bab 24 jebakan

62 3 1
                                    

Pagi itu, sinar mentari perlahan menerobos masuk ke dalam kelas 11 IPA 01, menerangi wajah Vonzy yang masih terlelap di bangkunya. Tanpa peduli pada cahaya yang menyapanya, Vonzy masih tenggelam dalam alam mimpi. Namun, tiba-tiba suara keras mengejutkannya.

**Brakk!**

"Woy, bangun! Masih pagi juga udah molor lo," Widya, sahabat Vonzy, mengeplak meja dengan keras, membangunkan Vonzy yang masih setengah tertidur.

Vonzy terkejut dan dengan mata yang masih sayu, dia mencoba mengumpulkan kesadarannya. "Lo molor mulu, mending ikut gue ke perpus yuk," ajak Widya, masih dengan nada mendesak.

"Lo aja deh, gue masih ngantuk," jawab Vonzy sambil menguap lebar, mencoba menolak ajakan Widya.

Namun, Widya tidak menyerah begitu saja. "Yaelah, lo. Buruan anterin gue," ujarnya sambil menarik tangan Vonzy dengan paksa.

Dengan malas, Vonzy akhirnya setuju. "Ya udah, iya, iya deh," gumamnya, terpaksa mengikuti Widya keluar dari kelas. Jika bukan karena Widya, mungkin dia lebih memilih untuk tetap tidur di kelas.

Sesampainya di pintu perpustakaan, tanpa sengaja, Vonzy bertabrakan dengan seorang cowok. Vonzy yang masih setengah mengantuk tiba-tiba tersadar dan dengan refleks meminta maaf. "Eh, sorry, sorry, gue nggak sengaja," ucapnya buru-buru.

Cowok itu membalas dengan santai, "Iya, maaf, gue juga nggak sengaja." Dia kemudian mengulurkan tangannya kepada Vonzy. "Kenalin, gue Sakti."

Vonzy, yang masih terkejut, menerima uluran tangan itu dan memperkenalkan dirinya. "Gue Vonzy."

Mereka berdua tersenyum setelah berkenalan, tetapi momen itu segera terganggu oleh Widya yang tiba-tiba keluar dari perpustakaan. "Eh, lo gue cariin juga," ujarnya dengan nada kesal.

Vonzy segera menjelaskan, "Sorry, tadi gue bertabrakan sama dia," ucapnya sambil menggaruk pelipis dahinya yang tak gatal.

"Ohh, kalo gitu cepet ikut gue. GPL pokoknya!" balas Widya, menarik Vonzy masuk ke perpustakaan tanpa banyak basa-basi lagi.

Setelah berpisah dengan Sakti, Vonzy dan Widya melanjutkan keperluan mereka di perpustakaan. Di tempat lain, Clara terlihat sedang berbicara di telepon di koridor yang sepi. "Gimana kita mulai rencananya?" tanyanya kepada seseorang di ujung telepon.

......

"Oke, tugas lo yang kemarin, jangan lupa," lanjut Clara, memastikan rencana mereka.

......

"Oke, gue akan tunggu informasi dari lo," ujarnya sambil menengok sekeliling, memastikan tidak ada yang mendengar pembicaraannya. Namun, tanpa dia sadari, ada seseorang yang mendengar semua itu dari kejauhan.

Kembali ke perpustakaan, Widya sudah selesai mencari buku yang dibutuhkannya. "Udah lo cari bukunya? Gue bosan di sini," keluh Vonzy dengan mata yang masih sayu.

"Udah kok, ayo keluar, adek ipar," goda Widya sambil tersenyum nakal.

Vonzy langsung merasa geli mendengar sebutan itu. "Ck, elah geli gue dengarnya," balasnya sambil meringis.

"Hehe," Widya tertawa kecil, merasa puas dengan reaksinya. Mereka pun keluar dari perpustakaan, tepat saat bel masuk berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai lagi.

