Part 11

21 3 0
                                    

Rasa dingin menyelimuti seluruh tubuh pada orang berambut perak yang tak sadar, hening dan sangat tenang terkesan hampa tanpa sedikitpun suara. Tubuhnya yang melayang di tempat yang begitu gelap, perlahan dingin mulai menusuknya sampai membuatnya bangun.

"Dingin... Kenapa rasanya sangat dingin?"

Perlahan memperhatikan sekitar, tak ada apapun di sini hanya ruangan gelap tanpa ada siapa-siapa. Saat berkata suaranya seolah menghilang, menyentuh lehernya dengan kebingungan. Mencobanya sekali lagi namun hasilnya masih tetap sama, tidak bisa berbicara.

"Di mana aku?. Aku tidak bisa bicara?! Su-suara ku!. Ada apa ini sebenarnya? Aku harus minta tolong"

Panik dengan situasinya saat ini ia memijakkan kaki pada lantai yang gelap seperti transparan, berlari lurus ke depan. Rasanya sudah sangat lama dirinya berlari namun masih tidak menemukan jalan keluar dari tempat ini.

Dari sisi kiri pancaran cahaya putih membutakan mata, perlahan namun pasti mendekati cahaya itu. Angin berhembus agak kencang menerpa dirinya, membuka matanya perlahan menyesuaikan pandangan.

Matanya membulat saat tahu dirinya berdiri di atas tebing yang menjadi akhir perjalanan hidupnya, lebih terkejut saat melihat sosok yang sangat di kenali sembari memegang buku diary di tangannya.

"Ja-jangan berdiri di sana."

Tubuhnya gemetaran menatap dirinya sendiri yang terlihat sangat mengenaskan, bibir kering dan mata yang tidak memiliki harapan hidup ini begitu menyedihkan.

"Jangan diam saja seperti ini! Kau harus bangkit dan hidup bahagia!"

Saat tangannya akan menyentuh dirinya yang lain tangannya menembus tubuhnya begitu saja, dirinya tak bisa menyentuh dirinya yang lain.

"Dingin..."

Bibir kering pucat itu bergumam dengan mendongak ke atas langit biru bersama awan putih. Rahangnya mengeras sembari menggigit bibir bawahnya hingga rasa anyir darah terasa, tangannya terkepal kuat.

Melihat dirinya yang begitu menyedihkan seperti ini membuatnya terlihat sangat tak berdaya, kenapa dirinya harus berakhir tragis seperti ini sementara orang-orang yang menjadi harapan dan yang di cintainya berakhir bahagia.

Kenapa hanya dirinya yang berakhir menderita seperti ini? Kalau mengingat apa yang di lakukannya selama ini mungkin ini adalah akhir yang pantas untuk orang jahat. Konyolnya seperti dirinyalah pemeran antagonis dalam sebuah novel, kenyataannya hanyalah ingin di cintai oleh orang yang di cintainya.

Sebatas itu saja, nyatanya percikan api kecil ternyata bisa meluas tanpa kendali. Terkejut saat dirinya yang begitu menyedihkan melompat dari atas tebing, tubuhnya berlari mengejar tubuhnya yang terjun bebas.

Semakin bergetar melihat dirinya sendiri berlumuran darah, tubuhnya benar-benar hancur, tulang-tulangnya patah di bersamai dengan darah yang mengalir dari tubuhnya.

"Kenapa?..."

Dirinya yang menyaksikan diri sendiri bunuh diri tidak bisa berkata-kata, tanpa di sadari air matanya sudah membasahi wajah imutnya. Ini terlalu berlebihan, ini sangat kejam. Ini tidak boleh terjadi, tidak boleh, tidak boleh jangan sampai ini terulang lagi.

"Aku tidak mau berakhir seperti ini..." Isakannya terdengar pilu menatap mayatnya sendiri.

"Harusnya kau bangkit lebih semangat dan memilih jalan yang membuat mu bahagia! Kenapa kau begitu bodoh hanya karena masalah cinta?! Cinta membuat mu menderita, lihat diri mu sekarang ini keparat!!"

"... Kau sangat menyedihkan, padahal kau punya segalanya. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau..."

Suara tangisan seseorang terdengar membuatnya berhenti menangis, menatap kearah mayat di depannya. Mayat yang masih membuka matanya dengan berlinang air mata, membuatnya kebingungan padahal mayat itu sudah tidak memiliki nyawa.

Diary BookWhere stories live. Discover now