dua puluh tiga

5.6K 259 15
                                    


Mobil yang dikemudikan Pak Mahmud belum jauh meninggalkan pekarangan rumah ketika aku teringat sesuatu yang penting.

Teramat penting sampai aku gelagapan mencari ponselku.

Aku merogoh tasku dan mengeluarkan ponsel. Lalu segera menghubungi Mas Danu. "Halo, Mas."

"Iya, sayang."

"Mas, maaf ya tadi pagi aku lupa minta izin mau keluar sore ini."

Tadi pagi, aku terlalu sibuk berceloteh tentang kerinduanku menikmati nasi Padang. Dan menanyakan jadwal Mas Danu. Ingin mencocokkan, kapan waktu yang pas agar kami bisa pergi berdua.

Sampai akhirnya, aku pun lupa janjiku sore nanti.

"Ke mana, sayang?" tanya Mas Danu.

"Kemang, Mas. Temenku ngundang aku ke acara launching brand-nya," jawabku hati-hati.

Takut Mas Danu kesal karena aku meminta izin setelah berada di perjalanan. Kalau sampai suamiku itu bilang tidak, berarti aku harus putar balik.

"Pak Mahmud yang anter, kan?"

"Iya, Mas. Ini aku udah di jalan. Maaf, ya, Mas."

"Nggak apa-apa." Aku bernapas lega begitu mendengar jawaban Mas Danu. "Ini kayaknya aku juga pulang agak malam. Kira-kira selesai jam berapa, sayang?"

"Nggak lama sih, Mas. Cuman nanti aku sekalian makan sama temen-temenku di sana."

Hening yang tercipta kembali membuatku cemas. Apa Mas Danu tak mengizinkan?

"Gitu, ya. Kabarin aja kalo kamu pulang, ya."

Kedua kalinya, aku mengembuskan napas lega. "Iya, Mas."

Hampir dua jam lamanya, aku akhirnya sampai di hotel tempat launching produk cushion kerjasama antara temanku dan salah satu brand.

Acara intinya tak memakan waktu lama. Kurang lebih hanya satu jam. Sepertinya sesi foto-fotonya yang memakan waktu cukup lama.

Setelahnya, aku dan beberapa temanku berpindah ke restoran hotel. Menikmati makan malam dan tentu saja—hal yang tidak boleh dilupakan—berpose di depan kamera.

Di tengah obrolan yang tidak ada habisnya, mataku tidak sengaja menangkap sosok familier.

Takut salah mengenali orang, aku menajamkan penglihatanku dan benar itu Angga. Dia datang bersama seorang perempuan berambut panjang sepunggung.

Angga duduk membelakangi posisiku sehingga dia tidak menyadari keberadaanku.

"Liat apa lo?" tegur Nindi mengikuti arah pandanganku.

"Gue pikir temen gue. Ternyata mirip," kilahku.

Aku memilih tidak menyapanya. Karena sepertinya Angga tidak ingin aku maupun yang lain tahu.

Lagi pula itu urusan pribadinya. Aku tidak berhak mengganggu.

**

Jam sepuluh malam, tubuhku sudah bersih, wangi, dan siap terlelap. Namun aku memilih mengedit video dengan posisi tengkurap sembari menunggu Mas Danu pulang.

Mas Danu mengirimkan pesan sedang dalam perjalanan pulang beberapa menit lalu.

Keasyikan mengedit sampai lupa waktu, aku baru tersadar ketika mendengar pagar terbuka. Jam sebelas.

"Kok belum tidur?" Mas Danu menghampiri dan mencium pucuk kepalaku.

"Lagi ngedit, Mas." Aku memamerkan senyum tiga jari.

Ajari Aku BercintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang