7. Liburan Tipis-Tipis

1.8K 207 9
                                    

Amanda tersenyum senang. Beberapa hari lagi Reno pergi ke Singapura. Bukan liburan, tetapi urusan bisnis. Pria itu ditugaskan untuk bernegosiasi dengan klien dari negara tersebut. Sekaligus untuk survei apakah perusahaan ini cocok melebarkan sayap di Singapura.

Amanda jujur saja tak peduli. Yang penting dirinya dapat berlibur selama satu minggu! Ini namanya rejeki nomplok. Tak perlu pergi ke kantor, hanya rebahan di kamar kontrakan miliknya.

"Kamu cuma pesan kamar satu? Terus kamu tidur di mana?"

Amanda menatap Reno dengan wajah bingung. Tentu saja ia tidur di kamarnya sendiri. Maksudnya apa, sih?

"Di kamar saya, Pak."

"Iya. Di kamar mana? Masih satu hotel dengan saya, kan?"

"Saya tidur di kontrakan saya, Pak."

Reno mengalihkan pandangannya dari layar komputer. Beralih menatap Amanda yang masih memasang wajah tanpa dosa. Reno menghela nafas sejenak.

"Kamu paham dengan pekerjaan kamu kan, Manda?"

Amanda mengangguk, "Iya, Pak."

"Kamu di sini sebagai asisten saya. Sudah seharusnya kamu ikut sama saya ke Singapura. Apalagi ini masih menjadi agenda bisnis. Buat apa saya punya asisten kalau nggak mau kerja sama saya."

Amanda menunduk. Yah, dia salah lagi. Gadis itu kira, asisten tak akan mengikuti kegiatan bosnya di luar negeri. Gagal sudah rencana berliburnya kali ini. Jujur saja, Amanda tidak mau ikut bepergian seperti ini.

"Maaf, Pak. Saya tidak punya paspor—"

"Ayo saya antar buat ngurus. Lebih cepat lebih baik."

"Nggak usah nolak. Ayo sekarang saya antar. Mumpung bentar lagi istirahat siang udah selesai."

Reno segera beranjak dari kursi, menggandeng tangan Amanda. Entah itu gerakan reflek atau memang pria itu melakukan dengan sengaja. Yang pasti, Bianca hanya bisa melongo saja. Bagaimana jika rekan kantornya melihatnya bergandengan dengan bosnya sendiri? Mereka akan semakin menuduh Amanda dengan gosip buruk.

Ingin rasanya Amanda melepas tautan tangan tersebut. Yang terjadi justru diluar dugaan. Reno terus menggandeng tangannya. Pria itu menemani mengurus pembuatan paspor. Bahkan hingga paspornya selesai dibuat, Reno tetap menemaninya untuk mengambil dokumen penting tersebut. Amanda sebenarnya bersyukur. Ini adalah kali pertama ia mengurus dokumen serta keberangkatan menuju negara, lain. Bisa dibilang, Reno membimbingnya agar gadis itu tidak salah langkah. Aduh, Amanda harus mengenyahkan pikiran tersebut. Mana pantas ia mendapatkan semua ini.

Intinya, Reno membantu mempersiapkan keperluan Amanda hingga beres. Sampai detik dimana mereka berdua duduk di dalam pesawat. Amanda tak mampu menyembunyikan kegugupannya. Kali pertama ia menaiki pesawat. Kalau nanti dia muntah, bagaiman? Kalau nanti pesawat ini jatuh, bagaimana? Apalagi kalau pesawatnya dibajak oleh teroris.

"Kamu kenapa? Mukamu pucet banget." Tanya Reno yang menatap wajah Amanda dengan khawatir.

Amanda hanya menggelengkan kepalanya. Terlalu lemas untuk menjawab pertanyaan dari Reno. Jangan sampai perutnya sampai terasa mulas karena panik.

"Manda? Apa perlu saya panggilkan petugas?"

Lagi-lagi Amanda hanya menggeleng. Reno hanya mampu mengambil nafas dengan panjang. Susah jika Amanda sudah dalam mode diam seperti ini. Reno ingin Amanda tidak ragu mengatakan isi pikiran kepadanya. Reno tidak keberatan mendengar semua ocehan Amanda, daripada melihat gadis itu terdiam lesu.

"S-sa-ya t-takut, Pak." Jawabnya dengan lirih.

"Takut kenapa?"

Amanda masih belum sadar apabila jemarinya sudah digenggam oleh Reno. Pria itu berusaha memberikan ketenangan pada asisten kesayangannya tersebut. Sesekali mengelus pundak Amanda.

LOVEHOLIC [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang