saka kehilangan semuanya, suaminya, keluarga, bahkan sahabatnya. Benar-benar sendirian tanpa ada yang mengulurkan tangan.

Jika ini hanyalah sebuah mimpi tolong bangunkan dirinya, semua ini terlalu sulit untuk di terima. Memeluk tubuhnya sendiri memberikan kehangatan meski tak berefek apapun Saka tetap kedinginan.

"Dingin... Dingin... Ku mohon siapapun, aku sangat kedinginan. Kedinginan apa yang ku rasakan ini?".

Menatap langit cerah yang tersinari matahari, kenapa matahari yang bisa menghangatkan seisi bumi tidak bisa menghangatkan tubuh Saka yang kedinginan saat ini?. Apakah dirinya memanglah sampah seperti perkataan Kakaknya sampai tak layak di berikan kehangatan?.

"Dingin..." Alisnya berkerut dan tubuhnya menggigil kedinginan.

Matanya terbuka menatap sekitar, nyatanya itu hanyalah masa lalu di kehidupan pertama. Menyentuh area mata yang lembab sebab air mata, mimpi yang begitu membuatnya terluka seakan-akan Saka seolah kembali ke masa lalu.

Diary BookWhere stories live. Discover now