Setelah pelajaran selesai, para murid segera menuju kantin untuk mengisi perut yang keroncongan. Vonzy dan Widya juga berencana ke kantin, tetapi Vonzy harus menunggu Widya yang masih sibuk membereskan peralatan belajarnya.

"Ehh, cepetan lo, gue laper nih," ucap Vonzy sambil mengusap-usap perutnya yang lapar.

"Iya, sabar napa," jawab Widya sambil tetap merapikan barang-barangnya.

"Habisnya lo, ngebersihin itu aja, kayak meresin peralatan masak," ejek Vonzy setengah tertawa.

"Terserah lo deh. Yok ke kantin," ajak Widya akhirnya.

"Yoi," balas Vonzy.

Namun, saat mereka sampai di kantin, semua meja sudah penuh. Satu-satunya tempat yang masih ada ruang adalah di meja geng Leodras. Mau tidak mau, mereka pun menghampiri meja itu.

"Numpang duduk," ucap mereka dingin.

"Silakan, para neng-neng manis," jawab Arka menggoda mereka.

"Lo, pesan gih," ujar Vonzy menatap Widya.

"Kok jadi gue? Giliran lo lah," balas Widya tak terima.

"Ya udah, kalo nggak mau, nggak usah makan," ancam Vonzy, mencoba memaksa sahabatnya.

"Iya deh, mau pesan..." Widya belum selesai bicara ketika Arka memotongnya.

"Eh, neng-neng, jangan pada ribut yah. Nanti babang Mondi yang pesenin," potong Arka sambil menatap Mondi.

"Idih, kok malah ke gue sih," keluh Mondi yang tidak terima disuruh-suruh.

"Udahlah, lo anak bontot di sini. Terima ajalah, sana," ejek Arka dengan nada meledek.

"Nasib, nasib," gumam Mondi dengan nada pasrah. "Pesen apa cepet!" ujarnya dengan nada sinis.

"Samain aja deh," jawab Vonzy dengan santai.

Bel masuk kembali berbunyi, menandakan waktu istirahat selesai. Vonzy dan Widya segera beranjak pergi dari kantin dan kembali ke kelasnya. Sesampainya di kelas, mereka mendapat pemberitahuan bahwa akan ada razia OSIS.

Namun, mendengar kata "razia", Vonzy merasakan firasat yang tidak enak. 'Kok perasaan gue nggak enak ya?' gumamnya dalam hati. Meski begitu, dia mencoba mengabaikan perasaan tersebut dan duduk di kursinya sambil menunggu razia dimulai.

"Semua berdiri, jangan ada yang duduk!" perintah salah satu anggota OSIS dengan tegas.

Semua murid berdiri, dan para anggota OSIS mulai memeriksa tas satu per satu. Ketika tiba giliran tas Vonzy, mereka terkejut menemukan sebuah tespek di dalamnya.

"Ini apa?" tanya anggota OSIS itu sambil menatap tajam ke arah Vonzy.

Vonzy membeku di tempat, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia terdiam, shock, dan bingung harus berkata apa.

"Lo hamil?" tanya anggota OSIS itu lagi, kali ini dengan nada menuduh.

Vonzy masih belum bisa berkata-kata, hanya bisa menatap tespek itu dengan bingung.

"Jawab!" bentak anggota OSIS tersebut.

"Gue nggak tau ada benda itu di dalam tas gue," jawab Vonzy, suaranya gemetar.

"Lo jangan ngelak! Ini udah ada buktinya, nggak perlu bohong!" balas anggota OSIS itu dengan keras.

"Sumpah, gue nggak tau!" Vonzy berusaha menjelaskan, tetapi dia malah semakin terpojok.

"Jelas-jelas lo hamil, masih mengelak juga!"

Vonzy yang merasa tidak terima akhirnya membentak balik, "GUE NGGAK HAMIL, YAH! BABI!"

Pada saat itu, seorang guru masuk ke kelas dan menanyakan apa yang terjadi. Anggota OSIS menjelaskan situasinya, dan akhirnya Vonzy dipanggil ke ruangan guru untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Transmigrasi Radewi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang