27.

672 41 0
                                    

"Udah bang jangan nangis lagi,"

Setelah masuk ke rumah hantu beberapa menit yang lalu, laki-laki jangkung yang tadi dia ajak mendadak menangis di tengah-tengah perjalanan. Padahal mereka baru saja menginjakkan kakinya masuk, tapi orang itu malah sudah nangis duluan.

Seperti anak kecil yang ditinggal ibunya ke pasar. Heran sekali dia, padahal badan nya tinggi, bongsor, punya wajah yang tampan, tapi kelakuannya.. lebih mirip orang utan.

"Lagian itu cuma hantu bohongan! kenapa harus nangis segala," sarkas nya

Kevan kemudian mendongak setelah mendengar hal itu. Hantu bohongan katanya? Mau itu bohongan, pajangan atau apa saja! Ia tak peduli, Kevan tetap merasa takut. Bagaimana Kevan bisa merasa takut? Baru saja kaki nya melangkah masuk, dirinya sudah di kejutkan dengan sosok berambut panjang yang sudah siap menakut-nakuti orang.

Kenapa sosok seperti itu selalu di gambarkan punya rambut yang super duper panjang dan kusut seperti tidak pernah keramas berbulan-bulan? Kenapa tidak botak saja?

Jujur Kevan sekarang trauma masuk ke rumah hantu.

Bocah laki-laki itu menatap Kevan dengan tatapan heran karena sedari tadi Kevan terus menunduk sambil ber komat-kamit. "Yang anak kecil di sini sebenernya aku atau abang sih?"

Kevan tak menanggapi anak kecil itu lagi, ia sekarang justru tengah berdecak kesal.

"Kevin lama banget pacarannya!" Entah kenapa Kevan jadi semakin merasa kesal ketika mengingat bahwa Kevin masih asik pacaran, tanpa tau dirinya disini sedang merasa ketakutan.

Kevan butuh pelukan! Jika bukan karena merasa bersalah dan kasihan, ia mana mau menyusuli Kevin dan berakhir seperti ini.

Bocah laki-laki di sebelahnya terus menatap Kevan tanpa arti, ia kemudian merogoh saku nya. Setelah itu dirinya ikut berjongkok menghadap Kevan, ia masih terus menatap Kevan.

"Mau ke sana lagi–"

"Kemana? Kagak mau gue!" Belum sempat bocah itu melanjutkan ucapannya, Kevan sudah lebih dulu memotong.

Bocah laki-laki itu memutar matanya malas, ia kemudian berdiri lebih dulu. "Yaudah kalo gak mau ikut."

"Emang mau kemana sih cil?" Kesal Kevan

"Nyusul orang yang mukanya sama kayak abang, ikut gak? aku udah bosen di sini, mau main ke mall aja sama kakak," Jawab nya dengan ekspresi kesal

Kevan sempat diam untuk beberapa saat, sampai kemudian segera mengangguk dan langsung berdiri menjulang tinggi di depan bocah itu. Ia membersihkan celana bagian belakangnya yang sempat menyentuh tanah, sehingga membuatnya sedikit kotor.

"Oh iya, nama lo siapa dah cil?" Tanya Kevan mulai penasaran. Tidak mungkin juga kan ia akan terus menerus memanggilnya dengan sebutan 'cil', cilok.

"Alberto Samuel Leenan," jawabnya dengan bangga yang langsung membuat Kevan memasang wajah cengo.

"Hah?"

Menyadari laki-laki di depannya tak dapat menyebutkan namanya yang teramat sangat keren itu, ia langsung menghela nafas pelan. "Panggil aja Lio!"

Setelah mengucapkan itu, Lio langsung pergi terlebih dulu dengan menenteng kamera nya meninggalkan Kevan yang masih termangu.

Kevan berkedip beberapa kali. "Alberto Sam– apaan anying tiba-tiba jadi Lio?! Bocah kocak!" Kesal nya sembari menyusul Lio yang sudah ada di dalam kerumunan.

Mari buang semua kekesalannya dulu, lebih baik sekarang Kevan mencari Kevin sampai ketemu dan langsung menyeretnya pulang. Kalo perlu sih ia poroti dulu uangnya.

The Kev TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang