bab 25 siapa yang menjebaknya?

58 2 0
                                    

Setelah dimarahi habis-habisan di depan kelas dan diancam akan dipanggil orang tuanya, Vonzy berjalan lesu menuju ruang guru. Widya yang melihat kejadian tersebut hanya bisa menatap prihatin, tapi tidak bisa berbuat banyak.

Sesampainya di ruang guru, Vonzy diminta duduk oleh Bu Indah, wali kelasnya. Wajah Bu Indah tampak serius, dan ada sedikit kekhawatiran terlihat dari ekspresinya.

"Vonzy, bisa jelaskan kenapa ada benda seperti itu di tasmu?" tanya Bu Indah dengan nada yang lebih lembut dibandingkan OSIS tadi.

Vonzy masih mencoba menenangkan dirinya, tapi perasaannya bercampur aduk antara marah, bingung, dan kecewa. "Bu, saya benar-benar nggak tahu siapa yang menaruh benda itu di tas saya. Sumpah, saya nggak hamil, Bu."

Bu Indah menatap Vonzy dengan seksama, seolah mencoba membaca kebohongan dari ekspresinya. Namun, dia juga tahu Vonzy bukan tipe anak yang suka membuat masalah seperti ini.

"Vonzy, kamu tahu kan ini masalah serius? Kalau ternyata benar ada yang menjebakmu, kita harus cari tahu siapa yang melakukannya. Tapi, kalau kamu berbohong..." Bu Indah menggantungkan kalimatnya, memberi kesempatan kepada Vonzy untuk berpikir lebih jauh.

"Saya nggak bohong, Bu. Tolong percaya sama saya," Vonzy memohon dengan suara yang lebih rendah.

Bu Indah akhirnya mengangguk, terlihat sedikit melunak. "Baiklah, saya akan mencoba menyelidiki ini lebih lanjut. Tapi sementara itu, kamu harus tetap fokus di sekolah dan jangan buat masalah lagi. Kita akan panggil orang tuamu jika masalah ini tidak terselesaikan."

Vonzy hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tahu, kalau sampai orang tuanya dipanggil, Saka dan keluarganya pasti akan sangat kecewa. Apalagi, masalah ini bukan hal yang sepele.

Setelah pembicaraan selesai, Vonzy keluar dari ruang guru dengan hati yang masih gelisah. Di luar, dia bertemu dengan Widya yang langsung menghampirinya dengan wajah cemas.

"Von, lo nggak apa-apa?" tanya Widya dengan khawatir.

Vonzy menghela napas berat. "Gue nggak tahu siapa yang mau menjebak gue, Wid. Tapi ini nggak bisa dibiarkan."

Widya mengangguk. "Gue akan bantu lo nyari siapa pelakunya. Kita nggak bisa biarin dia menang."

Vonzy menatap Widya, merasa sedikit lega memiliki sahabat yang setia di sisinya. "Thanks, Wid. Gue benar-benar butuh dukungan lo."

Namun, pikiran Vonzy masih terus dihantui pertanyaan: siapa yang berani melakukan hal sekejam ini padanya? Dan yang lebih penting, apa motivasi di balik semua ini?

Tidak jauh dari sana, Clara yang melihat dari kejauhan tersenyum tipis. Rencananya berjalan sesuai harapan. Tapi dia tahu ini baru awal, dan dia harus lebih berhati-hati agar tidak ketahuan. Namun, dia tidak menyadari ada sepasang mata yang mengawasi gerak-geriknya dari balik sudut koridor, memerhatikan setiap langkahnya.

---

Sesi sekolah telah berakhir, tapi bagi Vonzy, ini baru permulaan dari masalah yang lebih besar. Dia harus mencari tahu siapa musuhnya sebelum semua ini menjadi semakin parah. Bersama dengan Widya, dia bertekad untuk menemukan kebenaran dan membersihkan namanya.

Vonzy pun akhirnya menangis karena tak sanggup dengan yang terjadi padanya, dan langit yang tak sengaja gadisnya menangis mendekatinya.

