KM 13. Rasuk

79 20 0
                                    

“Ih, untung semuanya nurut apa maunya Pak Abyan, ya? Kalau sampe semua rekaman kamera pengawas diperiksa, bisa-bisa ketahuan memang lo yang antar anting itu.” Tiana diam, tetap menoleh ke jendela mobil. Hesti menarik napas dalam. “Kalau sudah malam begini, kayaknya semua toko tanaman hias sudah tutup, deh. Sabtu nanti kita cari lagi bagaimana? Atau beli online aja. Lagian, gue enggak yakin tanaman liar itu dijual di tempat tanaman hias.”

Tanpa menoleh, Tiana berkomentar, “Besok gue cari saja sendirian. Gue pinjam motor lo.”

“Gue mau nemenin, kok!” tegas Hesti, “semua yang mau lo lakuin dan berhubungan dengan Chandra, gue ikut. Jangan lupa!” sambungnya.

Tiana tersenyum lantas menatap Hesti yang fokus di balik kemudi. “Yakin?”

Tanpa menunggu detik berlalu, cepat Hesti mengangguk. “Setelah kejadian semalam, gue akan coba percaya semuanya. Gue akan bantu.”

“Semakin cepat gue penuhi kesepakatan dengan Chandra, dia akan segera pergi.”

“Iya, gue akan bantu. Kita harus semangat, masalah ini pasti cepat selesai."

Tiana menyandarkan kepalanya. “Gue harap begitu." Tiana meraba dadanya. "Rasanya sesak, sakit Hes. Meski enggak bisa lihat, tapi gue bisa merasakan penyesalan dari mendiang istri Pak Udin. Gue berharap setelah anting-anting itu sampai di tangan Pak Udin, mendiang istrinya bisa beristirahat dengan tenang.”

“Amin, gue dengar sebenarnya Pak Udin sudah minta izin untuk enggak masuk di hari naas itu, tapi salah satu rekannya ada yang enggak bisa masuk karena sakit. Jadi, Pak Udin terpaksa masuk.”

“Mungkin kalau Pak Udin ikut menemani istrinya, hal ini enggak akan terjadi.”

“Ti, Semua yang sudah ditakdirkan terjadi, tetap akan terjadi. Kalaupun Pak Udin ikut menemani, tapi hari kematian istrinya sudah digariskan akan terjadi di hari itu.”

Tiana tidak menanggapi. Ucapan Hesti memang ada benarnya. Katanya, persoalan jodoh, maut, rezeki, semuanya sudah diatur sebelum manusia dilahirkan.

“Ti, soal jodohin Pak Abyan sama Mbak Alita, gue akan coba bantu.”

“Caranya?”

“Nanti gue pikirin. Lo tenang aja, sekarang kita harus dekati Mbak Alita dulu dan tugas utama lo adalah dekati Pak Abyan. Usahakan hubungan kalian lebih baik dari hubungan Pak Abyan dengan Mbak Siska, tapi jangan sampai lo kebablasan terus suka sama Pak Abyan.”

“Kenapa harus begitu?”

“Gue akan cari tahu juga tentang Mbak Alita. Pak Abyan akan jadi urusan lo. Kita beruntung karena lo akan selalu di samping Pak Abyan. Pokoknya, lo nurut semua rencana gue.”

“Iya.”

“Kalau dipikir-pikir, si Chandra baik juga ya, mau bantu mendiang istri Pak Udin. Kayaknya dia bukan makhluk jahat. Kemungkinan besar niat Chandra menjodohkan Mbak Alita dengan Pak Abyan enggak ada unsur jahat. Jadi, kita harus semangat!”

Tiana tersenyum tipis kemudian menoleh kembali ke jendela mobil. Hari ini Abyan membiarkan Tiana pulang tepat waktu agar bisa beristirahat. Mungkin, memang Abyan tidak seburuk itu.

***

“Yakin dia bakalan suka?”

“Iya, dia suka sarapan pakai bubur ayam polos begitu, bumbu sama semuanya dipisah-pisah.”

“Serius? Nanti kalau enggak dimakan bagaimana?”

“Kita belum coba, jangan pesimis duluan.”

Tiana memicingkan mata, dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat office boy yang membawa makanan sudah mengetuk pintu.

Menanti Janji, Menagih RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang