Ruangan yang hening dan tenang terdapat lelaki yang tertidur dengan lelap, mata sayu yang menatapnya dengan lekat tersirat rasa khawatir dan sedih. Sosok yang sangat di cintanya terbaring tak berdaya dengan mata terpejam.
Mengingatkannya pada masa lalu saat tubuh yang terbaring dulu juga seperti ini karena demam tinggi saat masih kecil, tangan besarnya menyentuh punggung tangannya yang dingin.
Ia genggam tangan yang lebih kecil menggunakan kedua tangan memberikan kehangatan dirinya, jika bisa seluruh kehangatan dalam tubuhnya rela ia berikan padanya.
Ingin sekali memberikan kecupan pada dahinya yang mengernyit seolah tak nyaman tentunya dengan kesadaran penuh ia tahan, bersikap untuk tidak melewati batas yang ada menjaga tubuh yang lebih lemah darinya.
Heningnya kamar buyar saat suara dering telepon terdengar di meja dekat jendela balkon, takut membuat orang yang tengah beristirahat terganggu dengan sigap langsung melihat siapa yang menghubungi malam-malam begini.
Nama orang yang paling di bencinya tertera 'Arfie' yang menelepon Saka, segera menjawab sambungan telepon.
"Sasa, kau di mana? Apa kau baik-baik saja? Aku melihat mu di gendong Kakak mu keluar dari aula pesta!"
"Dia baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir karena aku menjaganya."
"Kenapa kau membawa ponsel Sasa? Kau melewati batas sampai berani menjawab telepon di ponsel orang lain."
"Maunya begitu, tapi aku takut karena ada gonggongan anjing Saka terbangun."
"Apa yang terjadi padanya?"
"Itu bukan urusan mu, Saka sudah membaik karena aku bersamanya. Kau tidak perlu membuang-buang tenaga untuk mengkhawatirkan Saka."
"Kepada siapa aku membuang tenaga ku itu bukan urusan mu, jangan lancang dan ku peringatkan jauhi Sasa."
"Harusnya aku yang bilang begitu, jangan melewati batas. Lebih baik kalau kau menjaga jarak dengan Saka, aku tahu betapa busuknya diri mu tapi ingatlah aku juga tidak terlalu bersih untuk orang seperti mu."
"Ha! Kau mengancam ku? Seharusnya kau tahu betul siapa aku, jangan membuat ku kehilangan kesabaran. Aku masih berbaik hati karena kau sahabat Sasa."
"Simpan rasa baik hati mu itu, aku tidak membutuhkannya dari orang munafik seperti mu. Enyahlah dari hidup Saka."
Sambungan telepon di putus oleh Nio, lenguhan terdengar dari Saka. Ekspresinya terlihat takut dan keningnya mengernyit seperti orang bingung, gelisah, serta khawatir akan sesuatu.
Nio mengusap kepala Saka dengan lembut dan berkata semuanya baik-baik saja jadi Saka tidak perlu khawatir, belaian pada kepalanya membuatnya kembali tenang dan tertidur lelap lagi tak berselang lama.
Matanya menatap lelaki yang berbaring telentang di sofa, kedua tangannya melingkari perut dan matanya terpejam. Buku yang di bacanya di tutup kembali dan melepas kacamata.
"Jika kau mengantuk lebih baik kau tidur di kamar jangan di sini nanti tubuh mu bisa sakit."
"Eum... Di sini nyaman aku tidak mau ke kamar."
"Apakah aku harus menggendongnya ke kamar?" Kekehan kecil tanpa di sadari.
"Kenapa kau tertawa?" Wajahnya menengok lelaki yang tertawa pelan.
YOU ARE READING
Diary Book
Teen FictionKapan kau akan melihat kearah ku?, apakah aku seperti benda mati di mata mu?, tidak bisakah aku mendapatkan cinta mu?. Sedikit saja, ku mohon cintailah aku. -----------------------16 April 2038--------------------- Pada malam sebelum upacara pernika...