Nia memasuki ruangan Barry. Pria paruh baya itu tadi memanggilnya untuk memasuki ruangan. Wanita itu tidak lupa bercermin untuk melihat rupa cantiknya. Tentu harus rajin dia cek, sebab wajah itu yang menjadi modal utamanya mendapatkan berbagai barang mewah.
Suara sepatu hak tinggi bergema di sela lorong. Nia berjalan begitu anggun, sesekali bersenandung. Tidak pernah sesenang ini.
Senyumnya terbit kala membuka ruangan. Disana sudah ada Barry yang menatap Nia penuh hasrat. Wanita itu segera menghambur ke atas pangkuan Barry.
"Ada apa, Pak Barry? Bapak kangen sama aku?" Tanyanya dengan nada centil.
Barry sudah menelusupkan jemarinya di dalam inti Nia. Wanita itu bergetar penuh nikmat. Menggigit bibir untuk menahan suaranya.
"Gimana? Kamu seneng, nggak? Saya sudah memecat Amanda. Beruntung nggak ada yang curiga, padahal buktinya lemah banget."
Nia tersenyum penuh arti, lalu mencium bibir pria berkumis tersebut. "Seneeeng banget! Makasih ya, Paaak. Sekarang aku udah nggak bad mood lagi."
Nia yang punya seribu akal, tentu tak bisa hanya mengandalkan Robby saja. Wanita itu lantas menjajakan tubuh kepada Barry. Untung saja pria itu tergoda. Meski ia menahan jijik disentuh oleh pria tua itu. Tidak apa, demi menghilangnya hama di dalam karirnya. Wanita itulah yang mengirim surel kepada Robby di ruang pemasaran. Beruntung, kelakuannya tak tertangkap kamera. Nia adalah wanita paling beruntung. Mendapatkan apa saja, tinggal membuka pahanya.
Tanpa mereka sadari, kelakuan bejat itu terekam dalam kamera pengintai kecil.
"Bajingan! Najis, murahan banget. Nggak tobat jualan selangkangan rupanya."
Syifa, wanita berjilbab itu terus memaki kedua iblis yang terekam dalam kamera pengintai. Dia yang sudah keluar dari kantor laknat itu terkejut saat mengetahui kabar pemecatan Amanda. Sebagai salah satu manusia waras, seribu persen dirinya yakin bahwa Amanda telah dijebak. Tebakannya mengarah pada Nia. Dan benar saja, tebakan itu benar. Dasar ular berderik.
"Mbak Citra, gimana ini? Kita langsung viralin aja atau gimana?" Tanya Syifa kepada Citra yang sama geramnya. Bahkan tangan wanita itu sudah terkepal.
Citra memejamkan mata sejenak. Mengurai segala emosi. Saat ini, ketenangan yang harus dibutuhkan. Emosi hanya membuat rencana gagal.
"Kita kumpulin dulu semua buktinya, Cip. Lagian kita belum punya bukti kalau si perek itu ngirim e-mail ke Robby, kan? Semoga aja cctv-nya nggak dihapus sama si tua jelek itu."
Kedua wanita ini sepakat untuk bekerja sama setelah tahu berita tersebut. Amanda tidak mungkin menjadi simpanan orang. Dia adalah wanita baik-baik, tahu harga dirinya berharga. Tahu bahwa kehormatannya bukan untuk diperjual belikan.
Syifa mengangguk setuju. Pendapat Citra benar. Mereka tidak boleh gegabah. "Semoga banyak bukti yang kekumpul, Mbak. Terus gimana itu Reno? Masih tolol aja?"
Citra menghembuskan nafas berat. "Nggak usah ngomongin dia, Cip. Malah percaya aktingnya perek daripada pacar sendiri. Penyakit tololnya nggak sembuh-sembuh. Biarin kalau mereka putus, Manda biar dapat cowok yang lebih baik lagi. Semoga si tolol itu nangis seumur hidup, mampus jadi bujang lapuk."
"Aku kalau jadi Manda, gak bakal maafin Reno. Seumur hidup bakal ku ungkit. Punya pacar tapi pas dikeroyok orang sekantor, diem aja kayak patung." Imbuh Citra demgan menggebu-gebu.
Lagi-lagi Syifa mengangguk. Benar-benar tolol. Usia bertambah tapi otak tidak. Semoga Amanda tidak memaafkan Reno. Syifa juga berdoa agar seluruh pegawai yang menghina Amanda, terkena karma. Beruntung dia keluar terlebih dahulu dari sarang dosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVEHOLIC [Tamat]
ChickLitMenjadi kekasih dari Bos super menyebalkan, tidak pernah ada di dalam daftar tugas yang harus Amanda kerjakan.