"Hey kenapa ini hm?" tanyanya lembut sambil memeluk vonzy.

Vonzy yang mendengar  suara langit dan merasa dirinya dipeluk lalu menengok dan dia malah  menangis sesegukan.

Langit menatap widya karena ingin tau jawaban kenapa gadisnya ini. Widya yang peka langsung berbicara, "vonzy ada yang memfitnah, dia dituduh hamil dan kalo masalah ini tak diselesaikan maka akan dipanggil ortunya dia" jelaskan nya widya dengan menatap vonzy khawatir.

Langit yang mendengar itupun mengepalkan tangannya dan dia bergumam dalam hati. 'Siapa? Yang berani memfitnah gadisku, salah mereka yang berani berurusan dengan gadisku berarti mereka cari mati denganku liat aja' emosinya.

"Udahnya babe, jangan nangis, aku akan bantu siapa pelakunya ini" ucap langit menenangkan vonzy yang tengah menangis.

"Tapi ngit, aku nggak hamil ngit, hikss" ucap vonzy sedang menangis.

"Iya, aku percaya kok sama kamu udah yah, kita pulang aja sekarang, kamu keliatan pucet gini"

"Em, tapi.... "

"Sttt,, udah yuk aku anterin" ujar langit menggendong vonzy.

Mereka bertiga memutuskan untuk pulang karena keadaan vonzy yang mengkhawatirkan.

Ditengah jalan mereka dicegat oleh saka abangnya vonzy,

"Eh, turun lo, mau bawa adek gue kemana anjing" ucapnya emosi.

Pas langit turun saka langsung membogem langit dengan membabi buta.

𝐵𝑢𝑔 𝑏𝑢𝑔 𝑏𝑢𝑔

Pukulan  terus menyerah langit, tapi langit tak membalasnya dia hanya diam, karena kalo dia membalasnya bisa-bisa dia tak direstui oleh abang kekasihnya.

"Lo kenapa buat adek gue hamil hah?" tanya saka dengan nada amarah.

"Gue nggak buat, ade lo hamil. Dia itu nggak hamil lo dengar" jawab langit yang tergeletak diaspal jalan.

Vonzy yang terbangun dari tidurnya melihat widya yang tengah menggigit kukunya dan menatap kearah jalan dengan wajah cemas. Dan vonzy pun mengalihkan pandangan nya, alangkah terkejutnya dia saat melihat langit babak belur dibogem oleh abangnya. Ia segera turun, "lo mau kemana?" tanya widya.

"Gue mau nyamperin mereka lo tenang aja" balasnya sambil menutup pintu mobil itu.

"Ehh, berhentiiii" teriaknya memisahkan abangnya yang sedang membogem langit.

"Ngapain lo suruh gue berhenti, si brengsek ini pantes untuk dikasih pelajaran" celetuknya masih membogem langit.

"Bang stop, gue nggak hamil, ini semua jebakan bang sadar, bang sadar" ujarnya menyadarkan abangnya.

Saka yang mendengar kata jebakan beralih menatap adiknya itu dan berhenti memukuli langit. Langit yang tak sadarkan diri langsung disamperin oleh vonzy dengan wajah khawatir.

"Bang bantuin angkat dia bang" pinta nya kepada saka.

Saka pun menurutinya dan dia akan menanyakan gosip itu pada vonzy nanti, sekarang yang mengendarai mobil ialah saka. "Bang bawa kerumah sakit bang, ayo cepet liat keadaannya" ujarnya cemas.

"Tapi nanti kalo udah sampe rumah sakit lo harus jelasin semua ini" balasnya yang tengah menahan amarahnya.

"Iya gue jelasin, tapi sekarang kita kerumah sakit bang cepet"

Vonzy duduk di samping tubuh Langit yang tak sadarkan diri di kursi belakang mobil. Matanya tak lepas dari wajah Langit yang memucat akibat serangan dari abangnya, Saka. Saka memacu mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit, sementara Widya duduk diam di kursi depan, masih terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi.

Transmigrasi Radewi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang