Rasanya Masih Ada

400 47 30
                                    

<<<  <<   FLASHBACK  >>  >>>
   
   
   
   
Sudah dua minggu Thida mendapatkan terapi khusus patah tulang, dan tangannya mulai bisa sedikit digunakan.

Kata dokter, hanya butuh rawat jalan setelah ini. Besok Thida sudah boleh pulang dan hanya kembali untuk terapi dua kali seminggu.
   
    
  
Puding susu rasa pandan kesukaan Thida, khusus dibawa Noon seorang diri.
  
  
"Dari Anda" Kata Noon meletakkan kantong plastik isi puding diatas meja.
  
 
Anda tidak pernah berhenti membelikan semua makanan dan minuman kesukaan Thida.

Tapi, hanya makanan atau minumannya yang datang. Orangnya tidak pernah muncul.
  
  
"Dia masih tidak mau bertemu denganku?"

"Umm... Dia ada di luar seperti biasa"

Thida membuang napas, "Dia selalu begitu kan,"

"Apa perlu ku seret anak itu?--- Atau kau mau keluar menemuinya?"

Thida menggeleng, "Biarkan dulu seperti ini Noon."
 
 
"Kau sendiri bagaimana?" Tanya Noon

"Memangnya aku kenapa?"

"Kau juga tidak mau bertemu Anda lagi?"

"Hah???! Tidak seperti itu Noon--- Aku hanya tidak bisa memaksa Anda sekarang. Kau sendiri juga tau kan... Kita tidak bisa melakukan apapun sekarang,"
  
  
Noon mengangguk setuju. Ucapan Thida benar.

Dibanding Thida, Noon lebih sering melihat Anda belakangan ini.

Anda yang seperti ini mengingatkan Noon dengan kejadian saat Sky meninggal.

Diamnya Anda, hancurnya perasan Anda, persis seperti saat itu.

Masih teringat jelas bagaimana Anda kecil menangis setiap hari. Anak kecil itu selalu menyalahkan dirinya.

Bahkan saat itu lebih parah.

Anda sempat hilang. Anak itu kabur dari rumah.

Bedanya, sekarang Anda lebih banyak diam dan memendam semuanya.

Tapi, dari redupnya cahaya sorot mata Anda. Noon tau persis ada sebuah luka penyesalan yang kembali menggores hati anak itu.
   
   
"Katanya dia akan menertawakan ku, kalau aku jatuh!" Gumam Thida yang sedari tadi melihat kearah pintu masuk. Berharap orang yang sedang duduk di luar sana, tiba-tiba masuk.

Mana janji Anda untuk selalu bersama Thida?

Mana janjinya untuk menertawakan Thida kalau jatuh dari sepeda?

Tertawa sebanyak-banyaknya juga tidak apa. Thida tidak akan marah.
     
     
      
     
Butiran air mata, terjun bebas membasahi pipi Thida tanpa bisa dibendung.

"Aku lebih baik ditertawakan, daripada didiamkan seperti ini, Noon" Katanya.
  
  
Sakit...

Bukan pergelangan tangan Thida yang sakit. Tapi ada yang lebih sakit...
   
     
Noon tidak bereaksi apapun. Dia sendiri juga tidak nyaman dengan situasi ini.
  
   
  
Tidak ada yang mau ini terjadi!
   
  
   
  
"Noon---" Thida sedikit berseru.
 
 
Menahan Noon yang hendak pulang.
  
  
Orang yang sudah menggenggam gagang pintu itu, berhenti dan berbalik.
  
  
"Boleh aku minta tolong satu hal?" Pinta Thida

Class of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang